Start Again - Zavira Aline

1.6K 62 0
                                    


Karena terlalu banyak menangis dan melamun. Pagi ini aku datang terlambat. Aku tidak bisa menyalahkan alarm yang tidak menyala. Aku berlari secepat mungkin mengejar pintu lift yang terbuka. Aku sadar dengan rok span dan higheels akan membuatku terjatuh. Aku langsung menyerobot masuk, dan bernafas lega ketika sudah masuk di dalam lift. Aku merapihkan bajuku, dan menyemprotkan parfum di seluruh tubuh agar tidak tercium aura kesedihanku.

"Ehem, datang terlambat?" aku menengok ke arah belakang dari sumber suara itu. Pak Anton! Aku menyeringai serba salah.

"Sudah sehat dan tidak menangis lagi?" lanjutnya.

"Tidak, saya sudah sehat kembali!" ia tersenyum lebar dan bertepuk tangan. Aku rasa hari ini akan menjadi hari baik.

"Pekerjaan sudah menunggu kita, jadi saya akan beri kamu pengumuman kalau pekerjaan sudah menunggu kamu!" mulutku menganga lebar mendengar pengumumannya.

Ting..

Lift berhenti di lt.8. sebelum keluar dari lift Pak Anton menepuk pundakku.

"Bibir kamu kering, harusnya pakai lipgloss, dan hari ini ayo kita bersemangat!" aku memegang bibirku yang memang belum dipoles lipstick atau pun lipgloss. Aku mengambil lipgloss cheryku dan memakainya sambil bercermin di lift. Aaahh bagaimana bisa dia bilang semangat saat suasana hatiku masih rusak seperti ini!

"Alineeee gimana kabar lo hari ini, masih sedih kah sayang?" Luna langsung menyambutku ketika aku keluar dari lift. Aku tersenyum lebar memastikan Luna kalau aku sudah baik-baik saja.

"Supaya lo gak tambah sedih kita ke mall, gimana? Gua traktir," aku mengacungkan jempolku setuju. Sepertinya menghibur diri hari ini tidak ada salahnya.

"Kalau gitu nanti gua ke meja lo jam 4 sore, teng!" aku berjalan ringan mencoba menghibur diri bahwa aku sudah baik-baik saja. Beberapa wajah juga menyembul dari mejanya, menyapaku, menghibur. Aku beruntung bisa menjadi bagian dari food health, mereka semua bersifat kekeluargaan.

Sesuai dugaanku baru saja aku meninggalkan pekerjaan satu hari tapi sudah seperti aku meninggalkan kerja satu bulan. Maklum saja Food Health sedang menaikan branding jadi banyak sponsor, artis, dan berbagai rencana. Pak Anton memang laki-laki cerdas, bisa membangun usaha sehebat ini di usianya yang masih muda.

Aku menikmati makan siang beramai-ramai dengan teman satu lantaiku. Aku tertawa terbahak-bahak melepaskan penat dalam diriku. Jika aku memang harus berubah untuk menutupi semua kesedihanku, akan aku lakukan.

Sesuai dengan janjinya Luna datang ke mejaku pukul 4 sore. Teng!

"Ayo Aline, kita gak usah naik taksi. Kita naik mobil Rudi," aku menghentikan langkahku saat mendengar nama Rudi.

"Rudi?" tanyaku

"Iya Rudi, dia Cuma mau gabung aja sama kita. Dia gak akan deketin lo lagi kok. Kita berteman aja bertiga seru kan jalan-jalan bertiga?" jelas Luna dengan santai. Saat tiba di Loby mobil BMW hitam mengkilat sudah terparkir rapih. Sepertinya satpam juga tidak mau menegeur pemilik mobil mewah ini. Kaca jendela pengemudi terbuka, laki-laki berambut klimis, mengenakan kacamata hitam, dan kaos santai menyapa.

"Hai Aline, are you ready for hangout?" aku mencari-cari sosok Luna yang masih sibuk dengan ponselnya sampai tidak memperhatikan jalannya.

"Luna buruan," panggilku setengah panik. Aku tidak mau berbicara berdua saja dengan laki-laki ini.

"Iya iya tunggu dong Aline, ngebet banget si lo," Luna dengan lancangnya langsung membuka pintu belakang penumpang, aku mengikuti Luna. Tapi Luna mendorongku keluar.

"Sana lo duduk depan, lo kira Rudi supir pribadi kita?" serunya lalu menutup pintu belakang.

"Ayo Aline, tidak apa-apa kita semua kan berteman, nanti makin lama kamu berdiri disitu saja, jalanan akan macet," aku menuruti ucapan Rudi dengan berat hati. Aku membuka pintu penumpang di samping kemudi.

"Let's have fun!" seru Luna dan meminta Rudi memasang musik ceria agar suasanan lebih mendukung. Sedangkan aku, hanya bergumam kesal melihat taktik Luna.

***

Kami sampai di mall Indonesia pukul 17.00, mall Indonesia sepertinya tidak pernah sepi pengunjung. Walau harganya mahal tetap saja orang-orang berbelanja di sini. tidak perlu diragukan lagi orang-orang ini adalah orang kaya.

"Jadi kalian mau makan dulu atau mau berbelanja?" aku melirik Luna yang tampak sedang berfikir.

"Belanja dulu dong,iya kan Aline?" ia menanyakan balik padaku, aku hanya memanggutkan kepala tanda setuju. Luna memimpin jalan, langkahnya besar dan semangat.

Ia menghentikan langkahnya di sebuah outlet sepatu, matanya seperti berkilauan melihat heels silver. Luna menarik tanganku yang sedari tadi tidak bersemangat.

"Bagus banget kan?Aline lo juga mau kan?"

"Gua gak mau Lun, harganya dong tuh lihat aja" Luna melihat bandrolan harga,

"Yaelah Cuma empat juta, Rudi pasti mau beliin," Aku meninggalkan Luna yang semakin lama tidak jelas kelakuannya. Rudi mengikuti langkahku.

"Kenapa Aline?"

"Rudi, liat deh sepatu ini cocok banget kan sama gua dan Aline?" Rudi melihatnya sebentar dan melihatku dari atas dan bawah seakan-akan menilai diriku.

"Cocok sih kesannya juga glamour, kamu mau Aline?" aku menggelengkan kepala dan meminta Rudi menjauhkan sepatu itu. Luna tapi tetap memaksa untuk membelinya. Karena aku tetap menolak, Luna memutuskan untuk membeli sepatu itu sendiri.

"Sayang banget loh ini langka," goda Luna sambil menggoyang-goyangkan sepatu yang ia pilih.

Rudi hanya tertawa melihat aku merengut.

Luna terus menjelajah toko-toko layaknya ibu-ibu pejabat, Rudi dan Luna terus menawarkan berbagai macam barang. Aku tetap menolak aku tidak biasa membeli sesuatu dengan uang laki-laki. Apa lagi mas Juna juga tidak pernah mengajakku.

Alhasil dari pemaksaan Rudi aku dibelikan dompet bewarna hiaju tosca bahannya lembut dan elegant. Harganya juga tidak tanggung-tanggung 2juta! Aku tidak pernah diajarkan ibu menjadi pemboros, rasanya membawa dompet ringan ini jadi berat karena harganya.

Luna dengan lancangnya memesan kopi termahal di cafe Indonesia Coffee. Semalaman itu Luna dan Rudi saling menceritakan aib masing-masing. Sesekali aku tertawa tapi pikiranku terbang kemana-mana. Hanya ragaku yang berada di tempat ini.

My Husband an ActorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang