Aku mengunyah coklat batanganku saat melihat Jimin tengah asyik menari dan bernyanyi dengan boy groupnya, BTS di salah satu acara TV. Awalnya baik-baik saja, sampai aku mendengar dari pembawa acara itu bahwa Jimin tengah dekat dengan seorang anggota girl group.
"Jadi itu yang dia lakukan selama empat minggu ini?" Tanyaku sinis lalu mematikan Tv tersebut dengan kasar dengan remoteku.
Kekasihku, Park Jimin itu memang sangat sibuk akhir-akhir ini. Ia sedang comaback dengan BTS dan konser sana-sini. Aku memakluminya tentu saja, karena aku mengerti siapa dia. Dia seorang idol dan hal itu membuatku mau tidak mau harus siap lahir batin jika harus tiba-tiba LDR dengannya.
Tapi aku tidak menyangka bahwa disaat-saat sibuknya ia bisa mencuri kesempatan untuk dekat dengan gadis lain. Oh ya, mereka sesama artis, sedangkan aku hanya mahasiswa biasa.
Daripada aku sibuk menggalaukan pria bertindik itu, lebih baik tidur. Galau terlalu lama berbahaya untukku.
****
Bruk
Bruk
Bruk
Siapa yang berani-beraninya melompat-lompat diatas kasurku! Aku yakin bahwa aku tidur sendirian di kamar ini. Dan kedua adikku tidak mungkin datang dan dengan gampangnya masuk kedalam kamar yang sudah ku kunci.
"Yak! Berhentilah!" Teriakku.
"Sayang, bangunlah! Kau tidak mau aku menunggu untuk sarapan kita bukan?"
Suara itu!
Kedua mataku yang tadinya terpejam sangat erat kini terbuka lebar. Memandang kearah pria bertopi hitam yang sangat aku rindukan dan sangat aku benci saat ini. Park Jimin!
Jimin tersenyum lebar memperlihatkan seluruh giginya kedepan wajahku, namun aku hanya menatapnya tidak berminat. Jangan kalian kira aku bisa melupakan kejadian semalam. Aku memang sangat ingin memeluknya saat ini, tapi aku sedang marah dengannya saat ini.
"Kenapa hanya menatapku seperti itu? Tidak berminat memberikanku hujan pelukan dan ciuman? Aku menunggu hari ini akan datang, tapi kau...." Jimin berucap seraya turun dari kasurku. Ia berjalan menuju jendelaku dan membuka tirainya.
Aku mengucek kedua mataku tidak peduli dan tubuhku masih betah untuk berada di atas tempat tidur yang sangat empuk ini. Sedangkan Jimin ada di sana, di depan jendela dan memandang kearahku yang tidak menatapnya sedikitpun.
"Awalnya aku sangat senang melihatmu tidur menggunakan kemejaku yang tidak sengaja kutinggal disini. Tapi melihat reaksimu tadi, aku berpikir ada yang salah denganmu. Katakan." Jimin mendudukkan dirinya di sofa dekat jendelaku. Dia sangat mempesona dan gentle pagi ini, namun aku menahan diri untuk tidak menerjangnya saat ini.
Aku hanya diam dan mencepol rambut panjangku asal-asalan, dengan Jimin yang masih setia memandang setiap gerak-gerikku. Aku melirik kemeja yang ku kenakan. Kemeja biru gelap milik Jimin yang tidak sengaja ia tinggalkan di rumahku lebih dari sebulan ini dan kini menjadi milikku begitu saja karena ia tidak pernah meminta kemejanya kembali.
Aku meliriknya sebentar, dan berkata "Aku sedang pusing memikirkan ulanganku minggu ini." Dengan singkat, padat, dan jelas.
Sebenarnya aku sedang menahan tangis. Aku tidak bisa menyueki Jimin, karena dia adalah pria yang sangat aku cintai tentu saja. Tapi aku tetap saja cemburu. Aku takut ia akan pergi.
"Aku yakin bukan itu masalahnya. Kau tidak pernah memikirkan kuliahmu jika sedang bersamaku, kau selalu berpikir kuliahmu akan baik-baik saja-
Dia berhenti berkata ketika aku berdecak dan bangkit dari tidurku. Cerewetnya sudah mulai keluar bersamaan dengan air mataku yang sebentar lagi akan menetes. Apa aku harus terus terang saja?!
"Kenapa kau bisa ada di sini? Jadwal comeback stage mu kan masih banyak." Bukannya menjawab, aku malah balik bertanya. Salahkan dia yang tidak peka.
Jimin menolehkan kepalanya kearah lampu meja nakasku yang masih menyala lalu beranjak untuk mematikannya. "Apa aku tidak boleh mengunjungi kekasihku?"
"Kau masih ingat kalau sudah punya kekasih rupanya." Kataku sarkatis.
Jimin tiba-tiba saja menarik sudut bibirnya, "Kau.... Sedang cemburu?"
