Author POV
Fanny menghempaskan tubuhnya lesu diatas ranjang, hatinya masih berkecamuk, kesal memenuhi logikanya. Rasanya dia menjadi orang yang Dave permainkan selama ini, merasa murahan? Comeon, bahkan Fanny tidak pernah merasa melakukan hal yang membuatnya menjadi wanita murahan. Tapi Dave mengatakan itu, logikanya tidak lagi berfikir, kini perasaanlah yang dominan, apa mungkin dia cemburu? Tidak mungkin, sungguh konyol jika dia cemburu dengan wanita yang merangkul Dave?.
Fanny membuka bajunya asal, lalu berganti dengan kaus kebesaran dan hotpans, perutnya kembali merasa lapar, tapi malas rasanya jika dia keluar kamar dan bertemu Dave yang selalu bersikap biasa saja seperti tidak terjadi apa-apa.
Dengan wajah ditekuk, Fanny pun keluar kamar, menyerah dengan perutnya yang seolah bekerja sama dengan persaan kesalnya, membuka kulkas dan mengobrak abrik isinya, dia benar-benar butuh makanan yang banayka sata ini, agar kekesalannya cepat hilang.
"What are you doing?" suara Dave mengisi ruangan
"...." diam hanya itu yang Fanny lakukan, tanpa menoleh untuk memandanh Dave dia mengeluarkan 2 butir telur dan 1 botol jus jeruk.
"Hey, i'm talking to you!"
"..." Fanny masih tidak menggubrisnya, memilih melanjutkan aktifitasnya untuk memasaka mi instant, padahal ini sudah tengah malam.
"Are you mad with me?" bahkan Dave menanyakan hal itu? Sungguh membuat Fanny semakin kesal, tidakkah dia sadar diri?
Tidak ada satu katapun dari Dave yang Fanny perdulikan, otaknya mencoba menenangkan diri dengan berfokus pada mi instan yang telah tersaji di mangkuk dengan 2 telur diatasnya. Fanny makan dengan lahap, layaknya orang kelaparan, padahal seharian ini dia telah memakan banyak makanan denga Reta. Perut karet.
Dave terus memperhatikan Fanny yang tak menggubrisnya sama sekali, Dave tahu Fanny marah, apalagi tadi fanny melihatnya sedang dirangkul oleh sekretarisnya Sarah, menurut Dave itu hal yang wajar, karna dia lelaki, punya jiwa liar, yah walaupun itu juga bisa diartikan kurang ajar.
Fanny sudah menghabiskan semangkuk mi nya, kini tengah meneguk habis segelas jus jeruk, matanya tak memandang Dave bahkan melirik sekalipun, emosinya sudah diubun ubun.
"Lets talk!" ajak Dave yang semakin memahamio kondisi.
"Aku lelah" ucap Fanny dengan nada dingin, mencoba meredam emosinya agar tidak meledak saat ini juga, berjalan memasuki kamarnya, namun bukan Dave namanya jika dia lansung menyerah dengan sikap Fanny, Dave mengekori Fanny ikut masuk kekamarnya, membuat Fanny semakin bersungut sungut kesal.
"Keluarlah, ini hanya kamar wanita murahan!" usir Fanny sambil menekan pada kata murahan.
"Aku minta maaf" aku Dave akhirnya, seorang Dave minta maaf?
"Apa kau berbuat salah pada wanita murahan sepertiku?"
"Aku benar-benar minta maaf, semua yang kulakukan salah, aku tidak bermaksud berkata seperti itu kemarin sungguh, kamu tau? Terkadang otak dan mulut tidak berkoordinasi dengan baik" jeas Dave, alasan tak masuk akal menurut Fanny.
"...." Fanny diam membiarkan Dave melanjutkan penjelasannya.
"Dan , masalah tadi dibioskop, dia Sarah, sekretarisku"
"....."
"Sungguh aku tidak bermaksud berselingkuh dibelakangmu atau apa,jika kamu menganggap ku seperti itu, itu hanya sebuah kindly geasture , Sarah baru baru ini pindah ke Indonesia, dan menurutnya merangkulku seperti itu adalah hal yang wajar, mengingat kebudayaan yang dia anut" Fanny terkekeh geli mendengar ucapan Dave setengah tidak percaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Getting Married With Enemy
Roman d'amourAku tahu kita menikah karna alasan bodoh, tapi aku ingin memperjuangkan kamu, sebagaimana Edelweis yang berjuang untuk hidup didataran tandus dengan bunga kecilnya. Aku ingin kita sama-sama memulai kahidupan baru, yang jauh dari kata gengsi untuk me...