Author POV
Perempuan itu terlihat anggun, dengan gaun hitam berlengan hingga kesiku, tangannya dengan anggun menyuap satu persatu potongan steak. Sambil bercengkerama, sesekali dia menyeka bibirnya, memastikan keadaannya tidak berantakan. Perempuan itu adalah ibu Dave, sang peri menurut Fanny.
Berbeda dengan ibu Dave, Fanny malah tidak memperdulikan penampilannya sama sekali, dari tadi dia sibuk menyuap steak dengan cara Fanny yang tidak anggun sedikitpun. Terdapat beberapa saus disudut bibirnya.
"Bisakah kamu makan dengan lebih anggun?" bisik Dave sambil mengelap saus disudut bibir Fanny.
"...." Fanny hanya menganggkat bahunya tak perduli.
"Bagaimana keadaan kalian saat ibu ada di Alaska?" tanya perempuan paruh baya itu , sambil melirik suami yang duduk disampingnnya dan tengah meneguk anggur.
"Baik" jawab Dave sebelum Fanny menjawab dengan segala ocehan panjangnya.
"Saat di Alaska, ibu bertemu teman ibu, mereka datang sambil menggendong cucu semua"
"Benarkah? Sukurlah ibu masih belum punya cucu, ibu pasti akan sangat merasa repot jika sudah punya" jawab Dave tanpa mengerti arah pembicaraan ibunya.
"Siapa bilang ibu akan repot, ibu malah akan merasa senang" Dave diam, Fanny masih meneguk wine nya.
"Jadi kapan kalian akan memeberikan kami cucu?" tanya ibu Dave to the point.
Fanny yang tengah meneguk wine saat mendengar itu lansung tersedak, bagaimana bisa punya anak, melakukan hal itu saja mereka belum.
"Apa kau tidak apa apa Fanny?" tanya ibu khawatir .
"Tidak apa apa bu" jawab Fanny kikuk.
"Ibu kalian, selalu bertanya padaku, kapan kalian akan memberikannya cucu?" kini papa Dave ikut bicara.
"Sabarlah bu, lagipula kami masih menikamati masa-masa berdua kami, terasa lebih romnatis" jawab Dave smabil merangkul Fanny yang mematung.
"Tapi kalian berusahakan?"
"Tentu saja, apalagi Fanny" asal Dave.
"Saat di Alaska, ibu mampir ke rumah sakit ibu dan anak, dan seorang dokter memberikan ibu ini" ibu Dave memberikan 2 paper bag dengan senyum sumringah, Fanny semakin sulit menelan ludah, menerka apa yang terdapat dalam kantong berwarna coklat itu, sedangkan Dave dia tetap melanjutkan makan tanpa beban.
"Terimakasih bu, sebenarnya ibu tidak perlu repot-repot seperti ini" ucap Fanny akhirnya, dengan nada kaku dan senyum yang dipaksakan mengembang dari bibir munglinya.
"Tentu saja ibu tidak pernah merasa repot, mereka juga bilang, lakukanlah saat masa subur Fanny atua lakukanlah 2 hari sekali." Tambah Ibu dave sambil tersenyum menahan tawa. Fanny melotot mendengarny.
>>>>>>>>>>>
Fanny sedang mengoven makanan, dia akan membuat lasagna. Hari minggu ini dia putuskan untuk mengunjungi ayahnya yang baru saja pulang dari perjalanan bisnis.
"Fanny bagaimana kabar Alex?" ayah Fanny memang memanggil Dave dengan sebutan alex.
"Apa ayah lebih perduli dengan keadaan Dave dari pada keaadaanku?" rajuk Fanny sambil menghidangkan lasagna didepan ayahnya.
"Apa kau cemburu jika ayahmu ini mananyakan menantunya?"
"Sangat" jawab Fanny dengan wajah yang dibuat semerajuk mungkin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Getting Married With Enemy
Roman d'amourAku tahu kita menikah karna alasan bodoh, tapi aku ingin memperjuangkan kamu, sebagaimana Edelweis yang berjuang untuk hidup didataran tandus dengan bunga kecilnya. Aku ingin kita sama-sama memulai kahidupan baru, yang jauh dari kata gengsi untuk me...