15--[into the truth]--

1.6K 165 11
                                    

"Sekarang kau hanyalah tinggal kenangan. Maaf karena aku sempat melupakanmu."
.
.
.
.
.
.
.

Matahari telah terbenam. Dan saat ini bulanpun menggantikan tugas matahari untuk menyinari bumi, walaupun sinarnya tak seterang matahari. Angin semilir berhembusan. Membuat beberapa helaian rambut gadis ini berterbangan. Gadis itu menatap kosong pemandangan yang dapat ia lihat dari balkon rumahnya.

Tiffany saat ini sangat merindukan orang tuanya. Merindukan kasih sayang orang tuanya. Ah salah, ia hanya merindukan ibunya. Tidak untuk ayahnya.

"Eomma, aku sudah membalas mereka, apakah itu semua cukup ? Mereka telah membuat keluarga kita hancur."ucap Tiffany sambil menerawang kerlap-kerlip bintang yang bertebaran dilangit. "Apakah berbuatanku ini benar ?"

Entah mengapa, angin berhembus lebih kencang sekarang. Tiffanypun bergegas kedalam. Dan betapa terkejutnya dia saat mendapati seorang yang sangat ia kenal berdiri dihadapannya. Wanita itu memakai baju serba putih dan wajah nampak sangat damai.

"Eomma ?!"

Tiffany hanya diam terpatung. Ia masih tak percaya apa yang ia lihat sekarang. Itu ibunya, seseorang yang sangat ia rindukan.

"Miyoung kemarilah, peluk eomma."

Sebenarnya tanpa disuruhpun Tiffany akan memeluk ibunya itu. Karna tadi ia sangat shock, Tiffany tak tahu harus berbuat apa. Tiffany memeluk ibunya sangatlah erat. Menyalurkan seluruh kerinduannya pada wanita paruh baya ini. Air matanya tanpa disuruhpun langsung keluar. Ia sangat bersyukur bisa bertemu dengan ibunya lagi.

"Miyoung-ah, kau tahu ibu belum tenang di Surga ? Sebenarnya ibu kecewa denganmu."ucap roh ibunya itu. .

Tiffany hanya terdiam. Menunggu kelanjutan ucapan ibunya.

"Ibu tak akan menyalahkan oranglain atas kehancuran keluarga kita, ibu tak akan menyalahkan appamu yang saat itu meninggalkan kita, itu semua adalah takdir Tuhan."

"Tetapi, mereka memang pantas menerima hal itu, mereka tak se-"

"Ssst, apakah ibu pernah mengajari kau balas dendam saat ibu masih hidup ?"

Tiffany hanya menggeleng lemah dipelukan ibunya.

"Tidak seharusnya kau mencelakakan oranglain dengan cara tak terpuji itu, dan juga kau menjebak orang lain juga, kan ? Perlu kau tahu ibu selalu mengawasimu."

Benar. Tiffany sadar sekarang. Tak seharusnya is berlaku begini. Tetapi semua sudah terjadi. Tidak ada yang bisa diperbaiki.

"Tetapi eomma...hiks..semua sudah terlambat, aku yang telah membuat semua orang membenci Taeyeon dan juga mempengaruhi Krystal sehingga dia membunuh orangtua Taeyeon, aku menyesal eomma..hiks,"sesal Tiffany.

Ibunya mengelus surai coklat Tiffany lembut.

"Tak ada kata terlambat. Pasti ada jalan keluarnya, ibu akan selalu bersamamu, Miyoung-ah."

Lalu mereka melepaskan pelukan mereka tadi. Dan menatap satu sama lain.

"Percayalah ibu akan selalu bersamamu, jangan kalah dengan ujian yang diberikan oleh Tuhan padamu, karna ibu akan selalu membantumu."

"Aku percaya itu, tapi kumohon eomma jangan pergi."pinta Tiffany, tetapi dijawab gelengan oleh ibunya.

"Tidak bisa Miyoung-ah,"

Dan dalam sesaat ibunya hilang dari pandangannya.

~~<>~~

DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang