SATU

10.8K 537 12
                                    

PRANG... PRANG...

Aku tersentak bangun dari tidurku karena mendengar suara gaduh yang berasal dari luar kamarku. Untuk sejenak aku terdiam, mendengar keributan yang begitu memekakan telingaku. Sangat jelas kalau itu ibu dan ayah tiriku. Mereka selalu saja bertengkar hingga rasanya tiada hari yang terlewat tanpa adanya perselisihan argumen yang berujung dengan hancurnya barang-barang yang mudah pecah. Ayah tiriku tidak pernah memukul ibuku, tidak pernah. Dia hanya melampiaskan kekesalannya itu dengan memaki ibuku atau mengancamnya sedemikian rupa.

Aku menahan napasku. Dua suara berbeda memekik keras seperti peluit. Mataku terpejam. Aku tahu, permasalahan ini masih akan terus berlanjut sampai sekarang. Masalah tentang mempertanyakan kewarasanku. Ayah tiriku yang merupakan pemimpin keluarga ini ingin bertindak sebagai hakim juga algojo dalam satu waktu. Dia seperti memberiku ultimatum bahwa aku harus di masukkan ke rumah sakit jiwa. Namun berbanding terbalik dengan ibuku yang berusaha mempertahankan diriku tetap tinggal di rumah ini dan meyakinkan kepada semua orang khusunya ayah tiriku bahwa aku tidak gila.

Aku Waras!!

Aku tidak bisa menghitung berapa kali kunjunganku untuk menemui Psikiater. Hingga bahkan aku dapat mengingat setiap gerak-gerik Psikiaterku jika dia sedang berbincang denganku. Entah dia menompang beban tubuhnya ke sebelah kiri dengan tangannya atau menulis apa yang aku ucapkan. Atau mungkin dia merekam suaraku (aku tidak begitu berharap hal itu karena dia harus meminta izin dariku dulu). Dan untuk beberapa kali, aku dinyatakan hanya depresi singkat, kelelahan atau sebagainya yang membuat pemberitahuan kepada semua orang kalau aku tidak dinyatakan gila. Aku tahu mungkin tingkahku ini yang menjadi tanda tanya orang-orang. Menurut pandangan mereka aku seringkali tertawa atau menangis tanpa ada sebab atau mungkin jika mereka bertanya tentang perubahan sikapku, aku malah menjawab dengan mengada-ada seolah-olah aku tidak bisa membedakan daya halusinasiku dengan dunia nyata.

Namun, jika mereka berada di posisiku saat ini mungkin mereka akan membuang pemikiran bodoh itu. Aku tidak gila, aku hanya berbeda. Itu permasalahannya. Aku memiliki kelebihan yang entah sulit aku jelaskan. Aku telah mencoba menutupi kelebihanku namun sungguh keadaanku yang semacam ini membuatku sulit untuk bertindak seperti orang-orang normal pada umumnya. Aku benar-benar tidak berdaya.
Hanya ibu dan Firdaus--kakak tiriku yang setidaknya percaya dengan apa yang kukatakan. Setidaknya dua orang itu yang selalu mempertahankan aku tetap di sini, di rumah yang tak bisa dikatakan tempat bernaung untukku.

Aku terjebak dalam situasi dimana kelebihanku ini dianggap sebuah anugerah dari Tuhan atau...

Sebuah kutukan yang Tuhan berikan untukku.

Jika saja Tuhan tidak pernah memberikan kelebihan ini padaku mungkin aku masih bisa merasakan kasih sayang seorang ayah.

Tanpa sadar, bulir-bulir air mataku mulai jatuh lalu mengalir membasahi pipiku. Aku menangis sejadi-jadinya. Tubuhku bergetar karenanya. Aku tidak tahan dalam keadaan yang seperti ini. Pertengkaran mereka seperti gesekan biola yang tak berirama. Begitu mengilukan sehingga yang mendengarnya saja sudah akan dibuat pingsan duluan sebelum dia menikmatinya. Kakakku yang biasanya selalu menghentikan pertengkaran mereka bahkan tidak ada hari ini. Aku membuka mataku, menyeka air mataku dengan punggung tangan. Aku tidak bisa berdiam diri terus di dalam kamar dengan mendengar pertengkaran mereka. Seseorang harus ada yang menghentikan pertengkaran mereka sebelum ada yang terluka walau aku sadar. Sudah ada yang terluka dalam pertengkaran mereka.

Aku merangsek pergi dari ranjang. Berjalan menuju keluar kamarku. Berharap bahwa aku bisa menghentikan pertengkaran mereka. Namun, aku salah. Ketika langkahku mulai terhenti bahkan sebelum menunjukkan batang hidungku di hadapan mereka. Aku dibuat begitu sengsara dengan mendengar ucapan ayahku yang begitu menyayat hati. Aku bersembunyi dari mereka. Melihat mereka yang tengah bertengkar di balik dinding.

ALIYA (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang