Hanya orang tertentu yang mengetahui akan diadakannya prosesi ijab qabul antara Ghaz dan Rania. Seluruh keluarga diberitahu beberapa saat setelah mereka dikumpulkan di sebuah masjid besar. Sebelumnya mereka tidak curiga dengan keikut sertaan Kyai Hadi Syafi'i yang dikira turut hadir untuk acara aqiqah putra Hamid Ar-Rasyid.
Tania dan Syifa, duduk dibelakang Fairuz dan Hussein yang juga turut menyaksikan proses pencatatan pernikahan Ghaz dan Rania di berkas catatan sipil. Mereka sengaja dekat dengan Hussein dan Fairuz karena hendak melancarkan serangan, memulai pertempuran.
Tania menepuk bahu Hussein. "Lihat, Ghaz memutuskan menikah di usia yang sama saat kau menikahi Fai. Bedanya dia, di usia tiga puluh tahun berani mengambil keputusan tegas menikah secara sah dimuka agama maupun hukum."
Melihat Hussein yang diam saja, Tania beralih pada Fairuz. "Bagaimana pendapatmu Fai?"
"Entahlah Ka, aku hanya seorang istri siri. Pendapatku tidak berkekuatan hukum."
Tania bersalaman dengan Syifa, cekikikan melihat reaksi keki Hussein atas jawaban Fairuz.
"Fai-"
"Salah ya? Baiklah aku akan diam." Fai kemudian diam tak berkutik dengan muka datar.
"Fai, jangan bersikap konyol!"
Fairuz hanya menggeleng bertekad membisu. Hussein jengkel menatap dua saudaranya. "Berhenti mempengaruhi Fairuz."
Kakak beradik itu kompak tak bicara hanya menyilangkan tangan. Kemudian mundur menjauh.
Setelah prosesi ijab qabul Ghaz, semua keluarga menuju sayap kanan masjid dimana telah tersedia berbagai hidangan. Fai melihat Syafia yang duduk dipaling ujung belakang disampingnya sang suami duduk menemani dengan setia.
Fai sengaja mengacuhkan Hussein. Ia mendekati Syafia dan suaminya. Sebelum mencapai Syafia, tangan Fairuz diraih tante Aisyah. "Fai.."
"Ya tante?"
"Kau baik-baik saja?" Ujarnya dengan seksama mengamati wajah Fairuz.
Fai mengangguk bingung. "Kenapa tante? Ada yang salah dengan muka Fai?"
"Kau terlihat pucat nak. Kau sakit?"
Fai mengerutkan alisnya bingung. "Aku sehat Tante, tak ada keluhan." Kemudian ia tersenyum. "Makasih Tante sudah perhatian. Fai ke Syafia dulu ya."
Tante Aisyah mengangguk namun wajahnya tetap menyiratkan kekhawatiran.
"Hai Sya, kau tidak makan?" Fai duduk disampingnya. Tadi suaminya ada disampingnya, entah kemana pria itu pergi. "Mana suamimu Sya?"
Syafia menggeleng tanpa melihatnya. "Suamiku sedang menemui Ghaz. Lebih baik kau menjauh Fai. Kak Hussein masih sebal denganku."
"Abaikan dia, akupun sedang kesal dengannya."
Syafia melirik tertarik. "Ternyata kau bisa juga kesal dengan kakakku."
"Dilarang ya?"
"Tidak, hanya untuk seorang Fairuz itu tak lazim. Kau baik-baik saja?"
"Astaga, ada apa dengan orang-orang hari ini? Mengapa mereka menanyakan keadaanku?"
"Karena kau terlihat berbeda setidaknya bagi kami."
"Ku pikir kau bakal merusak acara Ghaz." Bisik Fairuz, "atau membuat semacam kehebohan."
"Aku? Ha.ha.ha," tawanya garing. "Seorang Syafia tak pernah merendahkan dirinya dengan cara barbar seperti yang kau duga. Lagi pula aku cukup bahagia dengan pernikahanku."
"Baiklah, aku mau ke toilet dulu. Sepertinya kandung kemihku penuh." Fairuz segera pergi. Ia menuju toilet yang dekat dengan tempat berwudhu. Tanpa perlu mengantri ia segera melepas kebutuhan mendesaknya. Bangkit dari closet duduk, kepalanya agak pening. Ia bersandaran mukanya pada tembok untuk sejenak. Ketika dirasa sudah baikan, ia membuka pintu toilet.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's NOT One Night Stand
RomantizmAr-Rasyid Series #First Story INONS Season 1 (end) "Aku mempunyai penawaran untukmu. Jadilah wanitaku dan kau akan mendapatkan perlindungan dan harta. Hubungan kita bukan hitam diatas putih, tapi aku akan menjamin kesejahteraan keluargamu." Fairuz...