Sehari sebelum acara ulang tahun perusahaan, Fairuz dan Hussein menginap di Puri. Seluruh keluarga berkumpul untuk membicarakan dress code. Syafia yang menghadle dress code wanita Ar-Rasyid membagi-bagikan hasil rancangannya. Terlihat tak ada muka kecewa, mereka sangat menyukai bagaimana tangan dingin bunsui itu merubah secarik kain menjadi sebuah gaun mewah nan elegan.
"Seharusnya kau menjadi desainer, Sya. Gaunnya fantastis semua."
Syafia hanya tertawa menanggapi pujian Fairuz. "Ini hanya hobi waktu senggang, Fai."
Hussein menarik tangan Fairuz. "Lupakan tentang gaun. Ini sudah malam, waktunya tidur. Besok kita akan beraktivitas seharian."
"Astaga kak. Ini baru jam sembilan malam, kali..." Cibir Syafia menatap sinis kakaknya. "Masih terlalu dini untuk tidur."
Hussein tak menghiraukan cibiran itu ia justru mengingatkan keberadaan keponakannya. "Apa kau tak tengok baby Arsyad? Barangkali dia lapar atau haus mungkin?"
"Hah! Bilang saja kau mau memonopoli Fai untuk dirimu sendiri." Diingatkan akan keberadaan bayinya tak membuat Syafia bergeming. Ia sudah tahu akal-akalan kakaknya untuk segera menyingkir dari tempat itu.
Hussein tak menanggapi sindiran Syafia. Ia memilih menarik Fairuz menjauh dari ruang keluarga untuk mengasing diri di kamar.
"Kau ini mas. Kita kan jarang berkumpul dengan mereka. Aku jadi tak enak." Ia berhenti sejenak di balik pintu ruang keluarga.
"Sudah jangan hiraukan. Ibu hamil itu perlu banyak istirahat," kilahnya dengan meyakinkan sembari meraih tangan Fairuz untuk melanjutkan perjalanannya.
"Modus!" Gerutu Fai manyun namun tak menolak tangannya ditarik Hussein agar mempercepat langkahnya. Ia tau akal bulus Hussein sama seperti dugaan Syafia. Pria itu ingin memonopoli Fairuz untuk dirinya sendiri.
Begitu mereka sampai di pintu kamar, Hussein dengan tak sabaran menutup pintu dan langsung menerkam Fairuz. Pria itu menciumnya dengan lapar melahap setiap sudut mulutnya hingga Fairuz kewalahan meladeninya. Dan begitu ciuman intens itu berakhir, Fairuz memukul bahu suaminya.
"Apa-apaan kau, mas! Inget dong, istrimu ini sedang hamil." Fairuz menatap tak suka pada keganasan suaminya.
"Aduh sayang, jangan surutkan gairah suamimu. Lagi on nih." Hussein memasang tameng muka badak.
"Masa bodo! Aku mau mandi! Awas jangan ganggu!" Fairuz tak memperdulikan Hussein dan hasratnya yang tak pernah surut itu.
Hussein tak berdaya menatap kepergian Kanjeng Ratu Fai. Kemudian tatapannya turun pada tongkat perkasanya yang tegak menjulang meminta perhatian. Ia menggaruk kepalanya dengan rasa frustasi akan hasrat yang tertahan. Ia menarik napas panjang lantas berjalan menuju kamar mandi dengan mengumpulkan keberanian bertempur meyakinkan istrinya untuk sudi untuk sekedar bercumbu dan jika beruntung, sampai birahinya terpuaskan.
TOK!
TOK!
TOK!"Fai sayang... boleh tidak mas bergabung? Badan mas lengket nih ingin mandi juga."
"Sabar! Nanti kalau aku sudah selesai." Teriak Fai dari dalam.
"Badan mas sudah gatel semua nih. Pengen cepet-cepet mandi," ujarnya bersih keras. Kalau menuruti hawa nafsu, rasanya ia ingin mendobrak pemisah jarak antara dirinya dan Fairuz. Ia tak sabar ingin menerkam istrinya namun akal sehatnya melarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's NOT One Night Stand
RomanceAr-Rasyid Series #First Story INONS Season 1 (end) "Aku mempunyai penawaran untukmu. Jadilah wanitaku dan kau akan mendapatkan perlindungan dan harta. Hubungan kita bukan hitam diatas putih, tapi aku akan menjamin kesejahteraan keluargamu." Fairuz...