Part 28 [Daddy?]

23K 863 73
                                        

Kiara’s POV
Selesei mandi, Mevil mengambil handuk yang kupakai dan mengelap tubuhku yang masih basah, ia menatapku dengan penuh perhatian. Lalu memakaikanku baju tidur yang sepasang dengan miliknya. Rasanya hari ini dia benar-benar memanjakanku. Ia menggandeng tanganku menuju tempat tidur. Mevilku, pria tampan dengan tubuh tegap berotot yang memiliki kulit selembut bayi dan wajah sekokoh patung Yunani.

“Yakin mau malam ini? Gak mau tidur aja?”

“Kamu gak mau ya? Kok nanya gitu berkali-kali sih? Kalau kamu tidak mau aku juga tidak bisa memaksamu.”

Kataku seraya menunduk dan memandangi kakiku yang bermain dengan asal.

“Bukan begitu, tapi aku hanya takut menyakiti si kecil.”

“Makanya lakukan dengan pelan.” Jawabku dengan memasang puppy eyes.

Ia menarikku perlahan dan mengecup kedua mataku seringan bulu.

“Begitu maksudmu?”

“Iya begitu, kalau begitu kamu tidak akan menyakiti si kecil.” Jawabku sambil menariknya mendekat dan mengelus pipinya lembut.

“Kata orang, anak akan meniru apapun yang dilakukan orang tuanya. Apalagi janin, ia akan bertumbuh seiring bagaimana kedua orang tuanya bersifat dan merawatnya selama di dalam kandungan. Berarti selama 7 bulan ke depan kita tidak boleh berantem ya?”

“Rasanya aku tidak pernah berantem denganmu, malah kamu yang selalu saja marah-marah dan ingin berantem denganku.”

“Oke, oke, jangan dilanjutin nanti si kecil dengar.”

Mevil melingkupi perutku dengan kedua tangan besarnya. Seolah ia sedang menutupi telinga si kecil agar tidak mendengar pembicaraan kami.

“Telinganya di mana ya?” Tanyanya polos, membuatku merasa gemas dengan sifatnya yang sangat manis itu.

“Angelo, coba tatap aku.” Kataku seraya mengamit dagunya.
Ia menatapku dengan dua mata bulatnya.

“Coba kita lihat, bagian mana yang baiknya diwarisi si kecil dari wajah elokmu ini.”

“Semua bagian diwajahku pantas diwarisi oleh si kecil.” Jawabnya bangga.

“Mata setajam elang, hidung semancung tokoh Yunani, bibir setipis kertas, pipi sekokoh bata, kulit selembut bayi. Ah, hanya kulitnya yang akan diwariskan.”

“Apa-apaan itu, kenapa hanya kulitku? Terus semuanya nurun kamu gitu?”

“Ya kan kalau mirip ibu, katanya anak pria akan jadi sangat tampan.”

“Hmmm, tidak buruk juga. Kamu cantik kok, tidak bisa dipungkiri kalau kamu memang cantik.” Katanya seraya mengelus kepalaku dengan pelan.

“Baru kali ini kamu bilang aku cantik.” Jawabku tersipu, malu.

Aku memberanikan diri untuk memeluk Mevil dengan erat, ia membalas pelukanku. Entah setan dari mana yang merasukiku, dengan berani aku mengecupi wajahnya dengan gemas dan membuat banyak tanda merah dilehernya. Ia tidak keberatan dan membiarkanku melakukan semua itu. Iseng, dengan berani aku memainkan rambutnya dan kembali menciuminya dengan gemas. Ia tetap tidak protes, dengan malu-malu kuletakkan tangannya di dadaku. Akhirnya ia tertawa. Ia hanya diam, aku  menatapnya dengan sedih dan kembali meletakkan satu tangannya di dadaku yang lain.

“Apaan? Kamu benar-benar sedang on fire gara-gara si kecil ya?”

“Iya, aku pengen kamu. Tapi kok kamu gak respon?”

Ia tertawa lebar dan membuatku berada dibawahnya, tadi aku yang berada diatasnya dan memainkannya sepuasku, sekarang ia yang memegang kendali.

“Kamu sudah pernah pacaran berapa kali?” Tanyanya sambil menyingkirkan anak-anak rambutku yang berantakan dengan perlahan.

The Wind BlowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang