Tak adil jika jarak menjadi alasan pemisah dua hati yang tertaut rindu. Waktu berbeda bukan pula menjauhkan ruang antara dua hati yang berpadu kasih.
Aku pergi penuh rindu. Mengubur asa yang masih membumbung. Aku berlari hianati kalbu. Membiarkanmu seorang diri menangis pilu.
Kutorehkan luka pada hatimu, berharap kamu segera lupakanku. Kuhindari sosokmu. Kuabaikan sapamu. Namun, hati lelah menipu. Kutegur kesendirianmu. Kutangisi air matamu. Aku tersenyum membalut luka. Kuabaikan ocehan para pendusta.
Kamu, dengan senyum yang selalu sama, menyambutku penuh rindu. Kau abaikan segala harga diri. Kau sapa aku di setiap pagimu. Kau pamit padaku di setiap malammu.
Aku berusaha tak acuh. Lagi-lagi aku ingin memilih pergi. Jauh dari hatimu, meninggalkan harimu.
Ego menyeruak. Berteriak meminta hak. Kujawab sapamu. Kumulai percakapan baru. Namun, hati memekikkan kebenaran padaku.
Kau dan aku tak akan pernah satu. Tak ingin kubilang kita berbeda. Bagaimana bisa berbeda kota menjadi alasan berpisah, ketika berbeda doa tetap memaksa bersatu, ketika yang sama menuai pertentangan.
Kutatap wajahmu dalam pendar cahaya dalam genggamku. Kukuatkan tekadku. Aku tak bisa bersamamu. Bukan demi egoku, tapi karena mimpimu.
Bukan aku yang bisa hadiahkan mimpi untukmu. Bersamaku hanya akan membawa mimpi buruk dalam setiap tidurmu. Hanya akan membawa keresahan di setiap pagimu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara Hampa
PoetryJangan percaya begitu saja pada matamu. Mata yang kau pikir memandang kejujuran itu kadang menipumu, terselimuti kabut dusta. Apa yang kau lihat, tak selalu itu yang terjadi. Apa yang kau dengar, tak selalu itu yang terucap. Apa yang kau ucap, tak s...