TUJUH BELAS

4.3K 287 7
                                    

Bulir-bulir air mataku terus mengalir membasahi pipiku. Entah sudah berapa kali aku menyekanya tapi tetap saja aku tak bisa menahan rasa sakit di dalam hatiku ini. Isak tangisku menghiasi kamarku yang sepi. Kuyakin mataku sudah memerah dan sembab. Oh astaga! Bagaimana aku bisa menyembunyikan hal ini? Aku berusaha menahan rasa sesak ini tapi tak bisa. Salah satu tanganku mencengkeram selimut dengan kuat dan tangan satunya lagi berada di bibirku, berusaha menahan isak tangisku. Aku sengaja hanya menyalakan lampu tidur saja, berharap Zain tak melihat wajahku yang terlihat jelas sangat menyedihkan.

Suara kenop pintu yang bergerak membuatku dengan cepat menyeka air mataku, mematikan lampu tidur yang ada di nakas. Segera kuraih selimut, kutarik selimut itu sampai kepala. Aku mengubah posisi tidurku jadi memiring, lebih tepatnya menatap ke arah lampu tidur. Aku tak ingin Zain melihat wajahku, itu saja. Derit pintu terdengar di telingaku. Mataku yang tadi terbuka dengan cepat kututup, berusaha melupakan hal baru saja terjadi dan mengarungi mimpi tapi semua kandas seketika setelah aku merasakan ada yang bergerak di ranjangku. Apa itu Zain? Tapi bukannya dia tidur di sofa?

Jantungku berdegup kencang. Saat aku menangkap suara yang begitu mengerikan. Ada suara pria yang tengah sakit asma. Suaranya benar-benar membuatku takut. Suara di akhir hayatnya.

Ngiik... Ngiik... Ngiikk..

Suara itu terus-menerus terulang. Napasnya benar-benar sangat mengkhawatirkan. Aku berusaha untuk tidak peduli tapi tak bisa. Tanganku mulai mendingin, bahkan tubuhku berkeringat karena ketakutan. Tapi untungnya  kejadian itu hanya berlangsung beberapa menit saja. Aku menghela napas dengan berat, merasa tenang namun itu hanya bertahan beberapa saat karena sedetik kemudian aku mendengar suara pancuran menyala. Suara seperti seseorang yang sedang mandi. Kuurungkan niatku untuk tidur karena aku penasaran dengan sosok yang menggangguku. Kubuka mataku, kuturunkan selimut sampai bawah mata. Menatap lurus ke depan, yang sebenarnya ranjang ini memang tak jauh dari kamar mandi.

Seperti yang terlihat, pintu kamar mandi tertutup rapat hingga suara kenop pintu bergerak dan dilanjut dengan terbukanya pintu kamar mandi, menyorotkan cahaya berwarna putih ke kamarku yang gelap. Aku menatap pintu itu yang sedikit demi sedikit terbuka lebar dan tak menampilkan apa pun. Hingga selimutku tiba-tiba saja ada yang menarik dengan paksa sampai selimut itu tak ada di ranjang dan dapat kulihat ada seorang wanita berdiri diam di sisiku sambil mengangkat satu tangannya yang sedang menggenggam sebuah pisau. Tangannya langsung menurun, mengarahkan pisau itu kepadaku.

AAAARRRGGGHHHHHHHH!!!

*

Aku menatap cahaya putih. Semua sisiku gelap terkecuali yang ada di depanku. Aku berjalan menuju cahaya putih itu. Hingga semua berubah dalam seketika. Kini aku menatap deretan pohon yang menjulang tinggi. Rumput-rumput liar dan ranting-ranting yang berserakan di tanah. Ini seperti di hutan. Aku tidak tahu, mengapa aku berada di sini. Aku terus diam menatap ke pohon yang menjulang tinggi itu hingga sebuah jeritan seorang wanita membuyarkan semuanya. Kuarahkan pandanganku ke segala arah mencari asal suara jeritan misterius itu tapi aku tidak menemukannya. Aku berjalan, mencari jalan keluar, namun aku tidak mendapati sesuatu yang dapat membuatku lolos dari sini. Tepat saat itu, terdengar kembali suara jeritan seorang wanita yang menggema dilanjut dengan suara ranting yang terinjak oleh sepatu. Aku benar-benar ketakutan mendengar suara derap sepatu yang mendekat ke arahku. Dengan cepat aku berlari menjauh, tak peduli dengan tujuan jalanku yang jelas aku harus menjauh. Aku masih tetap setia berlari karena tiba-tiba saja, suara derap sepatu itu berpacu keras, seolah dia sedang mengejarku atau memang aku sedang diikuti?

Sebuah goresan di lengan atasku membuatku diam. Darah segar yang keluar dari tubuhku membuatku terpana melihatnya. Aku tidak tahu sebab apa lengan atasku berdarah hingga aku merasakan ada yang menusuk perutku berkali-kali, sampai pakaianku yang berwarna putih ternoda oleh darahku yang sangat banyak. Darah yang tak ingin berhenti. Salah satu tanganku menyetuh bajuku dan kutatap jariku yang sudah terkena darah. Rasa mual mulai terasa olehku hingga aku memuntahkannya dan aku begitu terkejut dengan apa yang kulihat, darah yang kental keluar dari mulutku. Dalam keadaan genting aku mendengar suara pria yang kukenal. Zain memanggilku.

ALIYA (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang