5:: Lingkup Hati

146 27 22
                                    

Ezra sedang memanaskan motornya, suara bising terdengar sampai koridor lantai 2.

"Woy! Berisik!"

Jam pulang sekolah berbunyi 5 menit yang lalu. Nirwana siap melawan SMA sebelah. Aksi gangster mereka tidak pernah diketahui pihak sekolah. Tentu saja karena peran Ezra terlibat.

Sesekali Ezra masih memikirkan gadis yang tempo hari ditemuinya itu. Tapi akhir-akhir ini ia tidak melihatnya. Maka dari itu Ezra memutuskan kembali untuk mengatur pergerakan gengnya dengan baik.

Sekitar dua puluh dua kendaraan beroda dua kumpul di halaman kosong dekat rel kereta api. Lahan itu telah dikosongkan pemerintah karena tadinya, daerah itu kumuh. Kesempatan itu sering digunakan Ezra untuk dijadikan lahan tawuran. Jaraknya kurang lebih 2 kilometer dari sekolah.

Tepat pukul 4 sore dengan langit keemasan Nirwana berhadapan dengan Roy dan kawan-kawan, sebut saja seperti itu.

"Eh Rick, kenapa kepala lo benjol gitu? Lo berantem duluan apa gimana?" Ezra tidak sengaja melihat luka berupa benjolan di dahi Ricky. Tangan Ricky juga sedikit lebam.

"Kalo lo sakit, lo-"

"Gue baik-baik aja kok, Zra." Potong Ricky sebelum Ezra menyelesaikan kalimatnya. "O-oh ok."

◊◊◊

Suara riuh knalpot dari kendaraan roda dua milik Ezra membelah langit petang yang kemerahan. Gradasi warna biru dan merah muda mendominasi lembayung senja. Ezra memarkirkan motornya di pekarangan rumah dan disambut oleh Bi Asti, pembantu rumah tangganya.

"Aduh, kenapa Den Ezra masih ikutan geng-gengngan? Nanti nyonya marah nggak?"

Ezra melepas helmnya dan menatap Bi Asti yang menoleh ke kanan dan kiri cemas. "Nggak, kalau nggak ketahuan." Ezra tersenyum, namun hanya sebentar karena ada luka di sudut bibirnya. Jika tidak cepat diobati bisa saja ketahuan oleh orangtuanya.

"Yaudah itu lukanya nanti di obatin Den, atau mau dipanggil dokter aja?" Bi Asti terus menoleh jikalau tiba-tiba orangtua Ezra pulang.

"Nggak usah Bi, Ezra bisa sendiri."

Jauh di dalam hatinya, ia berharap lekas menemukan seseorang yang selalu ada di sisinya. Menjadi obat kesepiannya, dan kekosongannya. Membuatnya merasa berguna dengan melakukan timbal balik dalam sebuah hubungan. Namun ia masih belum memusingkan hal itu.

Setelah mengompres lukanya, ia meraih kotak obat di atas meja. Setelah dibuka, ia memilih obat merah dan plester dari dalamnya. "Kapan gue nemuin orang yang ngeperbanin gue waktu itu, ya?"

Ezra berbicara pada dirinya sendiri. Luka di tubuhnya tidak sebanyak biasanya. Namun Nirwana memenangkan permainan Roy. Ezra tidak banyak bergerak, semua sudah diaturnya matang-matang tidak seperti biasanya. Temannya yang lain pun juga begitu, tidak membutuhkan banyak waktu untuk memenangkan tantangan.

Tiba-tiba ponselnya bergetar dan muncul notifikasi di layarnya. Sebuah pesan dari.. Ricky.

I'm broken

◊◊◊

Benar saja, paginya Ricky absen. Satu kelas bingung karena memang Ricky termasuk ke dalam murid populer dengan prestasi yang cukup baik. Ezra juga tidak tahu alasan pasti.

Bel istirahat menggema di sudut sekolah. Semua murid menyebar ke berbagai arah dan berpusat ke kantin. Ada juga yang menuju lapangan, dan ada juga yang duduk-duduk di kelas sambil bercanda.

"Lo mau ikut nggak? Tanding futsal di lapang?" Arfan menyenggol lengan Ezra yang sedang berkutat dengan ponselnya.

"Woy! Ditanya juga!" Arfan masih mencoba mendapatkan perhatian Ezra.

Serenity [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang