5. Argue

13.9K 1.6K 88
                                    

SEPEDA yang dikayuh Akbar melaju, melewati jalan-jalan yang belum pernah dilalui Bita sebelumnya. Kata Akbar, jalanan yang mereka lalui saat ini juga jalan menuju rumah. Tapi secara alternatif. Sepanjang jalan, Akbar dan Bita saling menceritakan pengalaman mereka masing-masing.

Mulai dari hal sesepele jaman SMP sampai kartun-kartun favorit mereka masing-masing di masa kecil. Keduanya seolah lupa bahwa hujan masih mengguyur dan membuat tubuh mereka basah.

"Kalo gue, paling suka tuh bagian Spongebob pas dia kejebak gitu di palung laut," cerocos Akbar sambil terus menatap jalan raya. Sesekali matanya menyipit untuk menghindari bulir air hujan yang masih saja menimpa wajahnya.

"Yang mana?" sahut Bita, dia juga melakukan hal yang sama dengan Akbar.

"Elah, yang dia naik bus, tapi jalanannya lurus vertikal gitu, yang si Patrick mau nyusulin?"

"HOO! GUE TAU!" kata Bita. "Kalo gue tuh, paling kocak pas episode Cacing Alaska!"

"Dih, apaan? Cacing dongo begitu?"

"Ish," Bita menggeleng. "Gemay banget tau!" Perempuan itu lalu meringis menahan nyeri di pantatnya begitu sepeda yang mereka naiki melewati polisi tidur tanpa di rem dahulu. "Pelan-pelan, apa,"

"Maap." Akbar terkekeh, pertanda dia betul-betul tidak sengaja. "Mulai hari ini, kita baikan, oke?"

Bita yang mendengarkan reflek tertawa geli dan mengangguk setuju. Entah kenapa, berdekatan dengan lelaki itu membuatnya merasa lain. Bukannya apa, Akbar ternyata sosok yang easy going, bahkan, Bita menyadari bahwa lelaki itu nyambung kalau di ajak bicara.

Hanya saja, pertemuan mereka yang pertama kali di keadaan yang salah.

"Oke nggak?" tanya Akbar menyadarkan perempuan di depannya itu.

"Iya, iya. Oke."

***

HUJAN sudah reda sejak setengah jam yang lalu. Bita juga sudah sampai di rumah dengan selamat dan sentosa setelah di antar Akbar pulang dengan sepeda yang tidak dia ketahui ternyata adalah milik Rian.

Perempuan itu bahkan sudah sempat membuat mie instan rasa kari dan teh hangat untuk menu makan siang. Tetapi, apa yang sejak pulang sekolah tadi dia harap-harapkan tidak kunjung memberi kabar dan kepastian.

Bimo belum juga mengabari lewat ponsel milik Anisa ataupun datang ke rumah. Maka, Bita menyimpulkan lelaki itu memang belum tahu kalau tadi Bita menunggu jemputannya sampai nyaris jenggotan di depan gerbang sekolah.

Untung ada Akbar dengan sepedanya.

Untung ada Akbar yang dengan bodohnya membuat Bita ingat akan kenangan masa kecilnya. Yah, walaupun Anisa sempat mendumal begitu melihat anak perempuannya pulang sekolah dengan keadaan basah kuyup. Tapi Bita tidak peduli.

Karena hari ini, dia senang.

Dan saat ini, Bita sedang di dalam kamar sembari meringkuk malas di balik selimut berbahan beludru warna marun kesayangannya. Hawa dingin sisa hujan setengah jam yang lalu masih terasa menusuk kulit. Sementara di lantai bawah, bel rumah sudah ditekan dua kali oleh seseorang.

Hal itu membuat Anisa yang tadi sedang menonton acara gossip di televisi langsung beranjak setelah meletakkan remote yang dia genggam di sofa.

Ia langsung menuju ke daun pintu rumah yang baru tiga minggu lalu dia beli itu, dan dengan satu tarikan, Anisa membuka daun pintu dengan warna cokelat itu lebar-lebar. Sampai dia bisa melihat seorang anak lelaki yang kira-kira seusia putrinya mematung di depan pintu.

Somebody ElseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang