Setelah mendapatkan titah dari Pak Anton untuk hadir di acara Selebriti Catering aku langsung meminjam sepatu dan pakaian dari Luna. Walau Luna melipat wajahnya karena Pak Anton melarangnya untuk ikut ke acara tersebut. Aku mengenakan dress high neck hitam dan stiletto. Aku dan Pak Anton janji bertemu pukul 7 malam di halte dekat rumah kontrakanku. Mobil chevrolet hitam yang digunakannya gagah dan mudah aku kenali saat melipir di halte. Ia mengenakan jas hitam dan kemeja putih. Dilengkapi dengan dasi kupu-kupunya. Luna juga melengkapiku dengan tas jinjing baguette.
Pak Anton memarkirkan mobilnya di belakang gedung dan berjalan cepat menuju acara. Karena ia memiliki tujuan setelah mendengar sambutan dari Marsha kami langsung pulang. Pak Anton menyalami beberapa artis yang mengenal juga pernah bekerja sama dengannya. Karena tamu yang datang arena depan panggung jadi penuh. Tubuhku menyelinap di antara mereka. Kini aku bisa mendengar langsung sumber suara itu.
Mas Juna di atas panggung. Mataku terus memperhatikan gerak-geriknya.
Sampai ada satu kalimat yang membuatku tidak percaya bisa mendengar hal itu..
"Saya juga mencintai kamu Marsha sepenuh hati. Maka dari itu jika kamu bersedia apakah kamu mau menikah dengan saya?"
Aku mengerjap-ngerjapkan mataku dan menajamkan indra pendengaranku. Tidak mungkin. Ini pasti bagian dari skenario untuk tampil. Mas Juna kan aktor.
Orang di sekitarku banyak yang berujar 'cie', 'so sweet', 'Juna sweet banget', dan masih banyak lagi. Rasanya lututku lemas seketika.
Apa benar yang aku dengar ini? Mustahil!
Pak Anton sudah berdiri di sampingku. Ia melihat wajahku yang pucat pasi.
"Kamu kenapa sakit lagi?" tanyanya khawatir. Aku menggelengkan kepalaku cepat.
Ini sungguhan? Lalu aku apa? Lalu semuanya itu apa!
Kepalaku terasa berputar dan tidak bisa berfikir jernih. Mataku terasa panas.
Mataku terus mengikuti langkah dua pasangan bahagia itu turun dari panggung. Aku mendekati bagian tangga panggung untuk memastikan aku pasti salah melihat. Itu bukan Mas Juna!
Itu Mas Juna sungguhan. Aku tidak salah lihat.
Aku menutup mulutku tak percaya. Menahan tangisku yang akan pecah. Tubuhku limbung hampir saja aku terjatuh. Tangan Pak Anton yang kokoh langsung menahan tubuhku dari belakang.
"Aline kamu kenapa? Ayo segera pulang.." suara pak Anton terdengar semakin menjauh. Aku berlari tidak mau melihat lagi kemanisan cinta busuk itu!
Pak Anton mengejar langkahku dan menahan tanganku kencang.
"Aline ayo kita pulang! Saya curiga sama kamu. Jelaskan pada saya di dalam mobil. Tidak boleh ada kebohongan lagi!" Tubuhku yang lemas dan kepalaku yang sudah pusing tidak bisa lagi memberontak. Alhasil aku mengikuti Pak Anton ke mobilnya dengan langkah terseok-seok dan nafas sesak.
***
Aku menangis sejadinya di dalam mobil. Pak Antom membolehkanku menangis sepuasnya asalkan setelah itu aku akan bercerita. Setelah tangisku mereda Pak Anton mematikan musik yang sedari tadi menjadi saingan suara tangisku.
"Aline kamu sebenarnya siapa Juna?" aku mengelap air mataku dan menarik nafas dalam-dalam. Pak Anton mengulurkan tisue dan menyuruhku membuang ingusku juga.
"Kalau saya ceritakan, bapak tidak akan percaya.."
"Saat-saat kamu sedang sedih dan butuh teman cerita lebih baik kamu memanggil saya Anton saja."
"Kalau saya ceritakan, apa Anton akan percaya dengan cerita saya?"
"Ya jika kamu menangis sampai seperti ini berarti cerita kamu itu sungguhan tidak bohong. Saya tahu mana air mata sungguhan dan air mata bohongan.." aku menegakan dudukku dan menarik nafas lagi.
