Pingsan

91 13 2
                                        

Pelajaran dimulai seperti biasa, Sania memiliki cukup energi untuk tetap fokus pada pembelajaran, walau perutnya sedari tadi meronta-ronta ingin makan. Sania beberapa kali terus mengelus perutnya seperti ibu yang sedang hamil.

"Lo hamil San?" Tanya Seren dengan suara yang cukup keras, membuat semua teman-temannya menoleh ke arah Sania bersiap untuk tertawa, namun tidak jadi setelah melihat raut wajah Sania saat dirinya menoleh.

"Lapeer." Jawab Sania sambil meringis, wajahnya terlihat pucat pasi dengan kulitnya yang putih membuat dia terlihat seperti mayat.

Raut wajah teman-temannya melemah, seperti handphone yang tidak dicas, mereka kasihan dengan Sania. Takut Sania sakit, masuk UKS, masuk UGD, rawat inap lalu tak ada lagi yang membuat kelas jadi ribut saat belajar.

"Yaudah kamu makan dulu aja Sania." Kata bu Pipit memegang pundak Sania.

"Ibu jangan khawatir banget ah, lebay bu. Bentar lagi juga istirahat, ibu lanjut nerangin aja." Jawab Sania sambil berusaha tersenyum, padahal istirahat masih satu jam lagi, dan Sania mengatakan 'sebentar lagi' teman-temannya hanya menggelengkan kepala ikut merespon.

"Nanti kamu mati gimana?" Tanya bu Pipit lagi.

"Ya dikubur lah." Jawab Sania santai.

"Beneran kamu gapapa?"

"I'm okay." Kata Sania mengacungkan jempol. Di dalam sana, terjadi kontroversi antara pihak perut dengan otak. Pihak perut memilih untuk keluar kelas dan makan, sementara pihak otak tetap tidak mengijinkan.

Sania menghela napas panjang, merasa begitu lelah padahal dirinya hanya duduk dari tadi, ia mengusap dahinya yang tiba-tiba bercucuran keringat.

Sania membuka handphonenya dan mengirim pesan ke Aldan, mungkin dengan mengirim pesan ke Aldan perutnya tidak akan merasa lapar lagi.

Sania: Lapeer.
Aldan: Makan lah.
Sania: Makan apa yaa..
Aldan: Terserah lo lah, lo yang mau makan napa gue yang repot..
Sania: Bantuin usul dong(:
Aldan: Ga
Sania: Makan bareng ya istirahat?
Aldan: Ga
Sania: Oke gue tunggu di depan kelas ya, gue tunggu sampe lo dateng. Daah
Aldan: Serah

Sania tersenyum, ia melirik jam di atas papan tulis, sebentar lagi ayolah perut damai bentar ngapa sii, gumamnya pelan.

Saat yang ditunggu-tunggu pun tiba, bel berbunyi sangat nyaring, Sania berjalan ke ambang pintu. Berdiam diri, menengok ke arah kelas Aldan, dia tidak melihat pujaan hatinya.

"Makan yu San, kasian gue sama lo. Muka lo kaya mayat sumpeh." Ucap Reina pada Sania yang berjalan diikuti oleh Seren dan Putri.

"Ga ah. Duluan aja, gue lagi ngajak bareng Aldan. Dah guys!" Sania melambaikan tangan tetap berdiri di ambang pintu.

"Ya jangan di pintu juga. Ntar lamarannya balik lagi." Kata Seren berjalan melewati Sania, diikuti oleh Putri dan Reina.

"Lamarannya balik lagi tu lupa bawa mahar." Jawab Sania tersenyum.

"Serah lo! Gue duluan ya mau makan." Kata Seren berjalan menuju kantin dengan Putri dan Reina yang melambaikan tangan.

"Bilangin ke mamang somay, gue agak telat gitu!" Teriak Sania, ketiga temannya mengacungkan jempol tanda setuju.

Sania masih menunggu Aldan di ambang pintu, terlihat santai namun hatinya gusar, gusar akan keberadaan Aldan. Jelas-jelas Aldan tidak akan mau, tapi Sania tetap menunggunya, sesekali ia duduk di samping pintu, melihat orang hilir-mudik berjalan di depannya.

Sania tersenyum melihat jam, sebentar lagi bel masuk akan bunyi dan Aldan tidak datang. Namun harapan Sania begitu kuat, dia tetap menunggunya sampai ia merasakan lidahnya begitu pahit, dan sekarang pasti wajahnya bertambah pucat.

Tubuh Sania semakin lemas, kakinya tidak kuat lagi menopang berat badannya untuk tetap berdiri menunggu Aldan. Perutnya melilit, kepalanya mulai pusing, ia meringis kesakitan meremas perutnya. Iya sakit, se sakit inikah menunggu Aldan hanya untuk makan siang bersama di kantin?

Perlahan Sania mendudukkan badannya di samping pintu, keadaan kelas kosong, ia tidak mungkin berteriak mengatakan 'lapar' saat seperti ini. Untuk duduk saja sakitnya begitu terasa, bagaimana ia mampu berteriak meminta tolong. Ia duduk, tatapan Sania mulai sayu, bukan karena mengantuk. Matanya saja tidak kuat untuk tetap berkedip menunggu Aldan, dan jadilah Sania pingsan. Pingsan disamping pintu kelas, orang-orang yang berada tidak jauh dari Sania melihat Sania jatuh ke lantai begitu saja, langsung mereka berlari melihatnya. Temannya, Dimas mengguncang-guncangkan tubuh Sania. Sania tidak sadar, wajahnya tetap pucat, matanya terpejam rapat, tangannya dingin, mulutnya mulai membiru seperti kedinginan.

***

"Daan ada yang main gaple noh di depan kelas Sania." Kata Ali melihat kerumunan di depan kelas 10.5

"Bukan main gaple, denger dari yang lain mah Sania pingsan depan pintu." Kata Salwa ikut bicara. Aldan yang mendengarnya langsung dibuat takut namun berusaha rileks.

Aldan PoV

Sania? Pingsan? Apa karena nunggu gue buat makan siang bareng? Ga mungkin lah, paling dia tidur. Pikir Aldan saat mendengar perkataan Salwa.

With You Babe❤Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang