Ibnu Hassan terheran ketika tengah malam Hussein mengetuk pintu kamarnya dan mengganggu tidur malamnya.
"Gila loe bro. Pemilihan waktumu buruk. Besok pagi kita bicara."
"Ini penting bro!" Hussein mencegah pintu yang hendak ditutup Ibnu. "Aku bisa beneran gila!"
Ibnu Hassan mendengus kesal pada saudara sepupunya. "Masuk."
Hussein masuk ke kamar Ibnu. Ia berjalan bolak-balik sekitar kamar.
"Bukannya kau sudah tak tinggal di pulau ini lagi sejak Kakek dan antek-anteknya berulah."
"Aku telpon pilot Syadam untuk menjemput. Aku butuh teman untuk bicara."
"Ada apa?"
Lantas, Hussein berbicara panjang lebar tentang permasalahanya. Ibnu Hassan sampai menjambak rambutnya sendiri, frustasi oleh kelakuan Hussein.
"Tolol kau! Makanya otak jangan taruh di selangkangan! Kau pengen goyangannya saja tapi tak mau bertanggung jawab. Jika kakek dan sekutunya tahu, habis kau di bully mereka."
"Fai meninggalkanku bro. Fai! Seseorang yang aku fikir tak akan melakukannya."
"Hormon kehamilan dan insting keibuannya yang membuatnya begitu. Sebagai bentuk pertahanan, sebelum kau yang mendepaknya karena keraguanmu, ia duluan yang berinisiatif meninggalkanmu. Lagi pula bukankah dulu kau hanya berniat tiga bulan saja menikah siri lantas akan mendaftarkan pernikahan kalian. Mengapa sampai dua tahun belum juga kau bereskan?"
Hussein terdiam.
Entah dari mana Syafia tahu, ia datang-datang masuk ke kamar Ibnu dengan perutnya yang membuncit besar. Suaminya yang dibelakang, senewen dengan tingkah istrinya.
Syafia tanpa peringatan memukuli bahu kakaknya dan menendang kakinya berkali-kali. "Bodoh! Stupid! Nyesel aku punya kakak macam kamu! Pergi dari sini. Puri ini bukan tempat yang layak bagi seorang pecundang! Bukannya senang istri hamil malah menuduhnya macam-macam!"
"Sya!" Hussein protes namun membiarkan Syafia memukulinya, mungkin ia memang pantas diperlakukan begitu.
Ibnu menonton tanpa mau membantu, sementara Rusli, suami Syafia terlihat senewen. "Sudah sayang, kasian dede bayi diperutmu."
"Mas!" Teriaknya pada suaminya. "Besok antar aku ke rumah keluarganya Fai, kita akan menjemputnya. Dia yang berbuat, tapi kita yang membereskan semuanya."
"Iya sayang, sekarang istirahat dulu ya."
Syafia menampik tangan suaminya, ia keburu emosi oleh sikap kakaknya. "Dan kau Ibnu, usir dia dari pulau Ar-Rasyid. Jangan pernah biarkan dia menginjak kaki disini. Tidak, sampai ia membawa buku nikah dari KUA."
Ia pergi dari kamar itu di ikuti suaminya namun ia berbalik, mengancam secara tak terduga, "jika kau tak melakukannya, maka aku, Aliansi Malik Ar-Rasyid serta Persatuan Menantu Ar-Rasyid akan mengajukan petisi ketidaklayakanmu sebagai salah satu pewaris Ar-Rasyid."
"Hei Sya, dia itu kakak kandungmu."
"Dia harus diberi pelajaran biar jera. Lihat saja yang Fairuz lakukan, dia sudah mencapai ambang batas kesabarannya. Dan jika Fai sampai bernasib sama seperti Tiara, ke ujung dunia pun tak dapat kau kejar!" Setelah itu dibantingnya pintu kamar Ibnu hingga tertutup.
Ucapan terakhir Syafia bagai tamparan keras di pipinya. Membuatnya tersudut tak dapat membalas. Bagaimana jika Fai sampai bernasib sama seperti Tiara? Tidak! Fairuz berbeda, walau terlihat lemah tetapi ia wanita yang kuat. Tak mungkin mengakhiri hidupnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's NOT One Night Stand
RomanceAr-Rasyid Series #First Story INONS Season 1 (end) "Aku mempunyai penawaran untukmu. Jadilah wanitaku dan kau akan mendapatkan perlindungan dan harta. Hubungan kita bukan hitam diatas putih, tapi aku akan menjamin kesejahteraan keluargamu." Fairuz...