I'll Always Waiting For You Come Home

6.1K 219 0
                                    

Hujan deras membuatku tidak bisa melangkah keluar, aku harus berada di rumah dan menunggunya pulang. Walau aku tahu ia hanya akan datang mengunjungiku 1 bulan sekali karena kesibukannya. Tapi.. tetap saja aku menunggunya pulang.

Untuk memasang televisi aku takut karena suara petir di luar sana menggelegar. Padahal aku ingin melihat wajahnya. Aku ingin melihat matanya yang menatap tegas itu, dan aku ingin menatap punggungnya.

Drrrt...Drrrrtt..

Aku meraih ponselku cepat dan membaca pesan yang masuk.

"Jangan pergi ke luar, hujan deras"

Mengetik...

"Jangan membuat dirimu terluka, aku tidak ingin ibu nanti memarahiku.."

Aku tersenyum senang membaca perhatiannya. Sudah 4 tahun kami menikah, karena paksaan sebenarnya dan dia tidak pernah mengucapkan kata-kata manis padaku sedikit pun.

Karena ibu yang meminta. Ia tidak ingin Ibu meninggal dengan rasa bersalah di hatinya. Ia menuruti permintaan ibu walau ia memang tidak mencintaiku.

Kenyataan pahit ketika aku tahu ia tidak menyukai perempuan. Aku tahu itu semua saat dia mengatakannya padaku dengan mata menatapku lurus dan tegas.

"Aku tidak menyukai perempuan, percuma kamu menikahiku. Aku tidak akan menyentuhmu Aline.." aku menitikan air mata dan membiarkannya pergi dari kamar pengantin kami yang susah payah aku bersama ibu hias.

Ia juga menyembunyikan pernikahan kami dari semua orang. Tapi dengan sabar aku menghadapinya karena perlahan-lahan aku belajar arti hidup, arti cinta darinya yang tidak mencintaiku..

Bagaimana pun aku bersolek dia tidak pernah memujiku, masakanku yang banyak orang bilang lezat dia juga tidak menyukainya..

Dia lebih suka makanan di luar sana yang bisa membuatnya sakit dibandingkan masakanku.

Ia hanya mengirimiku pesan singkat itu pun karena ia menjaga pesan ibu

"Jaga Aline untuk ibu..."

Pesan terakhir ibu setelah 1 bulan kami menikah dan dia hanya menganggukan kepalanya tanpa membalas satu kata pun.

Ibu Rafah, satu-satunya keluarga yang ia miliki. Saat pernikahan berlangsung aku tahu ia berusaha mengelak dari kenyataan. Tapi ia juga tidak ingin membuat ibu sedih.

Aku jadi mengingat hari pernikahan kami 24 November 2012..

Mama yang mendadaniku terus melebarkan senyumnya kala itu, ia merapihkan rambutku berkali-kali.

"Ndo.. beruntungloh kamu dapat si Arjuna Mahardian jadi suami kamu, udah ganteng, mapan, aduh sempurna banget deh ndoo.. emakmu ini aja sampe iri loh!"

"Ehem!" ibu buru-buru menutup mulutnya dan merapihkan rambutku lagi.

"Jadi bapak gak ganteng lagi toh bu?" ibu melihat bapak dan merapihkan kerah kemejanya.

"Yah bapak tetap ganteng di mata ibu, ya kan Aline?" aku tersenyum menatap ibu yang memegang pundakku.

"Aline, ayo kita ke depan suami kamu sudah menunggu nak.." Ibu Rafah menyingkap tirai yang terpasang di ruang make up, aku melangkah pelan karena kain yang membelit dipinggangku membuatku sulit berjalan.

Arjuna Mahardian..

Yang biasanya aku melihatnya dari televisi dan sekarang dia akan menjadi suamiku, teman hidupku selamanya? Seperti mimpi..

Tampannya..

Langkahku terhenti ketika melihatnya, ia memakai baju pengantin khas jawa. Blangkon di atas kepalanya membuatnya lebih tampan.

Bewok di sekitar wajahnya tercukur rapih.

Ia terduduk dan menatapku, senyumnya membuatku terpaku.

"Ndo.. ayo cepat jangan melamun disitu" ujar Ibu Rafah menegurku.

Aku duduk disampingnya dengan anggun, ia mengucap ijab kabul dengan tegas dan cepat.

Aku menitikan air mataku mengingat moment itu. Ibu, bapak, dan bu Rafah tersenyum senang mengucap syukur.

Aku kira itulah awal kebahagiaanku..

Ternyata aku salah.. semua itu adalah awal dari kesabaran dan cinta yang sebenarnya sedang diuji.

My Husband an ActorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang