Part 29 [I Wish]

22.2K 1K 85
                                    

Kinara's POV
Aku masih tidak bisa mempercayai kalimat itu, sudah terlalu lama kami tidak bertemu. Apakah kini ayah merindukanku? Aku tidak pernah lagi melihat ayah sejak mereka bercerai. Seingatku ayah sangat membenci anak cacat dan itu berarti ia juga membenciku. Apakah ayah ingin berdamai dengan masa lalu? Di saat pikiranku berkecamuk akan praduga-praduga tak berdasar, aku menemukan fakta bahwa aku masih menginginkan sosok seorang ayah yang menyayangiku.

Kakiku terus melangkah ke ruang tamu dan aku terhenti saat menemukan bahwa pria yang sedang duduk di sofa itu bukan ayahku. Siapa pria itu? Mengapa dia mengaku sebagai ayahku? Apa dia seorang penipu? Aku ingin kembali ke dalam tetapi langkahku terhenti karena cekalan erat pada pergelangan tangan kiriku membuatku menengok dengan refleks. Senyum sinis menghiasi wajah pria asing itu, aku menatapnya tanpa ekspresi. Apa ia salah satu penggemar fanatikku?
Sedetik kemudian, kalimatnya membuatku membeku seketika.

"Kau mau kabur dariku lagi Kiara? Kau tidak bisa menikmati semua kekayaan ini sendirian, aku yang sudah menjualmu ke orang kaya itu. Jadi sudah sepantasnya kau membagi harta itu denganku. Tidak pantas jika kamu tidak berterima kasih dengan bantuan besar yang telah kuberikan selama ini. Aku sudah jauh-jauh datang ke sini, mengapa kamu tidak memberikan jamuan yang baik untukku. Sekarang kamu menjadi semakin tidak sopan saja."

Apa ia adalah ayah tiri Kiara yang telah menjual Kiara kepada Angelo? Jadi pria ini yang telah menghancurkan hidup Kiara. Aku menatapnya dengan sengit, pria ini harus diberikan pelajaran. Ia pikir aku akan memberikannya uang setelah ia menghancurkan kehidupan saudaraku? Jangan harap ia mendapatkan sepeser pun dariku.

Dengan kasar kutepis tangannya dan kuperintahkan satpam untuk mengusirnya dari kediamanku. Sayangnya ia berurusan dengan orang yang salah, aku boleh dibilang cacat fisik tetapi aku tidak pernah lemah mental.

"Dasar anak durhaka, kamu mengusir ayahmu dengan kasar seperti ini mentang-mentang sudah menjadi orang kaya."

Pria itu berteriak dan meronta-ronta dengan wajah memerah.
Untung saja ia bicara dalam bahasa Korea dan kebanyakan orang di galeriku ini atau bisa dibilang hampir semuanya tidak bisa bahasa Korea terkecuali aku.

Aku hanya menatapnya datar lalu meninggalkannya kembali menuju ruang kerjaku. Untung saja aku tidak menghukumnya yang telah menyulitkan hidup Kiara hingga saudara kembarku harus berpura-pura memerankan diriku. Orang jahat seperti itu akan mendapatkan balasan yang setimpal dari Tuhan, aku yakin hukum karma masih berlaku di zaman ini bahkan hingga akhir zaman.

"Dia benar-benar ayahmu?" Pertanyaan managerku hanya kutanggapi dengan gelengan.

"Dia bukan ayahku, hanya orang gila yang mengaku-ngaku sebagai ayahku."

"Aku benar-benar kaget saat melihatnya datang dan dengan angkuhnya berkata bahwa ia ayahmu dan saat ini mencarimu."

"Dia bilang ayah Kinara?" Tanyaku hati-hati.

"Oh tidak, ia membawa fotomu dan bilang kalau ia ingin bertemu denganmu. Katanya ia ayahmu."

"Oh, aku ingin melanjutkan lukisanku. Kau bisa keluar dulu, aku tidak ingin diganggu." Aku sudah tidak ingin membahas pria tidak bermoral itu.

Aku mengusir managerku dengan selembar kertas dan ia mendengus sebelum pergi meninggalkanku.

Bagaimana mungkin Kiara bisa hidup dengan pria seperti itu, apa selama ini ia telah hidup menderita? Tiba-tiba aku ingin bertemu dengan saudara kembarku itu dan menanyakan kabarnya.

Mengingat ayahku membangunkan dua sisi yang telah lama tertidur dibenakku. Disatu sisi aku merindukan kebahagian yang kami dapatkan sebelum kecelakaan itu menimpaku, disisi lain aku tidak ingin mengenang saat-saat menyakitkan di mana ayah memilih perceraian dan merenggut Kiara dari sisi kami. Aku sadar bahwa kehidupanku mungkin lebih baik dibanding Kiara, ibu tidak pernah membedakan kami walau sesekali Kiara memang mendapatkan porsi kasih sayang yang lebih banyak dariku.

The Wind BlowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang