• 28 •

21 2 2
                                    

Seseorang pernah berkata padaku; tamu tak akan masuk jika tuan rumah tak membukakan pintu.

Seseorang lainnya lalu bertanya padaku; untuk apa berdiri di depan pintu jika tak pernah ada maksud untuk bertamu.

Jika pertanyaan itu kuajukan dulu, apa yang akan dijawab olehnya?

Jika pertanyaan itu diajukan untukku dulu, apa yang akan menjadi jawabanku?

Iya, kamu benar. Aku tak tahu.

Tapi, setidaknya kali ini aku berpikir untuk menjawab.

Kadang yang kamu lihat tak seperti apa yang sebenarnya terjadi.

Bagaimana jika orang yang dianggap berdiri di depan pintu, yang dirasa bermaksud bertamu, nyatanya hanya orang lewat yang ingin beristirahat sejenak?

Bagaimana jika orang yang dianggap berdiri di depan pintu, yang dirasa bermaksud bertamu, nyatanya hanya kebetulan menoleh pada pintumu?

Tak perlu rumit aku menjawab.

Pikirkan saja. Apakah setiap orang yang berdiri di depan pintumu berarti dia bermaksud bertamu?

Bagaimana ketika hujan turun dengan derasnya, matahari bersinar dengan teriknya, lalu seseorang berteduh di depan pintumu, apakah dia memang bermaksud untuk bertamu?

Kecuali memang mereka mengetuk pintumu, tak bisa kamu anggap mereka ingin bertamu.

Bahkan jika aku mengetuk pintumu, kamu selalu punya pilihan untuk tak membukakan pintu.

Bahkan jika kamu terlanjur membukakan pintu, kamu selalu punya pilihan untuk mengusirku keluar.

Bahkan jika kamu tak ada daya untuk mengusirku, kamu selalu punya pilihan untuk tak mengajakku masuk lebih dalam.

Seseorang pernah selalu mengingatkanku; jangan salahkan mereka yang melukaimu, kamu yang mengizinkan mereka menoreh luka.

Seseorang pernah selalu mengingatkanku; jangan salahkan mereka yang hancurkanmu, kamu yang memilih oleh siapa akan diremukkan.

Pengingat bagi diriku sendiri,
jika kelak aku lupa,
atas alasan apa aku terluka.

Rabu, 5 Juli 2017

Aksara HampaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang