Kiara's POV
Aku segera menutup mulutku dengan cepat. Kalimat itu meluncur sendiri dari bibirku tanpa terpikirkan dengan matang. Mevil terlihat menatapku yang tengah melirik ke arah spion. Sekilas aku melihat semburat senyum di wajah tampannya."Tatap aku Kiara. Aku ingin kau menatapku." Katanya pelan sambil memeluk perutku dengan sebelah tangannya.
Aku segera menunduk dan tak ingin menatap kaca spion lagi. Mungkin sekarang wajahku sudah memerah karena ulahnya.
"Kiara. Aku bilang tatap aku." Ulangnya kembali sambil mengeratkan pelukannya diperutku.
Aku mulai mengangkat kepalaku dan menoleh ke belakang untuk dapat melihatnya. Ia nampak tersenyum dan mengecup bibirku singkat.
"Sekarang aku ingin kau duduk menghadap ke arahku." Katanya dengan nada memerintah.
"Ta...tapi di sini sempit." Kataku ingin menolak.
"Tidak sempit kok." Jawabnya meyakinkan.
Terasa kursi penumpang yang bergerak, ternyata Mevil telah mengatur kursi itu agar lebih tertarik ke belakang. Aku tak ingin dihukum lagi, dengan patuh aku memposisikan diriku untuk menghadapnya. Walau rasanya malu sekali, karena ia bisa melihat tubuh polosku dengan lebih leluasa.
"Bisa kan." Katanya singkat sambil tersenyum tipis.
"Hmm" Aku memilih untuk kembali menunduk.
"Hei, tatap aku Kiara." Katanya sambil mengangkat daguku dengan sebelah tangannya sedang tangannya yang lain mengelus punggung polosku.
Aku mengangkat kepalaku dan pandangan kami bertemu. Matanya yang hitam membuatku seakan terhisap oleh pesonanya. Hidungnya begitu mancung dan bibirnya berwarna merah merona.
"Kau suka padaku?" Tanyanya langsung tepat sasaran.
Aku menggeleng dengan cepat dan tidak tau mesti menjawab apa. Hanya gelengan yang terpikirkan olehku.
"Terus mengapa kau bilang tidak ingin tidur sendiri?" Tanyanya lagi dengan suara ketus.
"Aku... aku hanya tidak ingin kakek terus menerorku dengan pertanyaan tentang cucu. Kalau bisa secepatnya memberikan kakek cucu, mungkin kamu juga akan lebih cepat mendapatkan yang kamu inginkan selama ini."
"Tepat sekali. Ternyata kau cerdas juga. Baiklah, mulai hari ini aku akan tidur di kamarmu, dan kau juga boleh tidur di kamarku. Tapi hanya sampai kau mengandung, oke?"
"Iya." Jawabku singkat walau hatiku terasa pilu.
"Ingat perjanjian kita Kiara. Jangan sampai kau melanggar kontrak itu. Kau mengerti?" Tanyanya sambil kembali mengangkat daguku karena aku kembali menunduk.
Aku hanya mengangguk dan enggan untuk menatap wajahnya. Ia menarikku masuk ke dalam pelukannya dan mengelus punggungku dengan pelan. Kuhirup dalam aroma tubuhnya yang maskulin dan membuatku nyaman.
"Walau kau tidak boleh menyukaiku, kau juga tidak boleh menyukai pria lain. Itu sudah konsekuensi dengan kontrak yang kau tanda tangani. Kau mengertikan?"
"I...iya." Jawabku sambil mengangguk lemah.
"Anak pintar." Jawabnya seraya mengelus kepalaku dengan pelan.
Aku memberanikan diri untuk memeluk lehernya dengan erat dan menghirup aromanya dalam-dalam. Seberapa jahat dia kepadaku, tetap saja aku menyukainya. Aku merasa senang walaupun ia tidak pernah mencintaiku. Setidaknya ia masih suamiku yang sah secara hukum dan agama.
"Mau sampai kapan kau memelukku dengan erat seperti ini?" Tanyanya tanpa melonggarkan atau menjauhkan tanganku yang berada di lehernya.
Dengan segera aku melepaskan tanganku dan ingin beranjak dari dudukku. Tetapi ia kembali menarikku untuk mendekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wind Blows
ChickLitWaktu kecil orang tua kandungku meninggalkanku di panti asuhan. Hingga akhirnya aku diangkat oleh sepasang suami istri. Mulanya hidupku sangat bahagia. Mereka menyekolahkanku, Mereka memberikanku fasilitas yang memadai, Aku merasa di sayangi. Hingga...