22:: Merah Muda

63 12 7
                                        

Ezra panik sekaligus terkejut. Seketika ia tidak tahu harus berbuat apa. Arfan mendorongnya agar mendekat pada Feby. "Lo selesain baik-baik." Pesan Arfan sebelum Ezra dengan sempurna menggendong Feby masuk ke mobilnya.

Feby mengisi kursi di sebelah Ezra. Ezra dengan mimik muka yang sama serius menyetir dengan kecepatan sekenanya. Dengan detak jantung yang sama-sama cepat, namun pikiran yang berbeda-beda.

Sialan, gue harus se-mobil sama dia.

Feby kenapa bisa ada di sana?

Mobil berhenti di suatu halaman toko yang tutup. Waktu menunjukkan pukul 2 dini hari. Ezra mengusap rambutnya dan wajahnya. Kemudian pandangannya terfokus pada gadis di sebelahnya. Tangannya bergerak mengambil kotak P3K dan mengeluarkan obat merah dan plester. Ezra juga mengambil tissue basah yang ada di mobilnya.

"Gue obatin ya." Feby tidak bereaksi apa-apa setelahnya. Namun ia merasa sesuatu yang basah mengenai lukanya, refleks Feby berontak.

"Iya gue tau itu sakit, tapi jangan gerak-gerak." Ezra tetap terfokus mengobati luka kecil Feby. Yang ia tidak tahu luka apa yang sebenarnya dirasakan Feby.

Feby sibuk menghapus sisa air matanya dan berusaha mengatur detak jantungnya, ia mulai waspada jika tiba-tiba serangan jantung menyerang, tentu saja bukan lelucon. Feby juga sedikit menyesali mengapa ia memilih menggunakan celana selutut, tentu jika tidak dengan celana itu lututnya akan baik-baik saja.

Ezra selesai mengobati luka Feby. Dirinya menghela napas, masih memikirkan perbuatan Fulan yang kelewat wajar, gue udah selesai sama Fulan. Kalimat itu sudah ia kecamkan dalam benaknya. Lagi, Ezra mengusap wajahnya. Pandangannya lalu bertemu dengan mata kehancuran milik Feby.

Eh iya goblok banget gue.

"Feb, bisa kita ngomong?"

"Lu udah ngomong barusan." Suara Feby terdengar menyedihkan, dan Ezra tidak suka itu. Jujur ia masih tidak percaya Feby ada di sana, untuk apa pun tidak ada alasan logis untuk membenarkannya.

"I mean, talk." Ezra menghela napasnya. "Gue nggak tau harus dari mana tapi kita butuh penjelasan, 'kan?"

Feby memejamkan matanya, menarik udara masuk agar menenangkan dirinya. Lu harus tenang, Feb. Mungkin ini saatnya ia mengutarakan semuanya.

"Gue," Feby memberi jeda cukup panjang dan memutuskan menoleh untuk melihat Ezra. Feby menangkap itu, menangkap raut kebingungan yang tertutupi sikap Ezra yang tetap santai. Dan, luka di sudut bibir itu terlihat jelas. Tanpa berpikir panjang dia mengambil obat dan kapas dari dalam kotak.

Feby mendekat sedikit ke arah Ezra. Feby memulai tindakannya, sementara Ezra agak sedikit canggung dengan jarak sedekat ini meski bukan pertama kalinya, apalagi sejak kejadian tadi, ia menjadi sedikit parno dengan jarak sedekat ini.

"I know I can treat you better than she can."

◊◊◊

Feby menutup novel yang baru saja ia baca. Pikirannya masih memutar sedikit kejadian waktu itu yang membuatnya tidak bisa tidur dengan tenang. Ia juga tak habis pikir bagaimana Ezra bisa tahu lokasi rumahnya karena Feby hanya beralasan komplek perumahannya tertutup dan menutup kemungkinan Ezra tahu.

Untuk apa Ezra tahu?

"Gue waktu itu sempet nanya ke satpamnya terus gue tungguin salah satu rumah yang mobilnya suka keluar masuk yang katanya rumah lo, tapi nggak ada lo nya." Begitu katanya. Untuk apa Ezra melakukan hal itu. Namun sekarang ia teringat cerita Ricky tentang Ezra yang mencarinya ke mana-mana dan menyusulnya ke Hong Kong.

Dan sayangnya, topik itu tidak pernah ia sebut-sebut dengan Ezra.

"Eh Feb, tunggu! Tunggu! Lo mau ke kelas?"

Feby menoleh mendapati Ricky dengan kacamata yang menggantung di batang hidungnya juga hoodie hitam yang sekarang menjadi gayanya. Feby menganggguk sebagai jawaban.

"Eh, Feb," Ricky menarik Feby agar ia tetap tinggal. "Maafin gue, ya?" Feby lagi-lagi hanya mengangguk menanggapinya. "Gue serius Feb, nggak bakal ngira kalo bakal –"

"Iya, iya udah gue maafin." Feby memotong ucapan Ricky sebelum ia melanjutkannya. Kepalanya sudah hampir pecah jika terus memikirkan kejadian itu. Ricky akhirnya melepaskan tangan Feby seraya memasukkan kedua tangannya ke dalam saku hoodie.

Arfan langsung menampakkan diri setelah pintu ruang musik di buka. Mata mereka bertemu seakan Arfan merasa lega karena macan kelaparan yang belum Feby lihat tengah bersiteru dengannya akan segera tenang jika melihat Feby.

"So, seperti yang gue bilang tadi, gua ga mau ngecewain siapapun." Arfan menyelinap diantara Feby dan pintu kemudian lenyap dari hadapan.

"Feby!" ya, macan tersebut baru saja memunculkan batang hidungnya.

Feby pun langsung paham. Namun, ia lebih memilih sisi jahatnya yang penuh dengan kekecewaan yang memuncak. Feby mundur seraya membanting pintu sebelum berlari.

Show me an open door, then you go and slam it on me.

"Besok, lu harus pulang sama gue."

____________________________________

Assalamu'alaikum

kum

haruskah halo atau dadah?

ini makin pendek aja ya kayak rok mini, gapapa:) yg lain 1800++ ini baru 760++ hm:)

lupa ceritanya kayak gimana jd lngsng publish aja apa yg di draft bwahahawokwok.

dua part lagi udahan key? yeaaay dadah dulu sama bang eja:*

Serenity [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang