BAB 47 Menjelang pertempuran Besar

1.6K 29 0
                                    

"Aku senang bila saudara Lim tak marah kepadaku," kata Li Tiong-hui agak lega, "Kini nona Pek sudah pindah ke loteng Teng-siong-lo, pergilah tengok dia, aku harus menyambut kedatangan tamu-tamu lain."

"Terima kasih nona." Lim Han-kim segera memberi hormat dan melangkah masuk ke dalam lembah dengan langkah lebar,

Dari balik sebatang pohon siong muncul seorang dayang berbaju hijau yang menghadang jalan perginya sambil menegur: "Lim siangkong hendak ke mana?"

Meski belum terlalu lama Lim Han-kim menetap di lembah Ban-siong-kok. namun sebagian besar dayang- dayang di situ mengenalinya.

"Oooh, tolong hantar aku ke loteng Teng-siong-lo," sambut Lim Han-kim cepat. Dayang itu mengiakan dan berjalan lebih dulu,

Loteng Teng-siong-lo terletak di bawah sebuah tebing terjal dalam lembah Ban-siong-kok. sekeliling bangunan itu tumbuh pepohonan siong yang tinggi dan lebat.

Dayang itu mengajak Lim Han-kim menelusuri jalan setapak yang beralas batu menuju ke balik pepohonan siong tersebut.

Beberapa saat kemudian, tibalah mereka di depan sebuah pintu yang tertutup rapat

Belum sempat Lim Han-kim mengetuk pintu, pintu tersebut telah membuka dengan sendirinya disusul munculnya Hiang- kiok yang penuh senyuman di sisi pintu tadi. Belum sempat anak muda itu mengucapkan sesuatu, ia telah berkata duluan: "Cepat naik ke loteng, nona sudah tak sabar menanti kedatanganmu"

Sambil melangkah masuk ke dalam gedung tanya Lim
Han-kim: "Ada apa sih?"

"Entahlah, aku sendiri juga tak tahu."

Setelah mendaki sampai ke tingkat ketiga, Hiang- kiok mengajak pemuda itu memasuki sebuah ruangan yang sederhana tapi bersih.

Pek si- hiang sedang duduk sambil selimutan, rambutnya yang panjang dan kusut dibiarkan terurai di bahunya.

Lim Han-kim memandang ruangan itu sekejap. lalu menuju ke sudut ruangan dan duduk di bangku yang berada di sana.

"Duduk saja dekatku" seru Pek si- hiang cepat sembari menepuk sisi pembaringannya, "Aku tak punya tenaga untuk bicara keras."

Dengan langkah lebar Lim Han-kim menghampiri gadis itu dan duduk di sisinya: "Aku..."

"Ssttt" tukas Pek si- hiang sambil menggeleng, "Dengarkan dulu perkataanku"

Lim Han-kim mendeham pelan dan menelan kembali kata-katanya.

"Kau sudah bertemu dengan seebun Giok-hiong?" tanya Pek si- hiang kemudian, "Apakah kau dilukai olehnya? Tidak bukan? Tapi dia pasti menyindir dan mencemooh diriku habis-habisan bukan?"

"Darimana nona bisa tahu?" tanya Lim Han-kim sambil membelalakkan matanya keheranan.
"Bukankah dia ingin meminjam mulutmu untuk menyampaikan isi hatinya kepadaku?"

"Salah besar," tukas Lim Han-kim, "Aku rasa dia telah mengambil keputusan bulat untuk menciptakan badai pembunuhan ini."

"Apakah dia menyinggung soal diriku?"

"Yaa, dia bilang pertempuran paling akbar sudah di depan mata, tak mungkin kau bisa mengubah situasi "

"Hmmm seebun Giok-hiong kelewat pandang enteng kemampuanku" dengus Pek si- hiang dingin.

Setelah berhenti sejenak, lanjutnya:

"Lim siangkong, aku ingin memohon satu hal kepadamu."
"Asal dapat kulakukan, pasti akan kukabulkan"

"Aku mohon kepadamu untuk bertindak sebagai pelindung ku selama lima hari, dalam lima hari ini akan kumanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya untuk melatih sejenis ilmu silat yang bisa dipakai untuk menghadapi seebun Giok-hiong, agar ia dapat saksikan sampai dimanakah kehebatan aku Pek si hiang."

Pedang Keadilan IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang