At The Moment (Zavira Aline)

1.5K 70 1
                                    

Aku tidak percaya kalau mas Juna tadi mengajakku berdansa di tengah keramaian. Mas Juna membuatku terbang dengan perasaan senang. Semalaman aku tidak bisa tidur karena memikirkan perlakuan mas Juna. Aku ingat aroma tubuhnya, sorot matanya, dan suaranya.

"Heh Aline ngelamun terus! Seneng lu yee abis dansa semalam sama Juna?" ledek Luna yang duduk di atas meja kerjaku. Aku menyuruh Luna diam, aku tidak mau seisi kantor mendengar desas-desus tentang aku dan mas Juna.

"Harusnya lu senang dan mau nyebarin berita ini dong biar lu dikira jadi kekasih Juna, gue yakin hidup lo bakal berubah 100% kalau lo jadi pacar Juna," Luna terus menceritakan manuver-manuver bagaimana aku bisa menggaet Juna. Padahal Juna memang suamiku, Cuma baru semalam saja ia bersikap seperti itu padaku.

"Aline teman gua kemarin si Rudi masih mau kenalan lebih lanjut sama lo, gimana lo masih mau nemuin dia engga?"

"Engga ah, gua gak mau pacaran" Luna mendecak kesal.

"Padahal lo cantik dan sexy, lo kan bisa pacaran dulu sama Rudi terus nikah deh. Lo bisa jadi nyonya pengusaha media.. lo gak mau?" aku menggelengkan kepalai.

"Andai si Rudi gak tahu kebusukan gua sih, gua aja deh yang sama dia," aku menaikan sebelah alisku. Apa maksud dari kebusukan Luna ini.

Ponselku bergetar menandakan ada pesan baru masuk

Juna : Aku besok akan pulang, sekarang sudah tanggal 24 kan?

Aline : Ini baru tanggal 4 mas.

Mengetik...

Juna : Ahhh.. jadi aku tidak boleh pulang?

Aku mengernyitkan dahi membaca pesan dari Juna, ini sungguh aneh sebelumnya mas Juna tidak pernah mengirimi aku pesan seperti ini.

Aline : Mas sakit lagi?

Juna : I'm ok, hanya ingin pulang saja. Menikmati kedamaian rumah.

Aline : Ok,

Juna : Ok?

Aline : Sudahlah mas aku sedang bekerja, jangan berisik.

Aku terkikik membaca pesanku yang pura-pura galak itu.

"Aline!!! Lo whatsapp'an sama siapa sih? Gue dikacangin??!!!" aku meletakan ponselku, dan meneruskan pekerjaanku lagi tidak menjawab pertanyaan Luna. Luna mendengus dan meninggalkan mejaku. Aku bisa bernafas lega tidak ada lagi detective yang ingin mencari tahu tentang aku. Ponselku bergetar lagi, buru-buru aku membaca pesan dari mas Juna

Maaf. Bahuku turun kecewa aku kira mas Juna akan membalas dengan humor yang baik. Padahal setiap aku menonton acara talkshow dan mas Juna menjadi guest star ia adalah pria yang humoris. Maka dari itu di Indonesia mas Juna masuk dalam kategori 10 laki-laki idaman wanita. Aku harus merampungkan semua pekerjaanku dan pulang cepat.

"Aline apa kamu sedang sibuk?" Aku melirik ke arah lawan biacaraku, pak Anton.

"Iya pak saya sedang mengerjakan dokumen-dokumen yang harus saya rangkum dan simpan untuk akhir tahun," Pak Anton memberikan saya sebuah kartu nama. Rudi Ahmad.

"Ini buat apa pak?" Pak Anton memijat keningnya seperti merasa pusing. Padahal baru semalam saja ia bersenang-senang dengan acara ulangtahun Food Health.

"Rudi Ahmad itu dia media yang akan meliput semua kegiatan di Food Health agar bran kita lebih banyak dikenal. Kamu gak tahu Rudi?" aku menggelengkan kepalaku lugu.

"Aduh Aline kamu pintar tapi kudet banget," aku tersenyum malu.

"Reza itu laki-laki yang semalam lo tolak ajakan dansanya," cetus Luna melewati mejaku. Mata pak Anton tampak bertanya-tanya.

"Jadi pak si Rudi itu teman saya ngeclubing dan saya kenalkan ke Aline, tapi.. Aline menolaknya mentah-mentah pak!" Pak Anton mengibas-ngibaskan tangannya.

"Ah masa bodoh dengan urusan itu, yang saya mau itu semua urusan kita bisa beres!" Luna langsung diam dengan mulut gosipnya.

"Jadi Aline kamu harus bisa melobi dia ya, buat perusahaan kita menjadi lebih terkenal," Pak Anton merapihkan kerah kemejanya dan meninggalkanku dengan rasa kesal. Ini sih sama saja aku masuk ke dalam perangkap buaya.

"Jodoh pasti bertemuuuuu..." Luna menyanyikan lagu kemenangannya. Gagal sudah rencanaku untuk pulang cepat tanpa beban. Aku menekan nomor yang tertera di kartu nama hitam bermotif sulur-sulur emas ini.

"Hallo?" suara berat mengangkat telfon itu.

"Saya Aline dari perusahaan Food Health, saya diminta untuk menghubungi bapak. Pak Anton menyetujui peliputan semua hal tentang food health dan bisa dimuat di media 'Pengusaha Indonesia' yang bapak miliki," suara disebrang sana tidak menyaut.

"Hallo pak?"

"Aline yang semalam menolak ajakan saya dansa?" aku menutup mulutku tak percaya, dia mengingat moment tidak menyenangkan itu. Ini akan membuat pembicaraan menjadi canggung.

"Haha jangan terlalu serius saya becanda, iya iya anak buah saya nanti akan datang ke kantor food health. oiya ini nomor handphone pribadi kamu?"

"Iya pak"

"Ok akan saya simpan ya." Aku ingin melarang pak Rudi menyimpan nomorku. Tapi apa daya bibirku terkunci mengingat aku harus membuat Food Health lebih terkenal.

"Terimakasih pak, selamat siang" aku memutuskan telfon terlebih dahulu. Kalau pak Rudi menerorku nanti seperti di novel-novel yang pernah aku baca, aku akan mengganti nomorku.

My Husband an ActorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang