Tepat saat bel pulang sekolah berbunyi. Hari ini, Feby kembali harus menunggu dijemput, atau pulang sendiri. Dan tentu saja, Feby memilih untuk pulang sendiri.
Di sinilah dia.
"Neng, ojeknya?" Feby tanpa ragu langsung mendatangi ojek tersebut dan menyerahkan kertas alamat yang sudah dia tulis sejak pelajaran terakhir dimulai tadi.
"Oh iya neng, di pake dulu." Tukang ojek sebut saja begitu, memberikan masker kepada Feby sebagai bentuk ke-profesional-an ojek tersebut. Tanpa ragu pula, Feby memakai masker tersebut. Hingga beberapa detik kemudian, Feby merasa pusing dan kepalanya merasa berat. Saat ia melihat ke sekeliling, semuanya berputar. Feby menaruh kepalanya pada punggung tukang ojek tadi. Yang tidak lain adalah, dia.
◊◊◊
"Eits, mau ke mana?" Tepat saat bel masuk berbunyi. Ezra dan Feby langsung beranjak dari tempatnya masing-masing. Keduanya tidak bersuara, dan penuh dengan kecanggungan. Ezra tidak tahu mengapa, sangat susah untuk meminta maaf pada Feby. Ia merasa kalau dia bukanlah dia yang biasanya. Sesuatu menahannya untuk melakukan perbuatan itu. Seperti, 'emang dia siapa gue' dan sesuatu lain yang tidak dimengerti Ezra.
"Apaan sih Fan?"
"PJ nya mana?"
"PJ?"
"Iya, PJ. Pajak Jadian. Masa lo lupa sih." Ezra mengerutkan dahinya. Ia tidak merasa kelupaan sesuatu. Arfan, Ricky, Andreas, Vicko, dan Zackwan tertawa melihat reaksi Ezra. Arfan menyodorkan gambar yang ia ambil tadi pagi kepada Ezra. Ezra yang melihat dirinya sedang dipegangi Feby pun langsung membelalakkan matanya.
"Ini apa-apaan!" Suara tawa Arfan dan kawan-kawan semakin menjadi-jadi. Bahkan beberapa menyebutkan nama 'Feby' berkali-kali untuk mengisengi Ezra.
"Udah Zra, ngaku aja. Lo jadian kan?" Arfan berkata dengan santainya walaupun masih ada tawa yang tersisa. Tanpa ragu Ezra menarik telinga Arfan dan menyeretnya keluar dari ruangan kelas, tepatnya koridor.
"Aduh-aduh-aduh-aduh-aduh-aduh!" Arfan mengaduh sepanjang perjalanan menuju koridor.
"Aduh-aduh, heh! Apa-apaan sih Fan!" Arfan kehabisan kata-kata dan hanya mengusap daun telinganya khas seorang anak yang kena omelan ibunya.
"Kok lo marah?" Tanya Arfan. Ezra menepuk dahinya lelah dengan kelakuan temannya yang satu ini.
"Gini aja deh bro, lo jujur. Kan gampang." Arfan kembali bersuara setelah yakin kalau perbuatannya tidak salah.
"Ngaku apa Fan, gue nggak jadian sama siapa-siapa! Dan di foto lo itu rekayasa, iya kan?!"Arfan yang mendengarnya tertawa kembali.
"Ezra, Ezra, lo nggak punya bakat bohong deh. Sekarang jujur, siapa cewek yang ada di foto ini, dan yang gue liat tadi pagi di taman belakang?" Arfan tersenyum jahil sedangkan kali ini, Ezra diam seribu bahasa.
"Gue kasih inisial deh, Feby." Afran kembali bersuara setelah lama menunggu Ezra berbicara. Ezra berdecak dan mengalihkan wajahnya dari Arfan yang menangkap basah dirinya.
"Iya iya! Itu emang dia, tapi gue nggak jadian. Tau ah!" Ezra beranjak pergi, namun tidak semudah itu, Arfan langsung menarik krah baju Ezra.
"Mau ke mana maz?"
Ezra melepaskan tarikan Arfan dan kembali berbalik.
"Terus kenapa tapi pegang-pegangan? Sambil tatep-tatepan? Hm," Ezra kembali bungkam. Tidak bisa mengelak kebenaran yang dikeluarkan dari lisan Arfan.
"Oke, oke itu juga bener! Tapi gue nggak jadian sama dia, sumpah!"
"Tapi lo suka!" Tembak Arfan dengan cepat. "Itu fakta!" Lanjutnya lagi sambil menunjuk Ezra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serenity [✓]
Novela JuvenilSerenity (n) : the state of being calm, peaceful, and untroubled. Tapi, 'ketenangan' seperti apa? Sang puan hanya menahan pilu, berharap mampu mengucap rindu. Sang pangeran tertawa semu, tak bisa lupa akan masa lalu. Dua pemuda yang masih beradu, be...
![Serenity [✓]](https://img.wattpad.com/cover/87195331-64-k20045.jpg)