Pulang

104 9 11
                                    

Suasana malam memang tak secerah siang, namun malam bisa membuatmu tertidur merasakan sejuknya. Sedangkan suasana pagi bisa membuatmu kembali tertidur dalam keadaan apapun.

Kadang, kami para manusia selalu mengeluh pada alam. Kami mengeluh saat hujan turun padahal kami sedang berlatih di lapangan. Kami mengeluh pada teriknya matahari karena membuat kami berkeringat dan gelisah. Kami mengeluh pada angin kencang saat kami sedang dalam keadaan sakit. Kami mengeluh pada malam hari yang seharusnya sejuk namun terasa panas. Terus seperti itu hingga pada akhirnya dari diri kami masing-masing tersenyum menikmati indahnya nikmat yang Tuhan berikan.

* * *

"San?" Panggil Aldan mencoba membuat Sania sadar dari pingsannya. Aldan sudah beberapa kali menepuk-nepuk pipi Sania yang terasa dingin. Ia tidak mungkin membawa Sania pulang dengan kondisinya yang seperti ini.

"San ayolah bangun.. gue ga bakal marah lo pingsan kaya gini gara-gara gue." Kata Aldan kembali menepuk-nepuk pipi Sania dan hasilnya tetap nihil.

Aldan melepas jaketnya, melipatnya seakan-akan bentuknya seperti bantal lalu kepala Sania ia tidurkan diatas jaketnya tadi. Aldan menunggu Sania bangun, ia melihat sekeliling ruangan yang gelap. Di dinding kelas terlihat cahaya bulat, lalu ia mengikuti asal cahaya itu dan ternyata asalnya dari senter Sania.

Aldan PoV

Lo takut gelap San? Sampe lo nyalain senter..

Author PoV

Keheningan malam menjadi saksi bahwa Aldan kini sedang menunggu Sania. Kedua kalinya ia membuat Sania pingsan seperti ini, dan jangan sampai ada yang ketiga, keempat dan seterusnya. Cukup sampai kali ini saja.

Aldan membuka ponselnya, terlihat disana sudah pukul sembilan malam. Aldan tidak peduli kalau ia harus pulang tengah malam hanya untuk menunggu Sania sadar, Aldan mencoba menelpon nomor Sania.

[Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif-]

Aldan PoV

Pantesan lo ga chat gue, begonya Sania ya gini nih!

Author PoV

Aldan kembali mencoba membangunkan Sania, menepuk dahi, pipi, dan hidung Sania secara bergantian.

"SANIA!" Teriak Aldan semakin panik.

Kelopak mata Sania mengerjap pelan, Aldan tersenyum, Sania membuka matanya perlahan. Menyesuaikan penglihatannya agar tidak buram.

"Takuut.." Rengek Sania dengan suara getar, tubuhnya pun ikut bergetar. Aldan yang memegangnya merasa sangat bersalah pada Sania.

"Iya iyaa ada gue San. Udah ya jangan nangis." Aldan mencoba menenangkan Sania.

"Sania takut sendirian, Sania ga mau di tempat gelap. Nanti ada hantu jahat yang gangguin." Kata Sania sambil menangis parau layaknya seorang anak kecil.

"Ga ada hantu San. Udah ya kita pulang?" Kata Aldan merapihkan poni Sania.

"Iya Sania mau pulang.." Kata Sania menatap Aldan.

Aldan dengan cepat membereskan tas Sania, memasukkan senter kecil milik Sania, menutupnya, lalu menggendong tas Sania untuk mempermudah menuntun Sania.

"Bentar ya, pintu kelasnya dikunci dulu." Kata Aldan melepas rangkulannya. Sania menarik jaket bagian bawah milik Aldan untuk berpegangan, wajah Sania menampakkan bahwa ia masih takut.

"Ga usah takut. Kan ada gue." Kata Aldan kembali merangkul Sania mencoba menenangkan.

"I-iyaa.. tapi Sania tetep ga suka gelap Dan.. Sania ga mau sendirian.. Sania takut kalau sendirian nanti semua orang yang Sania sayang pada pergi." Sania kembali menangis.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 06, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

With You Babe❤Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang