Jilid 84

1K 17 0
                                    

WAKTU itu burung gagak berterbangan diatas hutan yang cukup lebat yang terdapat diluar kota Tiung-cie-chuan. Sebuah kota yang besar dan luas, yang memiliki penduduk cukup padat, disamping itu memang banyak penduduk yang mendirikan rumah diluar kota. Juga banyak para petani yang membuka sawah dan ladang mereka luas sekali diluar kota ini.
Dengan demikian, sepanjang jalan orang yang tengah melakukan perjalanan menuju kekota tersebut, akan melihat pemandangan luasnya sawah dan ladang.
Diantara suara burung gagak yang terdengar riuh sekali dan juga diantara cuaca yang menjelang malam hari, tampak beberapa sosok tubuh tengah berlari-lari dengan gesit, disaaping itu tampak mereka memiliki ginkang yang tinggi, karena kepandaian mereka yang tinggi menyebabkan mereka bisa berlari lengan cepat begitu, seperti juga kaki mereka masing2 tidak menginjak tanah.
Dalam keadaan seperti ini, memang terlihat jelas sekali, betapa sosok tubuh yang berjumlah delapan oraug itu, telah berlari dengan mempergunakan ginkang yang tinggi dan menuju kesebuah tampat, yaitu tempat tanah pekuburan yang berada disebelah barat dari hutan itu.
Seteiah tiba ditanah pekuburan, tampak delapan sosok tubuh yang semuanya berpakaian baju hitam, telah menghentikan lari mereka.
Semuanya berdiri diam beberapa saat, mengawasi keadaan disekitar tempat itu.
Setelah saling berdiam diri selian lama, tampak delapan orang itu saling pandang dan menganggukkan kepala mereka masing2.
Semuanya bergerak cepat sekali melompat kesebuah kuburan yang paling depan, berkata dengan suara perlahan: „Ini dia . . .!"
„Ya...... ini dia......!"
„Tidak salah lagi..., memang inilah kuburan yang kita cari......!"
„Hemm, kita bongkar sekarang?" tanya salah seorang diantara mereka.
„Tunggu dulu...!" cegah salah seorang diantara mereka dan telah memandang sekelilingnya.
Mereka melihat tanah pekuburan itu sepi sekali, tidak terlihat seorang manusiapun juga.
Setelah yakin tidak ada orang yang melihat apa yang mereka lakukan, barulah lelaki yang memakai baju hitam yang tadi mencegah kawan2 nya, berkata lagi: „Mari kita mulai bekerja!"
Kedelapan orang berpakaian serba hitam itu mengeluarkan sesuatu dari saku baju mereka masing-masing.
Diantara mereka ada yang mengeluarkan sebatang pedang, ada yang mangeluarkan Poan Koan Pit, ada yang mengeluarkan Tiat Leng So dan ber-macam2 lagi senjata lainnya.
Kedelapan orang itu juga telah berdiri dengan sikap yang bersiap sedia. Mereka mengawasi kuburan itu dengan sikap yang tegang.
Dan dalam kuburan itu terdengar suara orang mengerang dengan suara yang perlahan dan kemudiah sunyi lagi.
„Mengepa engkau tidak Lekas keluar.....ka mi telah datang.......!"
Mendengar suara erangan lagi, kemudian di susul dengan kata2: „Baiklah ...... kalian terlalu mendesak diriku, aku sudah tidak memiliki jalan lain, terpaksa aku melayani kalian."
Dan membarengi dengan perkataan seperti itu, tampak tanah peku-buran didepan kedelapan arang berpakaian serba hitam tersebut bergerak peclahan-lahan.
Rupanya pada kuburan yang satu itu memang telah dipa:angi alat rahasia.
Kemudian setelah tanah kuburan itu dibuka, tampak didalam kuburan tersebut sebuah peti mati berwarna coklat-tua.
Kedelapan orang berpakalan hitam tersebut mengambil sikap bersiap sedia.
Lain salah seorang diantara mereka berkata: „Mengapa masib tidak keluar? Apakah perlu kami mempergunakan kekerasan?"
Terdengar suara erangan lagi.
Tahu-tahu tutup peti mati tersebut menjeblak terbuka, dan dari dalam peti mati itu melompat keluar sesosok tubuh kecil dan pendek.
Waktu kedelapan orang tersebut melihat sosok tubuh itu, mereka bergerak mengururgnya.
Sedangkan orang yang baru keluar dari peti mati tersebut hanyalah seorang lelaki tua yang memiliki bentuk tubuh yang pendek kecil disamping itu jenggotnya panjang sekali, sampai kedada-nya.

GAMBAR
Tahu-tahu tutup peti mati tersebut menjeblak
terbuka, dan dari dalam peti mati itu melompat
keluar sesosok tubuh kecil dan pendek.

Mungikin jika ia tidak memiliki jenggot dan kumis seperti itu, ia akan diduga seorang anak lelaki berusia delapan atau sembilan tahun.
„Kalian telah datang untuk mendesakku. maka terpaksa aku melayaninya." kata orang bertubuh pendek itu.
Sedangkan kedelapan orang berpakaian serba hitam tersebut beberapa kali mengeluarkan Suara dengusan, malaa salah seorang diaotara mareka rupanya sudah tidak sabar, is telah mengeluarkan suara bentakan keras, tahu2 pedang ditangan kanannya bergerak cepat sekali menikam.
Orang tua bertubuh pendek tersebut melihat manyambarnya serangan ia berkelit. Gerakannya sangat lincah sekali.
„Hmmmi....." dengus orang tua bertubuh pendek itu.
„Jika demikian, kalian ternyata bendak main keroyok lagi seperti beberapa saat yang lalu!"
Dan setelah berkata begitu, tubuh orang tua itu bergerak cepat sekali, setiap gerakannya memang bisa menggertak kedelapan orang itu untuk mundur, tetapi orang tua bertubuh pendek tersebut tetap dikurung dan dikepung, dengan ketat sekali, kedelapan orang itu selalu mempergunakan sentjata mereka masing --masing saling berganti melancarkan tikaman, tebasan dan totokan.
Tetapi kenyataan yang ada, orang tua ber-tubuh pendek itu selalu berhasil mengelakkan diri, dan ia melompat kesana-kemari dengan gerakan gesit sekali.
Karena mengandalkan kegesitannya itu, membuat kedelapan orang yang mengurungnya tidak bisa untuk terlalu mendesaknya.
Walaupun bagaimana memang tertihat jelas orang tua bertubuh pendek itu memiliki ginkang yang tinggi dan telah berulang kali menerobos kesana kemari dengan gerakan yang cepat sekali.
Tetapi lewat belasan jurus, tampaknya orang tua bertubuh pendek itu tidak mau berdiam diri terus, ia menggerakkan tangannya. Tahu2 dari kedua telapak tangannya meluncur keluar kekuatan tenaga yang hebat sekali menerjaeg kedua lawannya.
Begitulah, kedua lawannya yang menerima pukulan seperti itu tidak berani berdiam diri, karena mereka memang mengetahuinya bahwa tenaga pukulan yang dilancarkan orang tua bertubuh pendek tersebut merupakan kekuatan yang bisa mematikan jika saja mengenai diri mereka.
Dengan menggerakkan Poan Koan Pit pedang mereka segera keduanya menyerang.
Dalam waktu yang singkat, segera terjadi pertempuran seru antara siorang tua bertubuh pendek dikeroyok oleh kedelapan orang itu.
Waktu itu, salah seorang diantara kedelapan orang pengeroyok itu mengeluarkan suara siulan nyarng, tahu2 tubuhnya melompat ketengah udara dengan gerakan yang ringan bukan main, dan ditangannya yang tercekal Tiat Leng So, digerakkan untuk melibat leher dari orang tua bertubuh pendek itu. Gerakan itu di lakukan dengan tiba2 sekali dan juga mengandung tenaga sinkang yang kuat.
Kalau memang leher orang tua bertubuh pendek tersebut terkena lingkaran Tiat Leng So tentu ia segera akan binasa.
Tetapi orang tua itu bukan orang sembarangan, ia bisa mengelakan diri dengan cepat.
„Aku walaupun tengah terluka parah, tetapi aku tidak akan sudi menyerah kalah kepada kalian ......" kata orang tua bertubuh pendek itu dengan suara Ong sengit.
„Kalian boleh mempergunakan seluruh kepandaian, kalian untuk mengeroyok diriku, tetapi aku akan memberikan per-lawanan terus!" dan seperti kata2-nya itu orang tua bertubuh pendek kecil tersebut menggerakan lagi kedua tangannya, malah kedua kakinya juga bergerak lincah, sehingga tubuhnya bergerak kesana-kemari dengan gesit, malah kedua tangannya itu ber-gerak2 menimbulkan angin yang berkesiuran sangat kuat.
Dalam keadaan demikian, tampaknya memang jelas sekali bahwa kepandaian yang dimiliki oleh orang tua itu sangat luar biasa sekali, namun karena ia dikeroyok oleh kedelapan orang pengeroyoknya, yang rata2 memiliki kepandaian tinggi, maka ia tidak bisa merubuhkan lawan-lawannya itu.
Diwaktu itu, mendadak sekali, dua orang pengeroyoknya telah menerjang, maju dengan senjata masing2 yang menikam kebagian yang mematikan. Orang tua itu berkelit lagi.
Namun dari arah belakangnya tahu? menyambar sebatang poan-koan-pit, dan tampak tubth orang tua itu terhuyung mundur beberapa langkah.
Sebelum ia rubuh ter-guling, masih sempat ia menyampok kebalakarig, pada penyerangnya.
Seketika itu juga tuhuh penyerangnya ter-pelanting dan rubuh tidak bergerak, pingsan.
Sedangkan orang tua bertubuh pendek itu juga telah tertotok tidak bisa bergerak. diam tidak bergeming lagi.
Ketujuh sisa pengeroyoknya jadi girang. Dua orang dari mereka segera memeriksa kawan yang
pingsan, sedangkan lima orang lainnya menghampiri orang tua-bertubuh pendek itu.
Dengan senjata masih tercekal ditangan mereka masing2, kelima orang yang telah mengurung orang tua pendek yang dalam keadaan tertotok tersebut, mengawasi mendelik dan salah seorang diantara mereka, yang mencekal Poan-koan-pit, telah berkata dengan suara yang bengis : „Engkau mpnyerah kalah atau tidak? Jika engkau masih tetap tidak mengakui bahwa kepandaian kami berdelapan berada diatas kepandaianmu, hemm..., hemm, biarlah engkau kami binasakan saja....!"
Walaupun dalam keadaan tertotok seperti itu, tetapi orang tua bertubuh pendek. teraebut bisa,berbicara, mulutnya bisa digerakkan, dengan sengit dan mengandung kemarahan ia telah berkata: „Walaupun bagaimana tidak bisa aku mengakui bahwa kalian berdelepan memiliki kepandaian yang lebih tinggi dariku ! Hemmni......, kalian berjumlah delapan orang, sedangkan aku seorang diri, maka jika memang kalian bisa memperoleh kemenangan pada diriku, itlah merupakan kemenangan orang2 pengecut, karena dengan jumlah banyak kalian - berdelapan mencari keumenangan....! Hemmm...., sungguh tidak tahu malu....! Manusia2 bermuka kulit badak, setelah mengandalkan jumlah banyak untuk menindas orang yang sendirian ini, kalian masih memiliki muka hendak mengagul-agulkan diri bahwa kalian telah menang? Sungguh tidak punyu malu! Cissss ......!"
Bukan mein marahnya kelima orang itu, mereka telah melirik kepada kedua kawan mereka yang tengah menolongi seorang kawan mereka yang masih dalam keadaan tertotok. Tampaknya kedua kawan mereka itu tidak berhasil untuk membuka totokan pada diri orang itu, dimana kawan mereka yang seorang itu tetap rebah tidak bisa bergerak walaupun tubuhnya telah diuruti disana-sini dengan mempergunakan Lwekang.
Apa yang mereka lihat.menambah kegusaran mereka.
„Baiklah, jika kau berkepala batu tidak mau mengakui bahwa kepandaian kami berada diatas kepandaianmu.
Hemm..., engkau akan kami binasakan......!" dan orang yang bersenjata poan-koan-pit tersebut telah melangkah maju sambil menggerakkan senjata ditangannya, ia bermaksud akan menotok jalan darah. „Eng-tian-hiat" dan memang jika jalan darah tersebut pada tubuh seorang manusia tertotok pecah atau hancur atau juga putus, tentu menyebabkan korban totokan tersebut akan binasa disaat itu juga.
Tetapi orang tua bertubuh pendek terlebut tidak merasa takut, wajahnya malah memperlihatkan perasaan marah dan mengawasi meluncurnya poan-koan-pit lawannya sama sekali ia tidak merasa gentar.
Sedangkan Poan-koan-pit itu telah meluncur dekat sekali, hanya terpisah, beberapa dim lagi dari jalan darah yang mematikan itu.
Waktu jiwa lelaki itu bertubuh pendek tersebut terancam kematian, mendadak sekali, dari balik sebuah kuburan yang terpisah belasan tombak, meluncur dua butir batu kecil, yang terbang cepat sekali.
Batu yang satu menghantam poan-koan-pit yang tengah muluncur untuk membinasakan orang tua bertubuh peodek itu, sedangkan batu yang satunya lagi telah menyambar ketubuh orang tua pendek itu, dengan demikian ia terbebaskan dari totokan dan bisa melompat berdiri.
Sedangkan orang yang bersenjata Poan-koan-pit itu, waktu Poan-koan-pitnya terhantam balik itu, terdengar suara „trang......" yang nyaring sekali, dan Poan-koan-pit itu telah miring arah menyambar pemiliknya juga merasakan telapak tangannya jadi pedih bukan main, karena benturan batu itu kuat sekali memiliki tenaga luncuran yang hebat bukan main.
Dangan mengeluarkan suara seruan yang mengandung perasaan terkejut orang itu melompat mundur dengan muka yang padam, ia memandang marah kearah dari mana datangnya batu-batu itu.
Keempat orang lawannya juga telah memandang kearah mana tadi dua butir batu tersebut menyambar datang.
Dan mereka melihat seorang pemuda berwajah tampan dengan sepasang alis yang tebal dan baju berwarna hijau, merupakan pakaian panjaog, tengah berdiri dengan sikap yanq tenang dan ditangannya tercekal sebatang seruling, yang di-gerak2-kan perlahan.
Matanya memandang dingin.
Dengan marah, orang bersenjata poan-koan pit tersebut telah menjejakkan kakinya, tubuhnya melompat kedekat pemuda berpakaian warna hijau tersebut, ia membentak bengis : „Siapa kau pemuda kurang ajar? Sungguh berani mati mencampuii urusanku......!"
---oo0oo---

Pertikaian Tokoh - tokoh Persilatan (Hoa-san Lun-kiam)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang