BAB 11 Tidur Seranjang

1.8K 34 0
                                    

Akhirnya ia letakkan kembali kitab tersebut ke atas meja, pejamkan mata dan mulai berpikir:

"Entah apa maksudnya mengurungku dalam ruang bawah tanah ini? Masa ia benar-benar begitu tega mengurungku di sini hanya gara-gara aku menariknya sampai terjerembab? Aaaai... kendatipun suasana dan pemandangan di tempat ini sangat aneh, indah dan menarik tapi jelas bukan tempat tinggal yang ideal bagi manusia, apalagi tidak tersedia makan dan minum. Bagaimana orang bisa hidup terus di sini?"

sementara dia masih melamun, tiba-tiba kedengaran suara langkah kaki manusia berjalan mendekat Ketika dia palingkan kepala, terlihatlah Pek si-hiang dengan kepala basah oleh keringat dan napas tersengal-sengal sedang berjalan mendekat dengan berpegangan pada dinding lorong.

Begitu masuk ke dalam ruangan ia hembuskan napas panjang seraya keluhnya: "oooh betul-betul melelahkan"

Buru-buru Lim Han-kim bangkit berdiri dan menyongsong kedatangannya dengan langkah cepat. Tidak memberi kesempatan kepada pemuda itu untuk bicara, Pek si-hiang sudah ulurkan tangannya seraya berseru:

"Cepat bimbing aku naik ke pembaringan aku mau istirahat sebentar oooh... kakiku rasanya mau patah saking capainya"

Lim Han-kim menghampiri serta membimbing atau lebih tepat dikatakan membopong gadis itu ke atas pembaringan Bagaimana tidak. saking lelahnya Pek si- hiang sudah tak sanggup menyeret kakinya lagi saat itu. Bisa jadi gadis itu memang sengaja berlagak begitu agar ia bisa berbaring dalam pelukan sang pemuda dan membiarkan dirinya dibopong,

setelah berbaring dan menyeka keringat dari jidatnya, Pek si-hiang baru menegur sambil tertawa:

"Kau sedang mengumpatku bukan?"

"Tidak" sahut sang pemuda tercengang,

"Aaaah, tak mungkin. Aku yakin kau pasti sedang menyumpahi aku," kata Pek si-hiang sambil tertawa lebar, " Kalau tidak masa telingaku jadi panas dan gatal? Biarpun tidak sampai terutarakan keluar, paling tidak di hati kecilmu tentu sedang menyumpahi begini: "Huuuuh, dasar perempuan berjiwa sempit gara-gara aku menjerembabkan tubuhmu, kau sekarang balas dendam dengan mengurungku di bawah tanah, Dasar pikiran perempuan selalu picik Hmmm perempuan memang menakutkan... betul kan?"

"Huuss... aku tak pernah pikir begitu" bantah sang pemuda sambil tertawa.

Pek si-hiang tidak membantah lagi, ia lemaskan dulu otot kaki dan lengannya kemudian baru tanyanya lagi sambil tertawa: "Bagaimana dengan kuburanku ini? Bagus bukan?"

"Apa? Ruangan ini adalah kuburan yang kau persiapkan bagimu?" pemuda itu keheranan

"Kenapa? Bagus bukan? setelah mati, dari sini lewat kaca pada dinding aku masih bisa melihat keadaan di dunia luar."

Lim Han-kim menghela napas panjang,

"Aaaai... seandainya kita ubah sedikit bentuk ruangan ini, sesungguhnya akan terwujudlah sebuah tempat kediaman yang amat bagus, Nona jikalau kau sudah bosan dengan segala keramaian dunia, apa salahnya kau bila sebuah tempat kediaman yang ideal di bawah tanah serta menikmati hidupmu di sini dengan tenang dan penuh damai, kenapa kau bersikeras harus mencari mati?"

"Tahukah kau, apabila aku hidup terus maka banyak kejadian luar biasa yang akan menimpa umat persilatan. Aku bisa sangat merugikan mereka..."

"Maksudmu seebun Giok-hiong membikin ulah?" tukas Lim Han-kim.

"Bukan" Pek si-hiang menggeleng. "semua tabib kenamaan telah kusambangi, semua kitab suci sudah kubaca habis, bahkan kitab pengobatan macam apa pun telah kupelajari tapi tak satu pun yang bisa dipakai untuk mengobati penyakitku ini, orang bilang Buddha menyelamatkan orang yang berjodoh, obat menyelamatkan orang yang sakit, sayang aku Pek si- hiang tak punya jodoh dengan Buddha dan tidak menemukan obat mestika yang bisa selamatkan jiwaku. .. "

Pedang Keadilan IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang