BAB 16 Obat Pembangkit Tenaga

1.7K 31 0
                                    

"Selama hidup aku telah membunuh empat ratus sembilan puluh tujuh orang, semua yang kubunuh rata- rata adalah manusia bejad berhati keji dan buas, tapi selama ini aku tak pernah mempunyai perasaan menyesal, apa lagi usiaku sudah lanjut sekalipun tidak mati di tangan nona, aku pun tak bisa hidup lebih lama lagi.Namun jika aku bisa mengorbankan nyawaku ini demi selamatkan dunia persilatan dari pembantaian berdarah, biar harus mati pun aku akan mati dengan perasaan lega. Aku tak perduli bagaimana pendapat serta pandangan generasi muda terhadap tingkah lakuku, satu hal yang pasti bagiku adalah aku bisa beristirahat dengan tenang di alam baka."

Kata-kata itu mengandung semangat dan kebesaran jiwanya sebagai ksatria, bahkan seebun Giok-hiong yang berhati dingin pun ikut berdebar keras jantungnya setelah mendengar ucapan itu.

Tapi hanya sebentar saja ia sudah dapat menguasai diri lagi, jengeknya dingin: "Bila aku tak setuju?"

"Terpaksa kami akan beradu jiwa denganmu. Meski kami benar-benar bukan tandingan nona, kami tetap akan berjuang terus hingga titik darah penghabisan"

seebun Giok-hiong segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terkekeh-kekeh.

"Ha ha ha... lebih baik kalian perhitungkan dulu secara cermat, bila yakin kalau pengorbanan kalian bisa mendatangkan kemenangan, silakan saja untuk dicoba, Tapi kalian harus tahu, bila aku didesak oleh keadaan terpaksa aku akan melanggar janji dengan melakukan pembantaian secara besar-besaran, lain hari kalian jangan salahkan aku bila mengingkari janji. . . "

Mendadak ia sambar lengan Lim Han-kim dan diajaknya masuk ke dalam ruang perahu, setelah menutup pintu rapat-rapat baru ia lepaskan cekalannya, diturunkannya tirai jendela sambil menuding ke arah bangku di sisi meja sambil serunya:

"Duduklah di sana"

Lim Han-kim sadar bahwa ilmu silat yang dimilikinya masih selisih jauh bila dibandingkan perempuan ini. Bila terjadi pertarungan paling banter dia cuma mampu menahan dua gebrakan saja. ia tahu dalam keadaan seperti ini lebih baik beradu akal dari pada adu otot.

Berpikir begitu dia pun menurut dan duduk di bangku yang ditunjuk. sementara itu seebun Giok-hiong telah membuka almari di sisi dinding perahu dan ambil keluar sebuah botol porselen serta dua buah cawan arak.

Katanya kemudian sambil tertawa: "suami istri yang mau hidup senasib sependerita biasanya hubungan mereka akan langgeng, begitu juga kita, Bila hari ini kita bisa lolos dari musibah besar ini, di kemudian hari segala sesuatunya tentu akan lancar sampai tua."

sambil berkata ia penuhi cawan arak itu dengan arak wangi, terusnya: "Mari kita habiskan dulu isi cawan ini"

Diteguknya isi cawan itu hingga separuh, lalu sambil menyodorkan bekas cawannya ke hadapan Lim Han-kim serunya pula: "Ayolah cepatan sedikit."

Diam-diam Lim Han-kim berpikir: "Perempuan ini licik dan banyak akal muslihatnya. Entah permainan busuk apa lagi yang sedang ia persiapkan? Baiklah, lebih baik kuturuti saja semua perintahnya sambil mencari kesempatan untuk membantu Ciu Huang sekalian, Biarpun hari ini aku harus mati, asal bisa lenyapkan bibit bencana ini dari muka bumi, hitung-hitung pengorbananku tak akan sia-sia belaka."

Karena ia sudah punya rencana, sikapnya pun berubah halus dan menurut sekali, Diambilnya cawan arak itu, diteguk setengah lalu disodorkan pula kehadapan seebun Giok-hiong,

sambil tertawa terkekeh-kekeh seebun Giok-hiong sambut sisa arak dari bekas cawan Lim Han-kim itu, lalu sambil meneguk isinya sampai habis katanya: "Moga- moga saja perasaanmu seperti arak dalam cawan, mulai kini selalu menyatu dengan hatiku"

Ketika dilihatnya Lim Han-kim tidak menyentuh sisa arak dari bekas cawannya, tak tahan ia berseru lagi: "Kenapa tidak kau habiskan isi cawan itu?"

Pelan-pelan Lim Han-kim mengambil cawan bekas seebun Giok-hiong itu dan meneguk habis isinya, setelah itu ia baru berkata:

Pedang Keadilan IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang