TIPS MEMBACA : PUTARLAH LAGU INI DAN HAYATI CERITANYA
****
Jariku mengusap bibir cangkir yang berisi teh hangat dengan pelan. Perlahan kueratkan selimut tebal yang sedang aku gunakan saat ini, karena udara semakin malam maka akan semakin dingin. Ponselku terus saja berdering tanda panggilan masuk, namun aku mengabaikan semua itu.
Mereka tidak mengerti....
Betapa aku sangat mencintainya, betapa aku sangat tidak ingin kehilangannya. Mungkin bibirku mengatakan bahwa aku membencinya, namun tidak dengan hatiku. Aku bingung mengapa dia menyembunyikan ini semua. Dia menyembunyikan semuanya hanya agar aku tidak sakit hati.
Padahal, dengan cara dia meninggalkanku yang seperti inilah yang justru sangat menyakitkanku, baik fisik dan mentalku. Semua kenangan itu kembali berputar seperti kaset rusak yang memenuhi otak ini. Aku ingin berteriak, mengatakan mengapa dia harus sekejam ini menyiksa kami berdua. Tapi aku tahu, aku hanya akan berteriak kepada angin, bukan kepadanya.
Flashback on
"Aku melihat banyak sekali pil disini, ini punyamu?" Tanyaku seraya menggenggam botol kecil yang berisi pil-pil berwarna kuning.
Jin yang sedang mengetik sesuatu di komputer miliknya berdeham, "Ya, itu vitaminku. Kau tahu kan bahwa aku sangat-sangat sibuk, jadi aku membutuhkannya." Jawabnya tanpa menoleh kearahku.
Aku menaikkan satu alisku, "Apakah aku boleh mencobanya satu? Aku pikir aku juga memerlukannya." Aku mulai membuka tutup botol kecil tersebut, hampir saja terbuka karena tangan Jin dengan cepat merampas botol itu dari tanganku.
"Jin-ah!" Teriakku kesal.
"Kau tidak boleh meminum ini. Nanti akan kubelikan yang lain." Dia menjauhkanku sejauh-sejauhnya dari botol pil itu. Menarik bahuku pelan menuju ruang tamu dan bergabung bersamanya. Mengerjakan pekerjaan yang aku tidak tahu.
6 bulan kemudian....
"Apa aku bisa bertemu dengan Jin sekarang?" Tanyaku pada seorang resepsionist.
Kulihat wanita yang mungkin berusia lebih muda daripadaku itu menatapku dengan tatapan kosong. Dia seperti kaget dengan pertanyaanku. Memang apanya yang salah? Aku hanya menanyakan Jin ku dan ingin bertemu dengannya.
"Dia.. Dia.... Apakah anda tidak mengetahui berita terbaru tentang Jin Sajangnim?" Bisik gadis tersebut.
Dan aku hanya menggeleng sebagai jawaban.
"Kudengar dari manager, dia masuk rumah sakit sekitar dua bulan lalu akibat muntah darah." Bisiknya.
Deg
Kurasakan seketika darahku membeku dan jantungku berhenti berdetak. Tidak mungkin itu terjadi pada Jin. Dua bulan lalu dia baik-baik saja. Dia sangat sehat meskipun wajahnya sedikit pucat saat itu. Apakah gadis ini mendapatkan gossip yang salah? Atau dia sedang bercanda.
"Kau jangan berbohong, dia bertemu denganku dua bulan lalu, dia baik-baik saja!" Ucapku tegas. Aku kesal dengan ucapan gadis ini. Dia terdengar seperti sedang menyumpahkan Jin atau memang aku yang sangat cemas saat ini.
Lihatlah, lututku mulai bergetar hebat.
Gadis ini menghela napas, "Akan kuberikan kau nomor ponsel asistennya."
****
Aku berlari sekencang yang aku bisa untuk menyusuri lorong-lorong rumah sakit yang sangat besar ini. Tidak, aku tidak lelah. Sama sekali tidak. Aku harus bisa menemukan dimana ruangan Jin. Aku harus memastikan bahwa ini hanyalah mimpi buruk dan kuharap Tuhan segera membangunkanku.