Fanny beringsut dari tempat tidurnya, ralat tempat tidurnya bersama Dave. Sejak kejutan yang diberikan oleh Dave untuk ulang tahunnya, Fanny dan Dave memutuskan untuk berada dalam satu kamar dan ini sudah memasuki mingggu ketiga. Fanny menoleh kesampingnya, Dave masih tertidur lelap. Hubungan mereka memang tidak jauh berbeda dari sebelumnya, Dave maklum karna memulai sesuatu itu bukanlah hal yang mudah, seperti meniti gurun pasir harus memulai perlahan jika tidak ingin jatuh.
Fanny memasuki kamar mandi, suara guyuran air terdengar namun tidak sedikitpun menganggu tidur Dave yang terlewat nyenyak itu. Jam masih menunjukkan pukul setengah enam pagi, Fanny sudah siap dengan kemeja beserta apron peralatan wajib saat masak.
"Dave bangun!" Fanny menggoyang badan Dave.
"Dave bangun, kamu harus mandi sekarang" Fanny semakin kuat menggoyang bahu Dave membuat Dave mengerang.
"Cepatlah bangun, atau aku tidak akan memasak sarapan lagi untuk mu" Dengan mata yang hanya terbuka sedikit Dave berdiri dari tempat tidurnya menuju kamar mandi.
Fanny selalu tepat memperhitungkan waktu untuk Dave. Tepat setelah dia selesai menuang air di gelas Dave keluar dari kamar dengan kemeja putih yang minim jas dan dasi itu.
"Kamu pulang jam berapa hari ini Stephy?" tanya Dave sembari duduk dan mneunggu Fanny memberinya nasi goreng.
"Seperti biasa, apa kamu punya acara?" Fanny menyodorkan sepiring nasi goreng yang dipenuhi sayur tepat didepan Dave.
"Aku ada acara makan malam"
"Tidak apa-apa kalo kamu gak bisa jemput Dave, bertebar taksi di Jakarta"
"Bukan itu maksudku, aku mau kamu ikut aku keacara makan malam itu"
"Kamu akan terlmbat kalo harus jemput aku dulu Dave"
"Jadi kamu harus pulang lebih awal, sekitar jam 3 sore"
"Aku bukan CEO sepertimu yang bisa dengan seenak jidatnya minta izin pulang cepat karena ada acara makan malam Dave"
"Aku yang akan meminta izin untukmu, pada pak Agus yang botak itu" jawab Dave enteng setelah menyuap suapan terakhir nasi goreng kemulutnya, Dave sudah tidak terlalu cerewet dengan sayur sekarang, lidahnya sudah beradaptasi.
"Jangan lakukan itu Dave, kamu tahu aku bahkan ketakutan untukk masuk kantor karna was was akan dipecat"
"Nyatanya kamu tidak dipecat kan?" ujar Dave sambil membawa piringnya dan piring Fanny ke tempat pencucian piring.
"Iya, tapi kan itu aneh. Bagaimana kamu melakukannya? Apa kamu tahu salah satu nama selingkuhan si botak itu?" Tany Fanny sambil berjinjit memasangkan dasi dileher Dave, sedangkan Dave sedikit membungkukan badannya. Sudah menjadi hal yang rutin dilakukan Fanny setiap sebelum berangkat kerja untuk memasangkan Dave dasi, awalnya sangat canggung namun akhirnya terasa biasa saja.
"Jaga omonganmu itu Stephy, bagaiman bisa kamu menuduh bosmu sendiri berselingkuh"
"Dia itu keterlaluan ganjennya Dave, wajarlah kalau aku berbicara seperti itu" ujar Fanny sambil menyelesaikan simpul terakhir dasi Dave.
"Siap, ayo kita berangkat" ajak Fanny memastikan Dave sudah rapih dengan pakaian formalnya.
Salah satu hal rutin yang dilakukan Dave setiap pagi adalah mengantarkan Fanny ke kantor. Tidak ada penolakan dari Fanny, karena mereka sudah mulai berkomitmen untu mulai smeuanya dari awal, tapi tetap saja ada yang selalu Fanny tolak. Dave selalu meminta Fanny menciumnya, sekedar mencium pipi untuk ungkapan selamat kerja, tapi selalu Fanny tolak, seperti saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Getting Married With Enemy
RomanceAku tahu kita menikah karna alasan bodoh, tapi aku ingin memperjuangkan kamu, sebagaimana Edelweis yang berjuang untuk hidup didataran tandus dengan bunga kecilnya. Aku ingin kita sama-sama memulai kahidupan baru, yang jauh dari kata gengsi untuk me...