Hari yang tidak aku tunggu-tunggu sudah datang. Setelah semalam suntuk aku dan Luna berjibaku di store room. Di store room aku bisa menambah pengetahuanku juga bagaimana sayuran dan buah segar bisa bertahan lama tanpa menggunakan bahan pengawet. Food Health memang hebat.
Aku sudah menyiapkan berbagai manuver untuk menghindari hari ini, dan tidak berhasil. Pak Anton terus mengirimiku pesan seakan dia bisa membaca isi pikiranku. .
"Jangan lupa hari ini"
"Hari ini hari besar jangan pura-pura sakit"
Aku tidak bersemangat meladeni Marsha hari ini. pasti ia akan cerewet dan banyak protes. Luna bilang ia akan sakit hari ini. Tapi aku memaksa Luna untuk menemaniku kalau ia menghindar aku akan marah dengannya juga akan melaporkan Luna pada Pak Anton. Biar tahu rasa dia! Dengan pakaian seadanya karena hari ini langsung ke rumah Marsha, Pak Anton juga memperbolehkan aku pulang kalau tugasku meladeni Marsha sudah selesai. Aku dan Luna bertemu di tukang nasi uduk yang tidak jauh dari kontrakanku. Luna di dalam taksi terus bermimpi bagaimana kalau ia ditakdirkan menjadi artis.
Taksi memasuki komplek megah ada tulisan besar yang tergantung elegant di gerbangnya "Griya Permai". Dua orang satmpam meminta kami berhenti dan membuka kaca. Aku menyapa sopan dan menyebutkan tujuan kami. Kami dipersilahkan masuk dan diberikan arah menuju rumah Marsha. Menyebut namanya saja satpam sudah hafal di mana rumahnya.
"Gila penjagaannya komplek ini bagus ya." ujar Luna. Aku tak habis pikir bagaimana orang-orang ini bisa membeli rumah megah bak istana ini.
"Aline lo kebayang gak punya rumah di sini?" Taksi memasuki cluster rumah bernuansa Eropa.
"Gak mau ah, pajaknya mahal." Luna tertawa.
"Kalau lo punya suami kaya, lo gak perlu kali mikirin pajak."
Taksi berhenti disebuah rumah mewah putih, berpagar tinggi emas, dan ada 2 anjing yang menyalak galak ketika pintu taksi aku buka. Luna membayar tarif taksi dan mengikutiku turun.
"Ini rumah si Marsha?" tanya Luna.
"Alamatnya sih bener di sini."sahutku.
Luna merapihkan bajunya yang terlihat mewah. Padahal hari ini kita akan dibuat menjadi kacungnya. Sempat-sempatnya Luna memikirkan penampilannya pagi ini.
"Luna coba deh lo pencet belnya."
Luna terlihat ketakutan dengan anjing yang masih menggonggong.
"Ampun deh gue cewek cantik aja masih digonggongin."
Luna memencet bel berkali-kali. Pasti pemilik rumah kesal mendengar riuhnya bel rumah berbunyi.
"Udah Luna nanti juga dibukain pintu."
"Siapa tahu dia budeg jadi gak denger."
Tak lama wanita paruh baya dengan handuk tersampir di pundaknya keluar tergopoh-gopoh. Nyalak anjing itu langsung reda seketika saat melihat orang yang dikenalinya menyambut tamu.
"Maaf ya non jadi lama."
Luna mengipas-ngipas tanggannya kegerahan.
"Gak apa-apa bu, Marshanya ada?"
"Ada non lagi olahraga."
Pintu terbuka dan kami memasuki halaman rumahnya yang tertata rapih. Ada kursi taman, lampu taman dan rumputnya juga tertata rapi. Ruang tamu rumah Marsha tak kalah megah. Ada foto besar terpampang, foto dirinya sendiri menggunakan gaun putih. Cantik.
"Tunggu sini dulu ya non, biar bibi buatin minum."
Kami mengangguk patuh. Mata Luna liar melihat semua peralatan di rumah Marsha. Aku duduk di sofa coklat berbulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband an Actor
RomanceAku kira semua ini hanya mimpi.. Mencintaimu tidak pernah sejelas ini.. Kamu hanya seseorang yang seperti tokoh fiksi yang aku kagumi.. Tapi takdir mempertemukan kita pada titik yang sama.. Walau kamu tidak mencintaiku.. Aku tahu jelas kamu menjauhi...