BAB 43 Seruling Penakluk Ular

1.4K 26 0
                                    

Pelan-pelan Pek si-hiang berjalan menghampiri nyonya Li dan bisiknya lirih:

"Terima kasih banyak atas kemurahan hati nyonya."

"Darimana kau bisa tahu akan peristiwa ini?" tegur Nyonya Li dengan wajah dingin. Pek si-hiang tersenyum.

"Bukankah nyonya selalu memuji kecerdikanku? Kalau cuma masalah seperti ini pun tak bisa kuduga, percuma nyonya memujiku selama ini."

"Aaaai... lagi-lagi anak Hui yang beritahukan persoalan ini kepadamu bukan?" nyonya Li menghela napas panjang. Pek si-hiang menggeleng.

"Aku rasa enci Hui tak memiliki keberanian sebesar ini."

Dengan sepasang matanya yang tajam Nyonya Li mengerling Pek si-hiang sekejap. lalu sindirnya:

"Demi Lim Han-kim ia bersedia mengorbankan segala sesuatunya, masa dia masih teringat dengan ibunya?"

"Nyonya keliru besar." Pek si-hiang menggeleng, "Enci Hui amat berbakti kepadamu."

Nyonya Li menghela napas panjang:

"Aaaai... aku berharap nak, lain kali kurangilah sifat mencampuri urusan orang lain yang kau miliki, bisa bukan?"

Kemudian tanpa menunggu jawaban dari Pek si- hiang, ia beranjak pergi dari situ diiringi Tui-im dan Po- hong.

Memandang hingga bayangan tubuh ketiga orang itu lenyap dari pandangan, Pek si-hiang baru berkata kepada Lim Han-kim: "Baik,baikkah kamu?"

"Hebat benar ilmu pedang dayang-dayang itu, untung nona datang tepat waktunya, coba tidak. aku sudah mati atau terluka parah di tangan mereka berdua."

"Asal kau selamat, cukuplah..." kata Pek si- hiang, lalu dibimbing kedua orang dayangnya dia dekati Thian-hok sangjin dan melanjutkan: "Kau terluka parah empek?" Thian-hok sangjin manggut-manggut:

"Rasanya aku sudah tak tahan lagi, ada baiknya juga aku peroleh pelepasan dengan cara begini, paling tidak banyak keruwetan bisa kuhindari."

"Empek kelewat serius, selama ini aku menaruh curiga bahwa kejadian tempo hari bukan kesalahanmu, mumpung para jago dari seluruh dunia akan berkumpul di perkampungan bukit Hong-san ini, siapa tahu pertemuan tersebut bisa membantumu untuk menuntaskan kesalahan paham yang telah berlangsung puluhan tahun."

"Anak Hiang, sungguhkah ucapanmu itu?" Tiba-tiba Thian-hok sangjin melotot besar.

"Berulang kali sudah kuteliti dan kuanalisa peristiwa yang kau alami itu, mungkin saja kau menggempurnya satu kali waktu itu, tapi mustahil dia bakal terluka oleh gempuran tersebut."

Setelah mengatur napasnya yang tersengal-sengal, dia melanjutkan:

"Oleh sebab itu kau wajib mempertahankan sisa hidupmu yang sangat berguna ini untuk menuntaskan angan-anganmu yang telah terkandung melama puluhan tahun." Thian-hok sangjin berpikir sejenak. lalu katanya:

"Anak Hiang, kau tidak merasa bahwa ucapanku sudah agak terlambat..."

"Begitu serius luka yang kau derita?" tukas Pek si- hiang dengan rasa terperanjat.

"Yaa, aku rasa jiwaku tak bisa dipertahankan lagi, isi perutku sudah mulai terjadi perubahan"

"Kau terluka oleh gempuran nyonya Li?" tanya Pek si- hiang lagi.

"Yaa, dia menghajar dadaku"

"Orang-orang keluarga Hong-san pasti mampu menyembuhkan luka yang kau derita"

"Percuma, kau berniat minta obat dari nyonya Li?" Thian-hok sangjin gelengkan kepalanya.

"Betul."

Pedang Keadilan IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang