4:: Skenario Awal

168 35 20
                                        

Kakinya terhenti sejenak. Pandangannya jatuh pada seorang gadis yang tengah duduk di bangku taman dekat koperasi. Sebenarnya Ezra ingin ke warung tempat biasanya. Namun sepertinya gadis ini tidak takut dengan rumor taman dekat koperasi.

Ezra berasumsi.. ia melihat hantu.

Tidak, tidak, itu pikiran bodoh. Tidak mungkin ada hantu di siang bolong seperti ini. Mungkin Ezra hanya terkena pengaruh pukulan yang diterimanya, makanya sekarang ia seperti melihat hantu. Itu hanya halusinasinya.

Ezra berhenti, gadis itu nyata. Ezra mendekat, gadis itu masih ada. Ezra ragu tapi ia bersuara.

"Hey!" Ezra menyapa.

Gadis itu ternyata memakai seragam yang sama sepertinya. Dan itu berarti dia bukan hantu. Ezra tidak memperoleh jawaban.

"Hey! Ada orang?" Ezra kembali bersuara dan mendekati gadis itu kalau sekiranya suaranya tidak terdengar olehnya.

"Hey! Hey! Hey!" Ezra mulai jengkel karena masih terus diabaikan.

"Gue yakin lo pasti denger!" Ezra jengkel dan berdiri tepat di depan gadis itu. Rupanya dia memakai headset.

Pantes nggak ke denger! Ezra mendengus dalam hati. Tengannya gemas dan menarik salah satu headset yang menggantung di telinganya.

"Woy!"

Gadis itu mendongak dan terkejut saat melihat Ezra. Ezra juga terkejut melihat ekspresinya yang seperti melihat setan.

"Lo ngapain di sini?" Ezra mulai bicara lagi setelah mendapatkan perhatian penuh dari gadis tadi. Kepalanya semakin sakit karena tadi dia menunduk. Ezra memegang kepalanya dan dunia seakan berputar dengan cepat sebelum berubah menjadi hitam dan gelap.

Ezra pingsan karena kepalanya menerima pukulan cukup parah dari serangan kelompok tadi.

◊◊◊

Bau menyengat khas obat tercium dan berlomba masuk ke rongga hidung. Suara kecil mulai mengusik pendengarannya. Lama kelamaan berubah menjadi suara orang yang sedang berbicara. Perlahan tapi pasti matanya bergerak terbuka. Ezra sadar.

"Zra lo kenapa?" Suara wanita masuk ke pendengarannya menjadi satu kalimat yang padu. Ezra mencoba bangkit dari tidurnya dan pening di kepalanya belum hilang. Refleks Ezra memegang kepalanya yang sudah dibalut perban dengar rapi.

"Jangan banyak gerak dulu." Arfan memperingati, ia juga cemas dengan keadaan Ezra yang dibalut perban dan plester di tubuhnya ditemukan di taman dekat koperasi sendirian dengan posisi terlentang di bangku taman dinaungi pohon rindang yang konon katanya keramat.

Ezra mengedip-ngedipkan matanya berkali-kali untuk memperjelas penglihatannya. "Fan?"

Arfan langsung mendekati Ezra yang sedang menyesuaikan diri. Franda di belakangnya mengikuti. Sementara Ricky duduk di salah satu kursi dan berkutat dengan ponselnya.

"Gue kenapa, Fan?" Ezra balik bertanya yang dilemparkan Franda sebelumnya. Ia sudah bisa melihat keadaan di sekitarnya. Arfan mendesah.

"Kalo lo udah baikan lo pulang aja, istirahat. Nggak usah di pikir kenapa-kenapa. Gue juga udah izin dan lo boleh pulang." Arfan mengambil tas Ezra. "Oh iya, kalo tas lo di bawa gue juga nggak apa-apa kok."

◊◊◊

Dering ponselnya terus berbunyi. Pagi itu Ezra sudah rapi memakai seragam sekolahnya di balut jaket baseball kesayangannya. Ponselnya juga bergetar setiap detik diiringi irama dering tersebut. Tak lain para fansnya memberikan notifikasi yang banyak alias spam pada ponsel Ezra. Lagi dan lagi Ezra tidak memusingkan hal itu.

Serenity [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang