Fairuz Thaher terkejut menatap bosnya. Tak pernah terlintas dalam fikirannya, Hussein Arief Malik Ar-Rasyid membicarakan hal pribadi dengannya. "Bapak yakin ingin mendengar pendapat saya?"
"Tentu saja." Kedua alis Hussein bersatu. "Karena itulah aku memanggilmu."
Fairuz agak canggung mengutarakan pendapat, terlebih tentang masalah amat pribadi. "Sebelumnya maaf agak lancang, istri anda baru meninggal satu bulan yang lalu dan belum lewat 40 hari kematiannya. Rasanya terlalu kasar bila membicarakan pernikahan anda yang kedua. Tetapi mungkin keluarga anda mempunyai alasan yang logis."
Fairuz berhenti sejenak agak ragu melanjutkan pendapatnya dan Hussein menangkap itu. "Tak perlu ragu, lanjutkan."
"Anda adalah pria sehat, usia anda masih muda jadi wajar bila keluarga mengkhawatirkan anda. Bukan berarti meragukan kepercayaan anda untuk hidup menduda, namun terlalu banyak godaan."
"Pada intinya kau setuju bila aku menikah lagi dan sekali lagi dijodohkan dengan wanita pilihan Ar-Rasyid. Tidak terimakasih, lebih baik aku menduda."
Fairuz tidak berani menatap atasannya. Walaupun Hussein dan Tiara dijodohkan, mereka saling mencintai. Sayang kecelakaan mobil mengantar maut. Kini keluarga Ar-Rasyid sibuk mencari jodoh kedua untuk Hussein.
"Bukannya saya memihak, tetapi pada kenyataannya anda masih muda dan sehat, anda berhak membangun kebahagian kembali. Fakta bahwa anda hanya berjodoh singkat dengan ibu Tiara tak dapat dipungkiri."
Ada bayangan kesedihan dikelopak mata pria itu, "aku telah merelakan, ikhlas menerima kepergiannya. Hanya saja aku ingin bebas mengatur hidupku. Tetapi Ar-Rasyid tak pernah mengizinkan putra putrinya hidup sendiri."
"Mengapa anda tak katakan pada mereka?"
"Percuma, sekuat tenaga aku melawan sekuat itu pula mereka menangkis."
Hussein menatap Fairuz cukup lama. Perempuan yang ada didepannya itu sudah lebih dari 3 tahun bekerja sebagai sekretarisnya namun baru kali ini ia membicarakan masalah pribadi. "Fairuz, kenapa setiap aku bicara kau tak pernah menatapku?"
Fairuz terdiam, tangannya keluar keringat dingin.
"Tatap mataku."
Tersentak ia menatap wajah bosnya. Ternyata pria itu begitu dekat padahal tadi ia telah mengatur jarak agak jauh.
Kapan pria itu bergerak?
Lama keduanya bertatapan dan Fairuz tunduk pada tatapan tajam itu hingga ia tak bisa mengalihkan pandangannya. Fairuz tersihir, terpaku tak berkutik.
Entah bagaimana ia terangkat bersandar pada pria itu. Ia masih tersihir saat tangan hangat itu membelai pipinya dan sebuah pangutan menyegel bibirnya. Matanya berkedip-kedip sadar ia sedang tidak bermimpi. Harum tubuh pria itu nyata begitu pula bibir panasnya. Perlahan mulutnya terbuka hanyut dalam sensualitas.
Saat ciuman berakhir, Fairuz terjatuh lemas di lantai dengan napas tersendat.
"Kau benar, hal tadi membuktikan aku pria sehat dan normal."
Hussein berjongkok menarik dagu Fairuz hingga bertatapan. "Aku mempunyai tawaran untukmu. Aku tahu kau mengalami kesulitan membiayai sekolah adik-adikmu. Aku akan memikul tanggungjawab menyejahterakan keluargamu. Sebagai imbalan, kau menjadi istriku namun tak sah secara hukum. Cukup untuk menutup mulut cerewet para Ar-Rasyid. Aku tetap bebas namun kebutuhan biologisku terpenuhi."
Fairuz menatap terkejut, masih syok dengan ciuman tadi.
"Bagaimana? Kesepakatan ini saling menguntungkan, tetapi dapat kau pertimbangkan dulu. Besok kau harus ambil keputusan karena begitu 40 hari kematian Tiara berakhir, kita akan mengucap ijab kabul di hadapan Kyai."
Pria itu menawarkan kesepakatan tentang masa depan yang kabur tanpa kepastian hukum. Dan besok aku harus memberi keputusan.
Gila.
Ini pasti mimpi!!* * *
01 Desember 2016
It's NOT One Night Stand
Part 1 [Prolog 508 word]
Original Story by ShareefaVae
KAMU SEDANG MEMBACA
It's NOT One Night Stand
RomansAr-Rasyid Series #First Story INONS Season 1 (end) "Aku mempunyai penawaran untukmu. Jadilah wanitaku dan kau akan mendapatkan perlindungan dan harta. Hubungan kita bukan hitam diatas putih, tapi aku akan menjamin kesejahteraan keluargamu." Fairuz...