BAB 12 Membicarakan Urusan Dunia

1.5K 33 0
                                    

"Padamkan lilin di meja" titah si nona.

Lim Han- kim tertegun tapi ia menurut juga. Tangannya segera dikebaskan, segulung desingan angin tajam memadamkan lilin di meja.

Sambil tertawa cekikikan Pek si-hiang berseru kemudian: "Apa perasaanmu dengan situasi dan keadaan seperti sekarang ini?"

"Tak ada bedanya dengan keadaan biasa"

"Bagus sekali" seru Pek si-hiang, setelah berhenti sejenak kembali lanjutnya: "Selama hidup belum pernah aku tidur bersama lelaki, dalam satu ranjang, tapi sekarang, sedikit pun aku tak takut."

Lim Han-kim merasakan bau harum yang semerbak memabukkan berhembus lewat menerpa lubang hidungnya, tak tahan napsunya bergelora di dalam dadanya, Dengan rasa kaget buru-buru ia pejamkan mata sambil mengatur pernapasan, tak sepatah kata pun berani diucapkannya .

Terdengar Pek si-hiang berkata lebih jauh: " inilah kesempatan terbaik bagimu untuk mencoba diri, Bila kau yakin tak punya pikiran sesat atau jahat, aku akan mencoba mewariskan semacam ilmu silat kepadamu, aku percaya dalam satu malam saja kau sudah dapat menghapainya di luar kepala."

Lim Han-kim ingin sekali menjawab, tapi lantaran sedang mengatur pernapasan maka ia tak mengucapkan sepatah kata pun.

Pek si-hiang berkata terus:

" Apa yang akan kuajarkan merupakan sebuah rahasia besar dalam ilmu silat. Dengan bakat serta dasar yang aku miliki sekarang, aku percaya kemajuan yang bakal aku capai tentu amat pesat. Cuma bila kau merasa bahwa pikiranmu sulit dibuat setenang air, lebih baik tak usah mempelajari ilmu ini."

" Kenapa?" tanya Lim Han- kim tak tahan-

"Sebab ketika mewariskan ilmu silat kepadamu nanti, tak bisa dihindari tubuh kita akan saling bersentuhan Bila pikiranmu tak tenang maka hawa murnimu sukar dikendalikan. Bila tersesat hingga mengalami jalan api menuju neraka, isi perutmu tentu akan terluka parah. Lagipula ilmu silat jenis ini termasuk ilmu hitam dari golongan sesat, sedikit saja terjadi kesalahan, malam ini kita berdua bakal musnah di sini..."

Lim Han- kim berusaha menekan balik hawa murninya ke dalam Tan-tian, kemudian serunya:

"Kalau memang sangat berbahaya, aku rasa lebih baik tak usah kita pelajari"

"Kenapa? Kau takut mati?"

"Kalau aku yang mati, hal ini lumrah dan tak perlu disesalkan Tapi kalau sampai nona ikut terbawa, aku pasti akan mati dengan perasaan amat menyesal"

"Perasaanku sudah mati sejak sekian tahun yang lalu, yang tertinggal sekarang hanya sebuah kerangka badan yang kosong, Mau mati mau hidup bagiku sudah sulit dibedakan, kenapa kau takut aku terseret dalam musibah ini?"

Dalam hati kecilnya Lim Han- kim segera berpikir:

"sejak kecil ia sudah bergelut dengan penderitaan akibat gerogotan penyakit baginya kehadiran orang tua maupun sanak keluarga tidak banyak membantu, Untuk mengobati penyakitnya itu, entah sudah berapa banyak tabib kenamaan di seantero jagad yang sudah dikunjunginya,"

"Bayangkan saja bila sejak kecil ia tumbuh jadi dewasa karena minum obat setiap hari, tiap detik setiap saat harus menghadapi ancaman maut, boleh dibilang ia tak pernah mencicipi kehidupan yang gembira sebagai seorang bocah sehat. Tak heran bila ia putus asa dan memandang kematian seperti pulang kampung, Aaaai... kenapa Thian menghadiahkan penyakit yang begitu ganas untuk gadis yang cerdik, menarik dan cantik jelita ini?"

Ketika lama sekali tidak mendengar Lim Han-kim berbicara, sambil tertawa cekikikan kembali Pek si-hiang menegur:

"Lim Han-kim, apa yang sedang kaupikirkan?"

Pedang Keadilan IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang