13:: Rencana Musuh

72 12 0
                                    

"Eh kok rame banget sih?" Ezra memukul pundak Ricky dari belakang. Ricky yang sedikit kehilangan kendali mumutuskan untuk memberhentikan laju motornya.

"Apaan sih Zra!"

"Itu tuh rame banget!"

Ezra menunjuk gerbang sekolah yang tidak jauh dari pandangan mereka berdua. Memang terlihat riuh dari bisasanya. Juga banyak siswa dari sekolah lain, membuat Ezra kebingungan.

"Oh, kan hari ini ada Porseni."

"Porseni? Kok gue nggak tau?" Ricky kembali menoleh pada Ezra yang ada di belakangnya. Ezra turun dari motor Ricky dan masih menatap gerbang sekolah.

"Kenapa lo?"

"Gue mau nanya lokasi Arfan." Ezra mengeluarkan ponselnya dari dalam saku.

"Udah di kelas." Ezra mendongak menatap Ricky kembali.

"Ya udah,"

"Lo kenapa?"

"Gue nggak bisa masuk kalo nggak ada motor."

"Ya elah, tenang aja kali. Ada gue, masuk aja!"

"Nggak bisa, apalagi di sana banyak murid lain noh!" Ezra menunjuk beberapa anak yang memakai seragam yang berbeda dari mereka. Ricky yang melihat itu memukul turun tangan Ezra dan kembali meyakinkan Ezra bahwa tidak ada yang perlu di khawatirkan.

"Lebay Zra!"

"Lo sih enak Cuma ngomong, nggak ngerasain gimana gue." Ricky menggelengkan kepala dan tertawa kecil.

"Sampe berapa hari lo di hukum?" Ezra melirik Ricky sekilas.

"Dua bulan."

◊◊◊

"Kamu hebat banget! Kenapa nggak bilang aja sama gue, 'kan gue ngerti." Vika, sebut saja begitu. Menggerakkan jari tangannya untuk menyampaikan sesuatu pada Feby. Kakak OSIS yang satu ini fasih dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa isyarat. Meski sempat bingung, bagaimana seorang Feby bisa bersekolah di sini bukan di SLB. Sekarang ia tahu, bahwa keinginannya sembuh lebih besar, dan tunarungu yang ia derita bukanlah permanen.

"Puisi lo juga bagus," Katanya, namun tidak menggerakkan jari tangannya. Ia masih fokus melihat tulisan tangan Feby yang sangat syarat makna. Tapi Feby tidak pernah menyangkut pautkan puisi dengan dia di dalamnya.

"Jadi lo udah siap?" Tanya Vika tersenyum sambil melakukan bahasa isyarat. Feby membalas seulas senyum dan dengan ragu ia mengangguk. Melihat Vika yang sudah bangkit membuat Feby semakin gugup dan meremas jari-jarinya di atas pangkuan. Ia tidak pernah menunjukkan dirinya dalam kondisi seperti ini ke orang banyak. Ia harus menjadi 'pemalu' agar kekurangannya tidak diketahui. Namun, sepertinya pertemuan 3 hari yang lalu dengan Vika, membuat Feby tertantang untuk menunjukkan dirinya.

Dirinya di atas panggung nanti.

◊◊◊

"Ja, motor lo udah gue parkir. Lo di mana?" Arfan celingak-celinguk mencari Ezra yang dirasanya akan datang sebentar lagi.

"Ok-ok makasih bro! Tapi gue lagi sibuk nih nyari Ethan." Ezra mengecilkan suaranya untuk kata terakhir. Posisinya sekarang berada di kantin, salah satu tempat yang jarang ia jamah. Pasalnya, banyak sekali fans yang mendekatinya di sana. Jika emang ia pergi ke kantin, ia akan menentukan keberadaan fans-nya terlebih dahulu, apakah sedang mengantri, atau tidak.

Dan sekarang, ia memilih tempat itu karena jarum menunjukkan pukul 8 pagi, dan siswa pastilah sibuk melihat Porseni yang sedang diadakan. Ezra mengawasi dari arah kantin yang cukup mencakup pemandangan sekolah.

Serenity [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang