BAB 54 Pertarungan Terakhir

1.7K 30 0
                                    

Sang Lam-ciau tundukkan kepalanya perhatikan ular emas itu sekejap. tiba-tiba ia membentak keras dan langsung menerjang ke arah ketua istana panca racun.

Dengan tanpa perdulikan ular emas yang menggigit pergelangan tangannya Sang Lam-ciau justru merangsek musuhnya, semangat serta tindakan yang sama sekali di luar dugaan ini seketika mengejutkan kawanan jago yang hadir di seputar arena.

Terkesiap hati Ketua istana panca racun melihat datangnya serangan yang begitu dahsyat dan mengerikan disertai kilatan sinar mata yang setajam sembilu itu, buru-buru ia lontarkan dua pukulan berantai dengan niat membendung datangnya ancaman maut itu, "Braaaakkk .. ."

Serta merta serangan dahsyat itu berhasil dibendung serta dihalaunya ke sisi badan

Siapa tahu justru pada saat itulah sang Lam-ciau melepaskan sebuah tendangan maut persis mengarah ulu hati perempuan nyentrik ini.

Tendangan yang disertai tenaga seribu kati ini betul- betul luar biasa dahsyatnya seketika itu juga badan Ketua istana panca racun ini mencelat ke udara dan terbanting keras-keras ke atas tanah, darah segar mengucur keluar dari panca inderanya dan tewaslah perempuan nyentrik tersebut seketika itu.

Selesai menghabisi nyawa ketua dari istana panca racun itu, sang Lam-ciau membalikkan badannya sembari mencabut keluar sebuah belati tajam dari sakunya, lalu tanpa banyak cin-cong dia babat lengan kiri sendiri
hingga kutung menjadi dua bagian

Bisa dari ular bergaris emas itu benar-benar amat keji dan jahat, apalagi sejak dipagut ular berbisa itu Sang Lam-ciau belum sempat menutup peredaran darahnya ataupun mengerahkan tenaga dalam untuk membendung serangan bisa tersebut, apalagi kesempatan mana digunakan untuk menggempur dan menghabisi nyawa musuh, tak heran apa bila racun jahat tadi telah menyebar hingga ke atas ketiaknya.

Melihat darah yang mengucur keluar dari bekas luka di ketiaknya berwarna hitam pekat, Sang Lam-ciau sadar bahwa racun ular itu sangat hebat dan jahat, Buru-buru dia buang pisau belatinya ke atas tanah, lalu serunya dengan suara keras: "siapa di antara rekan-rekan yang bersedia pinjamkan senjata tajamnya kepadaku?"

Lim Han- kim memberikan tanggapannya, sembari meloloskan pedang jin-siang-kiam dari sakunya, ia sodorkan senjata tersebut ke tangan pendekar tua ini.

"Pedang bagus" puji sang Lam-ciau sambil menerima sodoran pedang pendek itu. kemudian secepat kilat ia mengayunkan tangan kanannya dan memotong habis sisa lengannya yang tinggal separuh tadi hingga kini benar-benar kutung sebatas bahu.

Mengutungi lengan sendiri gara-gara dipagut ular berbisa bukan merupakan atraksi aneh bagi umat persilatan yang sudah terbiasa berkecimpungan dalam masalah gempur menggempur, tapi dalam satu saat yang sama dua kali mengutungi lengan sendiri benar- benar merupakan tindakan langka, hampir semua jago yang hadidi seputar arena dibuat terperangah, heran, kagum oleh tindakan tersebut

Selesai mengutungi lengan sendiri, sang Lam-ciau mengembalikan pedang tersebut ke tangan Lim Han- kim, lalu sambil mendekati Li Tiong-hui dengan langkah lebar, ujarnya:

"Beruntung sekali aku tak mengecewakan harapan Bengcu dengan berhasil melenyapkan seorang musuh tangguh dari muka bumi, dengan demikian aku pun telah mewujudkan sumpah janjiku di masa lampau dengan melaksanakan pesan terakhir kaucu. Kini aku sudah menjadi seorang kakek yang cacad total, aku tak mampu untuk melanjutkan pertarungan lagi, karena itu aku ingin mohon diri terlebih dulu..."

Tanpa menunggu jawaban dari gadis tersebut, ia membalikkan badan dan segera beranjak pergi meninggalkan arena.

Memandang bayangan punggung Sang Lam-ciau yang semakin menjauh, ada keinginan dalam hati kecil Li Tiong-hui untuk memanggil serta menahannya, tapi niat tersebut segera dicegah Pek si-hiang: "Jangan.. Biarkan dia pergi..."

Pedang Keadilan IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang