Tersenyumlah wahai gadisku. Kusimpan belasan potretmu dalam kubus lima inci di genggamanku. Kutatap tiap malam sebelum terpejam mata lelahku. Kuratap tiap pagi, kurindukan sapa manjamu.
Kau boleh maki aku. Kau boleh caci aku. Kau boleh teriakkan pada dunia bahwa aku khianatimu, khianati kita.
Tetapi aku, tetap teguh pada pendirianku. Aku ingin kita tak lagi ada antara kau dan aku. Biarlah aku hanya jadi kenangan selintas dalam ingatanmu. Biarlah aku hanya jadi sesosok bayang yang akan segera sirna dari hidup bahagiamu.
Menangislah wahai gadisku. Relakan air matamu. Relakan segala angan tentangku. Aku bukanlah aku seperti yang kau harap. Percuma memupuk asa, kita tak kan pernah bersama.
Tersenyumlah wahai gadisku. Nikmati pedih yang menyayat hatimu. Kelak kau akan lupa hati pernah tersayat perih karenaku.
Lambaikan tanganmu wahai gadisku. Aku akan segera pergi dari hatimu. Bahkan harimu kalau perlu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara Hampa
PoetryJangan percaya begitu saja pada matamu. Mata yang kau pikir memandang kejujuran itu kadang menipumu, terselimuti kabut dusta. Apa yang kau lihat, tak selalu itu yang terjadi. Apa yang kau dengar, tak selalu itu yang terucap. Apa yang kau ucap, tak s...