Aku memutar kedua bola mataku dan meminum segelas air yang terletak di atas meja nakas itu. Jimin memang selalu menyiapkan segelas air putih tiap kali aku bangun pagi dan sedang mengunjungiku seperti hari ini.
"Kau tidak mau menjawab? Kenapa kau cemburu? Aku dengan Ji Young hanya-
"Hanya dekat dan rangkulan. Dan ketika pembawa acara itu menggodamu tentang gadis itu kau menjadi salah tingkah. Itu yang mau kau katakan, kan? Kau terlambat, aku sudah tahu, my boy." Aku tidak bisa menahan kalimat ini agar tidak keluar, dan setelah itu, ya aku menangis. Aku memang seperti ini, tapi bukan berarti aku cengeng.
Kau bayangkan saja, kau berjuang melanjutkan hidup, namun kekasihmu yang terkenal sedang bersenang-senang dengan wanita lain.
Jimin mematung. Hanya memandangiku yang berusaha agar tidak terisak. Air mata sialan ini jatuh begitu saja, aku lepas kendali. Aku memang bodoh, aku terlalu pencemburu. Aku tidak mau mendengarkan dia dan langsung saja menusuknya. Tapi aku seperti ini karena Ji Young memang bukan sainganku. Dia seorang idol yang cantik dan memiliki tubuh yang bagus, sangat berbeda jika harus dibandingkan denganku.
"Kau tidak tahu, bahkan ketika kau hanya bernapas dalam tidurmu, aku menyukainya. Ketika kau mengikat rambutmu, aku menyukainya. Ketika kau memotong perkataanku, aku menyukainya. Ketika kau memakai kemejaku, aku menyukainya. Dan ketika kau hanya menatapku sekilas, aku bahkan masih sangat menyukainya." Jimin berjalan mendekatiku yang tidak bergerak sedikitpun.
"Aku masih suka ketika kau cemburu dan marah. Kau tidak tahu, bahwa setiap detik aku memperhatikanmu, aku telah jatuh cinta. Aku jatuh cinta berkali-kali sejak bertemu denganmu. Aku tidak berlebihan, aku hanya mencoba untuk mengutarakan perasaanku yang sebenarnya dan aku yakin kau belum mengetahuinya."
Entah kemana perginya Jimin yang selalu tersenyum, Jimin yang selalu menghancurkan suasana saat kami sedang bermesraan, Jimin yang selalu berbicara dengan suara cemprengnya. Semua karakternya yang aku tahu seakan lenyap. Ditambah lagi, aku yang hanya bisa diam mendengarkanya. Aku ingin ia menyelesaikannya.
"Hanya dengan hal-hal kecil itu, aku masih bisa jatuh cinta dengamu lagi dan lagi. Mungkin kau menganggap bahwa kau tidak ada apa-apanya dibandingkan gadis-gadis itu, tapi percayalah. Hatiku telah terkunci, dan hanya kaulah yang bisa membukanya. Bukannya aku tidak pernah berpikir bagaimana perasaanmu saat melihat hal itu, tapi kau tahu kan, tidak ada yang bisa menolak pesonaku, (Yn)." Jimin tertawa ringan diakhir kalimatnya, bermaksud untuk mencairkan suasana yang tiba-tiba saja menjadi canggung.
Suasana ini sama dengan dua tahun yang lalu. Ketika dia akan menyatakan perasaannya dan memintaku untuk menjadi kekasihnya. Bedanya sekarang aku sedang menangis sedih bukannya menangis bahagia.
"Maybe you love yourself, like I love you."
Dengan satu kalimat itu berhasil membuatku menatap lekat dirinya. Tidak ada topi hitam yang menutupi warna rambut keunguannya lagi. Dan dia benar-benar berdiri di hadapanku, dan memeluk erat tubuhku.
"Sudahlah, berhenti menangis. Susah sekali membujukmu ternyata, suaraku menjadi serak seperti ini." Ucapnya dengan senyuman jahil.
Plak
Aku memukul bahunya kuat, membuat dia mengaduh kesakitan. Rasakan itu! Dia membuatku cemburu sekaligus jatuh cinta disaat yang bersamaan. Hanya dia yang bisa melakukannya, Park Jimin.
"Tapi kau tetap harus percaya dengan kalimat ini. Aku akan selalu jatuh cinta denganmu dan hal-hal kecil itu."
****
Ahhh.... Imagine ini sebenarnya impian gue banget sih, dan gue berusaha buat nuangin disini dan hasilnya semoga membuat kalian terbang, maaf banget kalo feel nya gak dapat.
Oh iya, part ini gue terinspirasi dari lagu One Direction – Little Things. Gue terinspirasi dari lagu ini bukan berarti gue Directioners ya, tapi lagunya emang rekomen banget karena romantis banget!
BELAJAR MENGHARGAI DENGAN VOTE DAN COMMENT!!! GOMAWO, CHINGU-YA!
Instagram : rizmaseptiawahyu
Facebook : Rizmaswn