BAB 22 Bertemu Lagi Dengan sang Adik

1.6K 25 0
                                    

Menyaksikan orang itu makin gusar, Lim Han-kim segera berpikir "Perduli amat apa maksudnya, lebih baik kujawab dulu pertanyaannya itu."

Maka ia pun menyahut seraya manggut: "Sudah berhasil"

Belum selesai dia menjawab, lelaki itu sudah menggerakkan tangan kanannya melancarkan sebuah cengkeraman dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat, Kelima jari tangannya bagaikan senjata kaitan berusaha mencengkeram jalan darah kaku di pergelangan tangan kanan anak muda itu.

Lim Han-kim menarik mundur pergelangan tangan kanannya dan meloloskan diri dari ancaman tersebut

Gagal dengan cengkeramannya, kembali lelaki itu menegur dingin: "Siapa kau?"

Ternyata jawaban dari Lim Han-kim barusan telah menyadarkan lelaki tersebut bahwa logat suaranya jauh berbeda dengan rekannya, Dengan nada tenang Lim Han-kim menjawab: "Aku dari marga Lim, seharusnya kau mengerti sejak tadi bahwa aku bukan rekan sejawatmu"

"Kurang ajar, bedebah, kau berani mempermainkan aku?" teriak lelaki buta itu murka.

Sepasang telapak tangannya kembali diayunkan bergantian melepaskan gempuran ke arah kereta.

Dahsyat benar tenaga pukulan orang itu... BlaaamBlaaammrn Diiringi benturan nyaring yang memekikkan telinga, tiang kereta yang terbuat dari kayu itu terhajar hancur dan beterbangan ke mana-mana,

Diam-diam Lim Han-kim merasa terperanjat sekali setelah menerima dua buah pukulannya dan merasakan betapa kuatnya tenaga pukulan orang itu, pikirnya: "Bila ditinjau dari sasaran pukulannya yang melenceng, jelas ia buta, buat apa kulayani orang cacad macam dia?"

Dengan tangan kanannya ia sambut sebuah pukulannya dengan keras melawan keras, memanfaatkan peluang tersebut tubuhnya melejit ke udara dan meluncur turun di luar kereta.

Tampak bayangan manusia berkelebat kian kemari, tahu-tahu dari empat penjuru telah muncul tujuh- delapan orang lelaki bergolok yang mengepung Lim Han- kim rapat-rapat.

Terdengar kusir buta itu berteriak keras: "Bajingan tengik ini jahat sekali, jangan biarkan ia lolos"

Melihat jala n perginya sudah terkepung rapat sementara musuh berhamburan datang dari empat penjuru, Lim Han-kim sadar bahwa tanpa melalui suatu pertarungan yang sengit, mustahil baginya untuk meloloskan diri. Maka sambil meloloskan pedang Jin- siang-kiam dari balik bajunya, ia berkata dingin: "saudara sekalian, ketahuilah bahwa senjata tak bermata, jangan paksa aku turun tangan, kalau tidak . . .jangan salahkan jika terjadi banjir darah di tempat ini"

Kecuali si kusir buta itu, di sekeliling tempat itu terdapat pula delapan orang lelaki yang menghadang di empatpenjuru, namun tak seorang pun di antara mereka yang bersuara, bahkan terhadap hardikan Lim Han-kim pun mereka bersikap tak acuh dan seolah-olah tidak mendengar.

Lim Han-kim mencoba mengamati situasi di seputarnya, ia menjumpai kedelapan lelaki itu mengambil posisi dengan kedudukan pat-kwa, ini berarti betapapun cepatnya gerakan tubuh Lim Han-kim dan bagaimana pun ia berusaha berkelit, sulit baginya untuk lolos dari kepungan tersebut.

Terdengar si kusir buta itu berteriak keras: "Gunakan posisi Pat-kwa untuk mengurungnya, hati-hati, bajingan cilik ini cukup tangguh" Delapan lelaki bergolok itu tetap membungkam, tak kedengaran sedikit suarapun.

Dengan perasaan keheranan Lim Han-kim berpikir: " Heran, kenapa mereka tetap membisu? Jangan-jangan mereka memang tak bisa berbicara? Kalau tidak. masa terhadap orang sendiri pun mereka tak ambil perduli?"

Belum habis ingatan tersebut melintas, mendadak terdengar seorang bocah lelaki menegur: Toako buta, apa yang kau ributkan?"

Lim Han-kim segera merasakan jantungnya berdebar keras. ia merasa suara itu sangat dikenalnya, Ketika berpaling, tampak seorang bocah lelaki yang memakai pakaian ringkas dengan sebilah pedang tersoren di punggungnya berjalan keluar dari balik pintu gedung. Lelaki buta itu pun berteriak cepat: "Apakah saudara Liong yang datang?"

Pedang Keadilan IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang