BAB 44 Perintah Palsu

1.4K 27 2
                                    

Walaupun ikat pinggang itu tersambar putus, namun Lim Han-kim segera manfaatkan tenaga tarikan yang masih tersisa untuk meluncur ke arah batang pohon, bersamaan waktunya ia sambar sebuah ranting pohon dengan tangan kirinya.

"Sreeeet, sreeeet..." Dua bilah pisau terbang diiringi desingan suara tajam menyambar lewat.

Lim Han-kim memutar pedang Jit-siang-kiamnya dengan cepat, "Traaaang" sebilah pisau terbang berhasil dipukulnya rontok. namun sebatang yang lain menyambar lewat dan langsung memotong ranting pohon dimana Lim Han-kim sedang berpegangan

Tak ampun lagi bersamaan dengan patah-nya ranting pohon itu, tubuh Lim Han-kim ikut terperosok pula ke tengah kerumunan ular beracun.

Bersamaan waktunya dengan meluncur jatuhnya tubuh Lim Han-kim, Li Tiong-hui ikut meluncur turun pula dari atas pohon, belum lagi kakinya menyentuh lantai, pedangnya sudah bergerak cepat.

Di tengah kilatan cahaya putih, percikan darah amis menyebar ke mana-mana, ular beracun yang berada tiga depa di seputar tempat itu terpapas kutung semua oleh sambaran pedangnya.

Pada saat itulah sepasang kaki Lim Han-kim persis melayang turun dan mencapai permukaan tanah.

"Saudara Lim" teriak Li Tiong-hui gelisah, "Cepat melompat naik ke atas pohon..." sembari berteriak dia melompat naik lebih dulu ke atas pohon besar itu.

Lim Han-kim segera menyusul dari belakang dan sama-sama melompat naik ke atas batang pohon.

"Lim siangkong." Terdengar suara Siau-cui bergema lagi, "Budak telah berusaha dengan sepenuh tenaga, salah sendiri Lim siangkong enggan menuruti nasehat budak. kalau sampai terjadi apa-apa, resikonya tanggung sendiri"

Li Tiong-hui tertawa dingin:

"Hmmmm, siasat busuk apa lagi yang kau miliki, cepat keluarkan semuanya..."

"Hahahaha... nona Li," sela siau-cui sambil tertawa terkekeh-kekeh, "Nona kami pandai menggunakan aneka racun, tentunya kau sudah mengerti bukan?"

"Kalau sudah tahu mau apa?"

"Telah kami perhitungkan dengan matang, bila kalian terkurung oleh ular beracun itu maka satu-satunya jalan tinggal menghindar ke atas pohon besar itu, maka jauh sebelumnya kami telah lumuri pohon itu dengan racun jahat, aku yakin kalian berempat saat ini sudah terluka oleh racun jahat itu"

Li Tiong-hui coba meneliti keadaan di seputar pohon, benar juga, di antara rimbunnya dedaunan terlihat banyak sekali bubuk berwarna putih.

Buru-buru Tui-im merogoh ke dalam sakunya dan mengeluarkan empat butir pil yang segera dibagikan seorang satu, setelah dirinya ikut menelan sebutir, budak itu baru berkata:

"Inilah pil anti racun yang diramu khusus oleh nyonya, cepat kalian telan pil itu." Dalam pada itu suara siau-cui kembali berkumandang:

"Bubuk racun yang ditebarkan di atas pohon itu meski dahsyat sekali daya perusaknya namun lambat sekali bekerjanya, tapi bila racun itu mulai bekerja kasiatnya, nasib kalian pasti akan habis, kecuali obat khusus ramuan nona kami sendiri, tak nanti ada obat lain yang bisa selamatkan jiwa kalian."

Po-hong yang jarang sekali berbicara, tiba-tiba menimbrung:

"Nona, budak itu mengira kita sudah keracunan, kenapa tidak kita gunakan siasat melawan siasat dengan pura-pura keracunan untuk memancing dia masuk perangkap?"

"Budak itu pintarnya bukan main, aku rasa tak gampang untuk memancingnya masuk perangkap."

"Sekalipun tidak masuk perangkap. toh kita tak boleh lepaskan kesempatan yang sangat baik ini untuk memperjuangkan kehidupan, siau-cui sudah menduga bahwa kita akan mengungsi ke atas pohon besar ini, berarti kecuali kawanan ular di seputar lembah Ban- siong-kok ini, dia pasti sudah siapkan juga jago-jago lihaynya di seputar sini, bila kita berani melakukan sesuatu tindakan, niscaya dia akan perintahkan anak buahnya untuk maju menyerang."

Pedang Keadilan IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang