16b--[memories]--

1.5K 137 13
                                    

Orang-orang disini mengenakan baju serba hitam. Suasananya hanyalah hening, menatap gundukan tanah dan terdapat nisan terukir sebuah nama. Tak lupa juga suara tangisan menyelimuti orang-orang itu.

Salah satu orang yang menangis adalah Tiffany.

Mana bisa ia tak menangis saat mengetahui fakta bahwa ibunya sudah tak lagi bernafas. Kenyataan yang tak pernah ia bayangankan bahwa ibunya meninggalkannya secepat ini.

Dan sampai tempat ini sepi, Tiffany masih tetap setia berjongkok didekat makam ibunya itu. Ingin sekali ia bertemu ayahnya lalu memarahi habis-habisan. Karena ayahnya juga salah satu penyebab ibunya meninggal.

"Eomma,"panggil Tiffany lirih.

"Aku akan membalasnya, pasti!"

Seketika hujan turun deras. Alam seakan tahu perasaan Tiffany sekarang. Sangatlah hancur. Tangannya mengepal kuat. Rasanya ia ingin membunuh siapa saja yang membuat keluarganya seperti ini.

Lima detik kemudian ia tak merasakan titik-titik hujan membasahi kepalanya. Padahal jelas-jelas ia masih melihat hujan deras berturunan. Kepalanya kemudian menghadah keatas. Dan ia mendapati sebuah payung hitam mempayungi dirinya. Lalu saat ia melihat siapa memiliknya, emosinya langsung naik.

Itu ayahnya.

Ayahnya dengan tampang tanpa dosa, datang kesini dan tersenyum padanya seolah tak terjadi apa-apa. Tiffany langsung berdiri dan menepis payung yang dipegang ayahnya itu. Alhasil rintikan hujan membasahi tubuh mereka berdua.

"Miyoung-ah...,"panggil ayahnya lirih dan wajah memelas.

Tiffany memalingkan wajahnya menatap kearah lain,"Untuk apa kau kesini ?"tanya Tiffany tak mau menatap ayahnya itu. "Tentu saja untuk menemui istriku, Miyoung."jawaban yang keluar dari mulut ayahnya itu justru membuatnya emosi.

"Apa ? Kurasa ibuku tak mempunyai suami brengsek, yang meninggalkan istrinya demi pelacur diluar sana."

PLAK!

"Jaga ucapanmu!"

Kepala Tiffany menjadi menghadap ke arah kanan karna tamparan itu. Pipinya memerah. Dadanya naik turun menahan emosi. Segera ia menghadapkan kepalanya kearah ayahnya dengan sorot kebencian.

"Apa ?! Aku benar ! Eomma seperti ini gara-gara kau! Dan kau tahu, eomma selalu mendoakan kau supaya cepat kembali, tapi apa ? Kau terlalu asik dengan perempuan-perempuanmu itu!"teriak Tiffany ditengah-tengah hujan deras ini.

"Anak tak tahu diri kau!"maki ayahnya itu. Tetapi tetap saja itu tak berpengaruh bagi Tiffany.

"Aku tak salah dengar ? Yang tak tahu diri itu aku atau...appa ?"nada mengejek terselubung diantara perkataannya.

"Hwang Miyoung!"

"Sudahlah, lebih baik aku pergi. Dan saat kita bertemu lagi, aku tak akan menganggapmu appaku lagi."finalnya lalu pergi dari situ dan meninggalkan ayahnya yang masih terdiam menahan emosi.

"Appa hanya mencoba yang terbaik untuk kalian."

~~<>~~

Tatapannya nanar menatap sebuah makam di depannya ini. Baekhyun berjongkok lalu meletakan sebuah buket bunga yang baru saja ia beli keatas makam. Sesekali ia menghembuskan nafas gusar. Berharap bebannya sedikit hilang.

"Sica-ya.."

"Kenapa...,

...kau meninggalkanku ?"

DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang