2. Insiden Kondom

42.3K 1.7K 25
                                    

Matanya sudah lelah berjam-jam menatap komputer, sementara tangannya yang cekatan tak pernah berhenti mengetik. Padahal Hussein memiliki dua sekretaris, namun sebagai sekretaris senior, Fairuz mengurusi administrasi penting dan hal-hal penting lainnya yang ia tangani sampai masalah pribadi. Mengenai masalah pribadi bukan hanya kebutuhan makan yang ia perhatikan tetapi juga urusan ranjang.

Astaga! Mikir kemana kau Fai! Sibuk begini masih sempat-sempatnya ngebayangin adegan ranjang bersama Bosmu. Ralat -

"Mba Fai istirahat dulu," ujar Risma, sekretaris satunya lagi mengitrupsi mengenyahkan lamunan Fairuz. Ia merasa prihatin dengan kekeraskepalaan Fairuz mengerjakan sendiri tugas tambahan yang baru saja Bos perintahkan lewat sebuah fax.

"Bentar lagi juga kelar, dan jam tiga aku harus mengantarkan berkas ini." Fairuz melirik jam kemudian kembali mengetik.

Ia harus segera selesai, dengan begitu ada waktu untuk membenahi make-upnya. Fairuz bernafas lega ketika pekerjaannya rampung. Data kemudian dicopy kedalam flash disk-nya baru ia beranjak dari kursi. Dicabutnya flash disk dan meraih tas.

"Risma, tolong print data ini dan masukan kedalam map hijau. Mba mau ke toilet sebentar."

"Baik Mba." Risma segera mengambil alih tugasnya.

Di dalam toilet Fairuz bertemu dengan sekretaris Harun Ar-Rasyid yang juga merupakan sahabatnya. Fairuz tak memiliki banyak teman. Hanya segelintir orang di perusahaan yang dijadikannya teman.

"Hai Fai, kau tampak lelah."

Fai tersenyum lesu pada wanita yang berusia menjelang empat puluh tahun itu. " Makasih Mbak Niken, hari ini memang melelahkan."

"Tapi pulang cepat kan? Karena Bosmu hari ini libur."

Stevani, sekretaris Ibnu Hassan Ar-Rasyid menepuk bahu Niken, " justru kebalik Mba. Jika Bosnya libur berarti Fai bekerja lebih keras. Lihat saja tampangnya kayak bunga engga pernah disiram, lesu gitu."

Fairuz tersenyum getir. Ada alasan lain mengapa hari ini ia lesu. Sebelum pipinya bersemu merah, Fai mengguyur mukanya dengan air dingin.

Fai berusaha mencari saputangannya di tas. Bersamaan dengan keluarnya saputangan, suatu benda ikut terjatuh di meja marmer samping wastafel.

"Fai, sepertinya benda itu jatuh dari tasmu." Ujar Niken.

Fairuz, menyingkirkan saputangan dari wajahnya, "apa?"

"Itu," tunjuk Niken dan Stevani bersamaan.

Astaga, kondom!!

Dengan cepat Fairuz memungut bungkusan kondom itu dan dimasukkannya kedalam tas.

"Anggap saja kami tak melihatnya." Ujar mereka kompak.

"Thanks." Wajah Fairuz bukan hanya merah karena malu tetapi juga pucat dan panik.

Suasana menjadi hening dan serba canggung. Jelas itu bukan benda yang lazim dibawa oleh seorang Fairuz yang terkenal sebagai gadis pendiam dan santun.

Stevani dengan greget menggebrak kaca dihadapan Fairuz. "Fai, kalau gue yang bawa kondom itu bukan hal aneh. Tapi lo-"

"Baiklah kami duluan. Sampai jumpa hari senin." Niken menarik Stevani keluar toilet sebelum ia sempat melanjutkan kalimatnya.

Namun Stevani berhasil mundur selangkah dan berbisik, "loe utang penjelasan pada kami." Stevani menunjuk hidung Fairuz.

Fairuz menelan ludah. Ia kembali mengguyur wajahnya dengan air.

Ya Tuhan...ceroboh sekali aku ini! Harusnya tadi aku minta pelayan toko untuk membungkusnya. Jadi tak begini memalukan! Tambah masalah lagi deh.
Untungnya mereka tak menyudutkanku. Tapi ancaman Stevani itu..
Astaga! Ia pasti akan selalu menanyakan perihal kondom jatuh tadi sampai aku buka mulut.

It's NOT One Night Stand Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang