9:: Salah Sasaran

89 19 1
                                    


Langit malam mulai sirna. Semburat merah muda dari cahaya matahari mengenai pinggiran awan pagi yang menggulung. Matahari mulai bangkit dari zona nyamannya. Begitu juga Feby yang tidak pernah merasa sebaik ini.

Tadi malam ia tidur dengan nyenyak. Bermimpi layaknya ratu sejagad semalam. Tak henti-hentinya ia tersenyum tanpa alasan. Itu terjadi sejak dirinya masuk gerbang perumahan.

Masih jelas memori yang ia dapat kemarin. Masih jelas terukir senyum dan tawa Ezra. Masih terasa nyata sentuhan yang diberikan Ezra untuknya.

Gue nggak mungkin kayak gini Cuma karna dia, batinnya.

Feby mengerang. Enggan bangkit dari ranjangnya yang empuk. Kalau saja Rosa tidak datang dan asal masuk untuk membangunkan Feby.

Hari ini libur. Feby dan Rosa akan menjemput Geo dari bandara pagi ini. Tentu saja Feby bersemangat, apalagi karena rencana jalan-jalan malam minggunya kini. Ya, Feby tidak ingin sendiri.

◊◊◊

Berbeda dengan Feby, Ezra harus mengistirahatkan tubuhnya dari penat. Ia pulang pukul 2 pagi karena konvoi kemarin.

Lusa, rencananya Ezra akan meluncurkan serangan pada Arwana. Dilanjut dengan pertemuan anak SMA dari luar kota. Sepertinya mereka mencari seseorang atau target baru yang juga harus dicari oleh Ezra dan kawan-kawan.

Orangtuanya masih belum pulang hingga waktu yang ditentukan. Ezra tidak mengambil pusing hal itu.

Bi Asti masih setia melayani kebutuhan keluarga itu. Hanya modal membersihkan rumah dan menyiapkan makanan, ia sudah dapat fasilitas yang beragam di rumah ini. Salah satunya adalah TV berbayar dan kolam berenang. Meski dirinya tidak bisa berenang, tapi Bi Asti biasa mengambil gambarnya di sana.

"Bibi suka selfie, biar kekinian gitu." Katanya sambil main mata dan nyengir kuda.

Tidak hanya sering mondar-mandir di dapur, Bi Asti juga sering mondar-mandir keliling kolam renang; kalau dikejar Ezra.

"Bi, pinjem remotenya!" Ezra berseru.

"Aduh, episodenya lagi rame. Nanti aja deh! Mendingan Den Ezra belajar!" Bi Asti nggak mau kalah.

"Wah, bisa di marahin nyonya loh!" Ezra mulai mengeluarkan senjatanya.

"Aduh Den, jangan Den!" Ezra malah tertawa sambil mengejar Bi Asti yang kalangkabut.

Bi Asti juga masih muda, sebut saja begitu. Darah mudanya masih suka timbul jika melihat sales man yang pernah datang ke rumah Ezra. Untung saja bukan sales pasta gigi. Atau, jika sedang menonton serial Drama Korea milik Ibunda Ezra.

"Aduh, Den Ezra belum bangun. Tadi sih, gara-gara baru pulang jam 2. Bibi nggak mau kena marah nyonya pokoknya." Bi Asti terpaksa curhat dengan cucian baju di sudut kamar mandi.

◊◊◊

"Feby!!"

Geo berlari menghampiri Feby dan Rosa. Tangannya menarik koper di belakangnya. Senyumnya tidak lepas, meski terlihat lelah.

Geo membuka lebar tangannya mengundang pelukan. Feby dan Rosa menerima dan masuk dalam pelukannya.

"Teletubbiesnya mulai deh!"

Geo melepaskan pelukan dan berganti dengan mengacak rambut Feby. Rosa hanya bisa tersenyum, hati kecilnya merasa lega, karena semua baik-baik saja. Sama seperti yang ia rasakan dulu.

"Kamu udah bisa denger kan? Abang seneng banget loh dengernya." Kali ini ia berbicara serius dan merangkul adiknya untuk menuju ke mobil. Feby hanya mengangguk sambil terus berjalan.

Serenity [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang