BAB 45 Badai di Bukit Hong-san

1K 24 0
                                    

Terbayang kembali bagaimana dia melukai gadis tersebut sewaktu di perahu tempo hari, timbul perasaan menyesal dalam hati seebun Giok-hiong, namun dasar wataknya keras dan selama ini enggan mengaku salah kepada siapa pun maka sahutnya ketus:

"Berpisah pun baru berapa bulan, kenapa aku tidak baik?"

"Tapi ketika itu aku kan masih pengikut kalangan sesat, tidak terhitung sebagai manusia."

"Dan sekarang?"

"Sekarang sudah baik kembali pada wajah asliku sendiri, seorang gadis lemah yang banyak penyakitan, asal cici menutukku dengan ujung jari pun jiwaku akan tercabut."

"Kelihatannya kondisi badanmu sekarang jauh lebih buruk ketimbang ketika bertemu di kota si-ciu berapa waktu berselang."

"Memang, tapi hidupku sekarang jauh lebih gembira daripada keadaanku dulu."

seebun Giok-hiong menengok Lim Han-kim sekejap lalu tertawa hambar, katanya:

"Aku tak habis mengerti, kenapa sih kau enggan mempelajari ilmu sesat sembilan iblis lagi untuk mengobati penyakitmu?".

"Enci tak akan mengerti..."

"Masa di balik kesemuanya ini masih terdapat alasan lain yang lebih dalam artinya?" Pek si- hiang tersenyum lembut.

"Apabila cici bisa memahami arti yang sebenarnya, badai pembunuhan yang bakal digelar di sini seketika akan punah dan lenyap tak berbekas."

Tiba-tiba Nyonya Li menyela:

"Ajaran Buddha maha luas namun hanya menampung mereka yang berjodoh, nak. lagi lagi kau suka mencampuri urusan orang lain."

"Thian itu maha adil dan bijaksana," kata Pek si- hiang tertawa,

"Kenapa manusia harus berpikiran kerdil? Nyonya..."

"Tidak usah kau lanjutkan" tukas Nyonya Li ketus.

Pek si-hiang sama sekali tak marah, dengan nada yang tetap ramah dan halus katanya:

"Bila ucapanku tadi ada kesalahan mohon nyonya sudi memaafkan."

"Nyonya Li..." Mendadak seebun Giok-hiong berseru sambil tertawa keras,

"Aku pernah dengar orang persilatan bilang bahwa nyonya adalah jago silat nomor wahid di kolong langit saat ini, entah berita tersebut benar atau tidak?"

"Kau anggap ilmu silatmu sudah paling hebat?" jengek Nyonya Li dingin.

"Kalau harus bertarung satu lawan satu, rasanya jarang ada orang yang bisa menandingiku"

"Kalau memang begitu mudah sekali"

Seebun Giok-hiong harus termenung beberapa saat sebelum memahami makna dari ucapan Nyonya Li itu, segera katanya:

"Aaaah, maksud nyonya, kau suruh aku menjajal?"

Setelah melirik Li Tiong-hui sekejap kata nyonya Li:

"Sebetulnya aku enggan mencampuri urusan dunia persilatan, sekalipun urusan itu menyangkut putriku ..."

"Tapi sekarang, kau sudah berubah ingatan bukan?" sambung seebun Giok-hiong sambil tertawa.

"Benar, walaupun aku tak ingin terlibat karena masalah hubungan keluarga, namun sudah menjadi kewajibanku berbuat amal demi masyarakat orang banyak."

"Oooh, artinya kau ingin membunuh aku untuk menentramkan dunia persilatan?"

"Sekalipun aku tak sampai membunuhmu paling sedikit ilmu silatmu harus kumusnahkan, agar kau tak bisa mengandalkan kepandaian silatmu itu untuk melakukan kejahatan lagi."

Pedang Keadilan IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang