"Bangun mas, udah bel pulang. UKSnya mau ditutup." Kata anak PMR mengguncang-guncang tubuh Aldan. Setelah sekian lama berusaha membangunkan, akhirnya Aldan bangun juga. Wajahnya terlihat begitu lesu.
"Hm iya." Aldan berusaha duduk dengan mata yang masih tertutup. Berusaha mengerjap-ngerjap matanya dan melihat tubuh Sania yang masih tertidur dengan mulut terbuka. Aldan berjalan menuju kasur disebelahnya, mengguncang-guncang pelan tubuh Sania membangunkan.
"Nanti maah lima menit lagi deh." Kata Sania tanpa sadar.
"Gila! Woy bangun uksnya mau ditutup bego!" Aldan menjambak rambut Sania, membuat Sania kesakitan dan langsung terbangun. Anak PMR yang menyaksikannya hanya cekikikan dari tadi.
"Pho!" Teriak Sania dengan wajah marah.
"Siapa yang perusak dasar bego!"
"Lo ngerusak hubungan gue sama kasur ini, gue udah nyaman tau ga?" Sania memeluk bantal yang ada disampingnya.
"Serah! Gue mau pulang." Aldan membalikkan badan lalu meninggalkan Sania.
"E-eh tunggu. Maaf ya kaa gue ketiduran, gue bangun tidur emang cantik ko jadi ga usah terpesona gitu. Misi ka." Kata Sania pada anak PMR, membungkukkan badan didepannya lalu terbirit-birit lari menyusul Aldan.
Langkah Aldan yang lumayan cepat membuat Sania harus lebih menambah tenaganya untuk bisa berjalan sejajar dengan Aldan. Dan akhirnya ia pun bisa, di sebelah kanan kini telah berdiri Sania yang jalannya tidak sesemangat seperti biasanya. Ia harus akui bahwa tubuhnya masih lemas walau sudah makan nasi kuning.
Aldan tak melirik Sania sedikitpun, namun matanya mampu menjangkau wajah Sania dalam penglihatannya. Aldan bisa melihat wajah Sania yang masih pucat, mata yang masih sayu, langkah yang gontai, tangan yang dingin.Mereka menelusuri lorong kelas berdua, Aldan berbelok ke kelasnya sementara Sania masih harus lurus untuk berbelok ke kelasnya. Di kelas Aldan,
"Ga tega gue liat dia kaya mayat gitu, apa gue anter dia pulang aja ya? Ah ga usah lah ntar dia ngelunjak." Aldan membereskan tasnya dan langsung berjalan menuju parkiran.
Sementara Sania sangat lambat membereskan tasnya, memikirkan bagaimana reaksi ibunya jika tau dia di sekolah pingsan. Sania merogoh tasnya, mencari kunci motor dan dia tidak mendapatkannya
"Kunci motor gue kok ga ada sih? Diambil Seren apa yaa? Coba gue chat dia aja." Sania mulai mengirim pesan pada Seren.
Sania: Kunci motor gue di lo?
Seren: Yaa, dan sorry gue ga bisa jemput lo sekarang.
Sania: Loh kok gitu?
Seren: Gue lagi b-a-b San, plis jangan ganggu konsentrasi gue!
Sania: Yaudah gue naik bus aja.
Seren: Thanks, nanti pulang lo gue pijitin deh.Sania menutup ponselnya, berjalan menuju halte depan sekolah. Langit sudah gelap, menyisakan awan hitam yang siap menumpahkan air matanya. Sania lekas meneduh di halte saat hidungnya terkena tetesan air hujan. Halte sepi, menyisakan Sania yang duduk disana.
Aldan menyalakan mesin motornya, mengendarainya tanpa berpikir akan mengantar Sania pulang. Saat melewati halte, dia tahu Sania ada disana duduk sendirian melambaikan tangan sambil tersenyum padanya. Yang Aldan lakukan hanyalah terus menatap ke depan. Di perjalanannya, langit bertambah gelap, gemuruh hujan sudah terdengar, sesekali ada kilatan petir yang membuatnya terkejut. Hujan turun dengan petir yang menyertainya.
Sania melihat Aldan lewat hanya bisa melambaikan tangan sambil tersenyum manis. Lalu menggoyang-goyangkan kakinya bosan. Busnya tidak kunjung datang sampai hujan turun deras, perutnya mulai terasa dingin. Kepalanya kembali pusing, tapi dia hanya tersenyum layaknya gadis kecil yang siap menerima hadiah.
"Duit gue abis, gue ga bawa minum, masa gue makan hp gue sih saking lapernya." Kata Sania menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, Sania melirik jam tangannya, sudah menunjukkan pukul lima sore.
"Yah nunggu lagi deh." Gumam Sania tersenyum.
* * *
Aldan sampai di rumahnya, dengan dirinya yang sudah basah kuyup. Mengetuk pintu sambil berteriak,
"Ndaa Aldan keujanan. Bunda jangan marah ya." Kata Aldan yang tetap berdiri di depan pintu, takut ibunya akan marah jika dia masuk dengan keadaan badah kuyup.
"Iya sayang, gapapa masuk ajaa. Engga mamah jewer ko." Kata ibunya membukakan pintu.
"Bun Sania masih di halte, nunggu bus." Aldan mulai cerita sambil dirinya memasuki rumah.
"Kok ga kamu anter pulang? Udah sore terus hujan, pasti di haltenya sendirian kan?" Tanya ibunya sambil menutup pintu.
"Iya, di sekolah dia pingsan gara-gara nungguin Aldan makan siang bareng. Aldan kan ga mau." Aldan membalikkan tubuhnya, menatap pasrah pada ibunya.
"Sekarang mending kamu jemput Sania. Sebelum dia dibegal." Saran ibunya memegang pundak Aldan lalu tersenyum.
"Ga ah, biar pulang sendiri aja." Kata Aldan berjalan menuju kamarnya, walau mulutnya berkata seperti itu tapi hatinya bertolak belakang. Ingin rasanya ia menjemput Sania dan mengantarnya pulang dengan selamat, namun egonya sedang menguasai dirinya saat ini.
Langit kembali berteriak, Aldan mendengar teriakan itu merasa khawatir pada Sania, kini dia sedang bersantai di kasurnya, menatap langit-langit dengan tumpang kaki layaknya bos besar. Dan ya, listrik di rumahnya mati, Aldan yang terbiasa dengan kegelapan tidak berteriak kaget seperti ibunya.
"Jangan kemana-mana San, gue jemput lo. Semoga lo ga pingsan lagi." Aldan mengambil dua jaketnya, helm dan kunci motor, berjalan menuju garasi dan langsung mengendarai motornya ke arah halte sekolah
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
With You Babe❤
Ngẫu nhiênGue udah putusin kalau gue akan terus mencintai lo. Ya walau sikap lo yang kadang anget terus dingin lagi, gapapa lah ya. Liat rambut lo di keramaian aja udah seneng, apa lagi liat senyum lo. Gue ga tau lo suka sama siapa, atau mungkin cinta sama si...