Saat Sania berpikir untuk tidur saking bosan dan ngantuknya. bel sekolah berbunyi, membuat para pendengarnya senang.
Sania yang mendengarnya hanya berusaha membuka matanya yang sudah tak mampu untuk menahan kantuk. Namun, karena sahabatnya yang terus mengguncang-guncangkan tubuhnya dengan terpaksa Sania membuka matanya dan bangun.
"Eh bel bunyi tuh. Yes balik! Nebeng ya naik motor lo." Kata Seren memeluk Sania.
"Ketauan osis gimana?" Tanya Sania malas, sebenarnya ia tak peduli.
"Coba aja dulu." Kata Seren memberi harapan.
Lalu mereka berjalan menuju parkiran dimana Sania meletakkan motornya. Tidak ada anggota osis disana. Berarti aman bagi mereka untuk pulang.
"Yu balik!" Sambil memakai helm, Seren pun naik ke jok belakang.
Saat mereka berada di depan gerbang, ada yang berjaga disana. Dan alhasil mereka dimarahi karena membawa motor saat MOS.
"Kenapa ade bawa motor? Kan dilarang." Kata perempuan yang berjaga di pintu gerbang itu.
"Maaf ka, saya tadi buru-buru jadi saya bawa motor aja. Nanti besok engga saya bawa lagi ko motornya. Nih ka kuncinya." Kata Sania pasrah menyerahkan kunci motornya.
"Nanti kamu bisa ambil kuncinya di ruang guru. Tapi harus orang tuamu yang mengambilnya." Seru perempuan itu.
"Yaudah deh ka gapapa."
Saat Sania selesai memberikan kunci motor pada anggota osis, saat itu juga ada yang mencegahnya. Suara itu bukan suara sahabatnya, Seren. Suara itu suara seorang pria.
"Gausah dikasihin kali. Sini!" Pria itu turun dari motor dan mengambil kunci motor Sania.
"Kamu juga bawa motor de?" Tanya anggota osis padanya.
"Iya? Kenapa? Rumah saya jauh. Saya ga mungkin ngerepotin orang tua saya. Dan kaka, sebagai osis atau apalah. Jangan ngambil kunci motor dia, kan dia udah bilang alesannya, kesiangan. Dan kalau dia ga bawa motor mungkin dia bakal telat banget. Dan hukuman telat itu lebih berat dari pada harus dimarahin karena bawa motor." Jelasnya panjang lebar, mendengar itu perempuan yang tadi memegang kunci motor Sania langsung memberikan kuncinya pada pria itu.
"Nih kuncinya. Lain kali kalau mau berangkat jangan kesiangan ya."
Pria itu memberikan kembali kunci motor Sania yang awalnya dipegang oleh anggota osis. Sania hanya bisa terpaku dan lagi-lagi pipinya memerah. Ah dia begitu mudah dibuat seperti ini oleh pria itu.
"E-eh makasih." Kata Sania kikuk.
"Iya sama-sama. E-em Sa..ni..a. oh Sania. Gue duluan ya. Minggir lo osis." Dia berusaha membaca name tag Sania.
Anggota osis yang berjaga memberi jalan kepada pria itu. Dan Sania terus terdiam memperhatikan punggung pria yang sampai sekarang ia tak mengetahui namanya.
"San balik yu! Cepet sebelum osis berubah pikiran. Bapernya di rumah aja woy!" Bisik Seren sambil menyenggol lengan Sania. Membuat lamunannya buyar.
"I-iya."
Sania menyalakan motor maticnya. Mengendarainya keluar sekolah dan mengantar sahabatnya itu pulang ke rumah.
Diperjalanan mereka hanya saling diam, dengan pikiran mereka masing-masing. Sania masih memikirkan pria itu. Sedangkan Seren terus membayangkan Fathur.
* * *
Sampainya di rumah Seren, lamunannya buyar. Dia tidak ingin sahabatnya melihat pipinya masih memerah sejak tadi.
"Ah cie masih baper lo? Jangan-jangan itu cowo yang lo tabrak tadi? Terus itu juga cowo yang lo liatin di lapangan basket? Ganteng loh San. Gue kepincut nih kayanya." Goda sahabatnya itu.
"Eh ga boleh. Eh maksudnya.." Sania begitu malu sekarang.
"Malu-malu segala sih, biasanya lo koar eh sekarang lo kaya cewe manja gitu yaa. Gue ga kepincut ko tenang aja. Tu cowo punya Mak Lampir gue." Kata Seren menepuk pundak Sania.
"Udah ah Ren, gue balik ya." Kata Sania pamit.
"Ga mau masuk dulu? Mamah gue pasti nyariin lo." Kata Seren menatap Sania.
"Engga deh, salam aja buat mamah lo. Gua duluan yaa. Daah!" Sania melambaikan tangannya.
"Hati-hati. Bapernya kalau udah sampe rumah. Jangan sampe lo mati ketabrak cuman gara-gara mikirin tu cowo." Kata Seren ikut melambaikan tangan.
"Ga lah!"
Sania langsung mengendarai motornya untuk pulang. Ibunya tidak boleh tau kalau dia sedang jatuh cinta. Ah entah apa namanya, mungkin ini yang dinamakan jatuh cinta pada pandangan pertama. Atau sekadar perasaan suka semata? Dia tidak tahu pasti. Yang ia tahu pasti adalah dia bahagia setelah melihat pria itu. Jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya. Senyum merekah dengan sendirinya. Dia suka hal ini. Sudah lama dia tidak merasakan perasaan seperti ini.
* * *
Saat sampai di rumahnya, ia memarkirkan motornya di garasi rumah. Melepas sepatu beserta kaus kakinya. Melangkah masuk, berseru memanggil mamahnya.
"Maah aku pulaang!"
"Tumben seneng banget? Ketemu cowo ganteng ya di sekolah? Pipinya merah gitu." Goda ibunya pada Sania.
"Ah mamah, engga ko. Udah ah Sania cape mau tidur siang dulu."
Rencananya ingin tidur siang pun buyar. Wajah itu kini menghiasi pikirannya. Berusaha dia mengusirnya namun muncul lagi, lagi dan lagi.
Sania bangun, lalu duduk di meja riasnya. Menatap wajahnya yang sedari tadi memerah, dia merapihkan rambutnya. Mencoba semua ekspresi, tersenyum, cemberut, marah dan lain-lain.
"Cantik juga gue, imut kaya cewe Korea gitu yaa.. Ah mamah sama ayah bisa aja bikin yang kaya gue."
Sania terdiam, menatap kosong wajahnya yang terpantul di cermin.
Sania PoV
Apa dia nanti suka sama gue? Atau gue yang suka sama dia? Ya gue mah udah pasti suka. Lah dia?
* * *
![](https://img.wattpad.com/cover/86102876-288-k513752.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
With You Babe❤
RandomGue udah putusin kalau gue akan terus mencintai lo. Ya walau sikap lo yang kadang anget terus dingin lagi, gapapa lah ya. Liat rambut lo di keramaian aja udah seneng, apa lagi liat senyum lo. Gue ga tau lo suka sama siapa, atau mungkin cinta sama si...