"Saya dan Juna itu sebenarnya adalah pasangan suami istri. Saya dan dia sudah menikah empat tahun yang lalu karena ibu dari Juna menjodohkan kami menjelang ajalnya. Ia ingin anak semata wayangnya ada yang menjaga dan memahaminya. Selama empat tahun pernikahan kami, kami tidak pernah bersentuhan layaknya suami istri. Saya tidak tahu kenapa dia menolak saya sebegitunya.." aku menahan tangisku yang akan pecah lagi.
"Malam pertama kami, ia tidak menyentuh saya. Tapi.."
"Tapi apa?" tanya Anton penasaran.
"Dia bilang percuma saya mencintainya karena ia bukan laki-laki normal. Ia mencintai sesama jenis. Jadi saya hanya berharap pada tong kosong.." aku menangis mengenang malam itu. Aku kira itu adalah ucapan terpahitnya ternyata tidak.
"Saya menerima ucapannya bulat-bulat saya mencoba memahaminya, saya tidak tahu kan dimana dan siapa saja teman bergaulnya di dunia yang gemerlap itu," Anton memasuki area restaurant cepat saji dan berhenti di speaker hitam besar. Ada suara wanita yang mengucapkan salam dan menanyakan apa yang bisa dibantu.
Anton memesan 2 cheeseburger dan soft drink juga 1 ice cream sundae. Ia memberikan ice creamnya padaku.
"Banyak yang bilang mengkonsumsi coklat saat bersedih hati itu benar-benar mempan.." ujarnya. Aku menyendok kecil ice cream sundae yang membuat lidahku dingin seketika. Sebenarnya tidak ada pengaruhnya juga ini hanya soal sugesti bagaimana tanggapan otak dan hatimu saat memakan ice cream.
"Saya diberikan semua fasilitas agar saya tidak membongkar status kami, agar saya juga tidak keluar rumah terlalu sering. Saya akhirnya jenuh selalu berada di rumah. Saya melamar pada perusahaan milik bapak dan saya diterima. Tidak ada perubahan yang berarti dalam pernikahan kami. Pekerjaan ini sebenarnya hanya membuat saya teralihkan dari semua yang berkaitan dengan Juna.."
"Jadi kamu bekerja hanya menjadikan sebuah pelarian?"
"Tidak perlahan saya menyukai pekerjaan saya menjadi sekretaris."
"Jadi intinya kamu merasa dikhianati setelah tahu kalau Juna berpacaran dengan Marsha?"
"Iya saya merasa menjadi wanita paling bodoh. Saya merasa membuang-buang waktu saya selama empat tahun ini. untuk apa saya bertahan? Apa yang saya pertahankan?"
"Aline alangkah baiknya kamu tidak melihat masalah hanya dari luar saja. Pasti ada maksud apa yang Juna lakukan sekarang.."
Jeda di antara kami. Aku tidak bisa lagi berkata-kata pikiranku dan hatiku penuh dengan pertanyaan juga kebencian untuk Mas Juna.
"Terkadang apa yang kamu lihat itu tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Saya harap kamu lebih kuat dan bisa bersabar biar waktu yang menunjukan kebenaran padamu. Akan datang saat-saat seperti itu," aku merapihkan rambutku dan membuka kaca jendela perlahan. Walau Jakarta penuh polusi paling tidak udara dari alam sekarang sangat aku butuhkan.
"Kita sudah hampir sampai. Besok jangan sampai terlihat kacau seperti ini ya. Semangat! Saya percaya pada ceritamu Aline. Saya tidak tahu seberat itu masalahmu.."
Aku tersenyum lemah.
"Terimakasih sudah mendengarkan cerita saya. Selamat malam.." aku turun dari mobil Anton dan berjalan menuju kontrakan kecilku. Aku ingin tidur berharap semua hanya mimpi. Saat aku terbangun aku ingin dunia ini menjadi damai juga normal kembali.
Aku sudah merasa cukup dengan semua kegilaan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband an Actor
RomanceAku kira semua ini hanya mimpi.. Mencintaimu tidak pernah sejelas ini.. Kamu hanya seseorang yang seperti tokoh fiksi yang aku kagumi.. Tapi takdir mempertemukan kita pada titik yang sama.. Walau kamu tidak mencintaiku.. Aku tahu jelas kamu menjauhi...