13. SPY

10.6K 563 2
                                    

                Dave merenggut kesal, wajahnya ditekuk. Pria itu sekarang tengah berfikir. Sudah beberapa hari ini otaknya tidak bisa menolak untuk memikirkan Dion. Tangannya mengepal, entah apa yang Dave rasakan saat ini. Apakah dia cemburu?. Mungkin saja iya ... dan tidak, peluang untuk cemburu itu sangat besar saat ini.

Mata Dave melotot memperhatikan sosok wanita berambut ikal sebahu itu. Senyum tak lepas dari wajahnya, seolah ingin pamer akan cacat yang terlihat cantik tertanam dipipinya. Itu adalah Fanny, istrinya yang tengah duduk berdua dengan seorang bajingan bernama Dion, hati Dave tidak berhenti menggeram, tangannya semakin mengepal, berwarna merah, menimbulkan daya gesek penghasil panas.

Mata Dave berkilat angkuh, entah marah atau cemburu, sepertinya sama saja. Keputusan untuk mengekori akhir pekan Fanny sepertinya malah menjadi petaka. Hatinya tertohok, menahan sakit yang entah menjalar dari mana, apa ini yang dikatakan cemburu?.

"Berhentilah menatapnya seperti itu Dave, matamu akan mengeluarkan laser" ucap Mika suami Luna sahabat Fanny, kini Mika tengah menjadi rekan Dave dalam misi membuntuti istrinya itu.

"Lo kira gue robot" Dave menjawab tapi matanya tetap berkilat melihat pemandangan didepannya yang semakin terlihat akrab saja, apalagi senyum dari bibir mungil Fanny.

"Siapa yang tau? Mata lo bentar lagi keluar"

"....."

"Cemburu lo?" goda Mika yang masih dipenuhi aksi diam Dave

"David Alexander bisa cemburu juga ternyata" Mika tidak henti menggoda Dvae yang kupingnya kini mulai panas akibat tawa dari mulut Dion sekaligus godaan Mika.

"Berisik bego, diem napa"

"Lo ngapai gak nanya lansung aja sama bini lo tai, kenapa malah ngintilin sok ngedetektif gini?"

"Gue nanya tentang tu cowok tengil? Bisa besar kepala bini gue"

"Dari pada lo cemburu gak jelas kaya gini, sok misterius banget"

"Gue gak cemburu anjir, gue Cuma penasaran doang"

"Cemburu aja masih gengsi"

"Diem lo kampret, mending lo kasi gue saran buat tahu siapa sebenarnya tu cowok tengil"

"Kampret gini masih aja lo mintain saran, kenapa lo gak nanya bini gue aja? Mereka kan dari dulu dekat banget kaya kertas sama perangko" usul Mika sambil menyendoki es krim ke mulutnya.

"Lo yang nanyain kan bini lo"

"Lo nanya sama bini gue aja gengsi, lo nanya sendiri atau gue yang tanya lansung sama Fanny?

"Semerdeka lo aja, gue cabut" Dave mengambil langkah seribu untuk pergi berjalan dengan wajah datar keluar cafe.

>>>>>>>>

Mood Dave benar-benar kacau saat ini, penyesalan itu terus saja merutukinya. Bukan hal yang tepat mengekori kepergian Fanny diakhir pekan, sungguh. Seharusnya Dave bersikap seperti biasa saja, acuh. Pura-pura tidak tahu tentang Dion tidak lah membantu, malah semakin membuat perasaannya tak karuan sedari tadi.

Benda persegi berwarna hitam keabu-abuan itu menganggur tepat dinakas depan Dave, haruskah dia menghilangkan gengsinya dan bertanya pada Luna? , penasaran itu membunuh sungguh. Dengan ragu Dave mencari nama Luna di ponselnya, neada panggilan itu terdengar , sang empunya belum mengangkat telfon.

"Halo?" suara Luna disebrang sana terdengar

"...." diam Dave tidak tahu harus mulai menanyakan dari mana

Getting Married With EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang