Saat orang itu tiba di depan pintu ruangan tempat Sasi berada, ia mulai membuka pintu tapi kemudian menutupnya kembali, karena menyadari ada suara motor yang datang di gerbang depan.
Dengan cepat ia berlari dan keluar lewat salah satu jendela tempat ia masuk ke rumah itu dan pergi lewat sisi belakang rumah.
Sasi masih belum menyadari bahwa orang itu sudah pergi, Sasi tak bisa lagi berkonsentrasi untuk merasakan langkah kakinya, yang ia rasakan hanyalah ketakutan. Ia benar-benar takut.
Sementara itu Zen sampai dengan motornya lalu memarkirkan motornya kesembarang tempat dan langsung berlari kedalam rumah. "Glenn, dimana dia?!'' Teriak Zen lewat earphone yang ia pakai.
"Lari lah kesisi samping kanan, ia berencana kabur lewat dinding.'' Jawab Glenn.
Dengan cepat Zen berlari dan mendapati orang tersebut sudah memanjat tembok dan akan melompat. Tepat sebelum orang itu melompat Zen melempar pisau kecil berbentuk pena dari sakunya kearah orang itu.
"Argh!'' Teriaknya yang ternyata seorang laki-laki. Pisau itu mengenai betis kirinya. Ia lalu jatuh seketika kearah jalan yang ada disisi tembok.
"Bagaimana?'' Tanya Zen pada Glenn.
"Ah, ia berhasil kabur. Ada mobil yang menunggunya tidak jauh dari tempat ia melompat. Tapi tenanglah, aku sudah melihat plat mobilnya dan juga wajah pengemudinya lewat cctv.'' Suara Zen terdengar senang.
"Sasi?'' Tanya Zen lagi.
"Ah iya, terakhir kali aku melihatnya lewat kamera ia ada di perpus.''
Zen langsung berlari dengan cemas kearah perpustakaan mini di markas mereka itu.
"Sasi!'' Zen berteriak memanggilnya. Tak ada jawaban..
Zen berlari keujung ruangan karena mendengar suara deru napas seseorang yang tak beraturan.
"Sasi!'' Zen langsung berjongkok saat melihat Sasi bersembunyi dibawah meja kayu. Sasi tak meresponnya, atau malah ia tak mendengarnya.
Zen dengan cepat menarik Sasi agar keluar dari bawah meja.
Sasi terus tak berhenti gemetar walaupun Zen sudah mendekapnya erat.
"Sasi!'' Teriak Zen memegang bahu Sasi untuk menyadarkannya.
Sasi menoleh kearah Zen perlahan dengan pandangan kosong. Terlihat ketakutan yang amat besar dimatanya. Zen sesaat terpaku, ia tak tahu harus bagaimana.
Setelah agak lama menatap Zen, Sasi membuka mulutnya.
"Ze..zen..'' hanya satu kata itulah yang keluar dari mulutnya dengan susah Payah.
"Tenanglah, semuanya akan baik-baik saja.'' Zen memeluk Sasi dan menenangkannya.
Sasi meremas kuat-kuat ujung baju Zen sampai buku-buku jarinya memutih.
Wajahnya pucat pasi, tangan dan kakinya menjadi dingin. Sasi sepertinya sangat shock.
Zen terlihat sangat kesal dan bersalah. Seharusnya ia tinggal dan menjaga Sasi. Untunglah Glenn memasang cctv dan sensor disetiap sudut rumah, jadi ketika seseorang melewati pagar atau tembok rumah ini, maka alarm bahaya yang terpasang di macbooknya yang selalu dibawa Glenn kemana-mana pasti menyala.
Zen mulai panik, Sasi tak berhenti gemetar dan ketakutan setelah lebih dari sepuluh menit ia menenangkannya.
Zen mengambil handphonenya yang ada didalam saku dan langsung menelpon seseorang.
"El! Dimana kau?!'' Zen berteriak tak sabar.
"Sebentar lagi kami sampai, kami terkena macet. Aku sudah melihat kondisinya lewat cctv, sepertinya ia mengalami shock berat, jadi aku sudah memanggil dokter Alvin! (Baca S.A)'' El berkata cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Guardian Kids
AçãoSEQUEL S.A!! Walaupun blm baca SA tetep nyambung kok. Jadi nggak harus baca prekuelnya. . Guardian Kids... itulah sebutan untuk mereka yang selalu membantu yang memang pantas untuk dibantu, dan juga pengacau yang selalu muncul menghebohkan negara-ne...