9. First and Second

13.5K 1.3K 151
                                    

BIMO hari ini tidak masuk lagi.

Tadi pagi, lelaki itu sempat menghubungi Bita melalui ponsel Anisa dan mengatakan bahwa hari ini dia bolos sekolah karena ada urusan keluarga yang mendesak. Dan setelahnya, Bita hanya mengucapkan hati-hati di jalan dan jangan lupa sarapan. Tapi Bimo tidak membalas lagi.

Jam istirahat pertama baru saja dimulai. Bita juga baru selesai mengganti baju olahraganya yang basah oleh keringat dengan seragam putih abu-abu di toilet wanita. Setelah merasa pakaiannya sudah rapih dan tidak ada yang salah, Bita langsung keluar dari bilik sempit itu. Dan berjalan ke luar dari lorong toilet perempuan.

"Mbak Bita, ya?" sapa seseorang wanita setengah baya yang sudah berdiri di samping tikungan. Disapa seperti itu membuat Bita langsung menghentikan langkahnya dan menaikkan alis mata karena heran. Siapa wanita ini?

"Iya, kenapa, Bu?" Bita tersenyum ramah dengan pandangan bertanya-tanya.

"Saya punya minuman," kata Ibu itu sambil menyodorkan sebuah teh botol rasa madu ke arah perempuan berseragam di hadapannya.

"Buat Saya?"

"Iya, Mbak,"

"Loh?" Bita mengernyitkan alis mata. "Ini dari siapa?"

"Saya yang beli. Tapi kelebihan. Jadi buat Mbak Bita aja."

"Beneran ini buat saya aja? Ibu nggak mau simpen buat diminum nanti?" tanya Bita. Sebenarnya, orangtuanya sudah mengajari sejak dia masih balita. Jangan menerima pemberian orang sembarangan. Apalagi kalau kita tidak mengenalnya. Dan untuk kali ini, Bita terlalu tidak enak hati untuk menolaknya.

Tapi bagaimana kalau dia mati?

Karena sianida contohnya?

"Ini, Mbak. Ambil aja. Saya mau buru-buru ke kantin. Kios nya nggak ada yang tunggu." Perempuan itu bicara lagi dan dengan gerakan cepat Bita langsung menerima botol minuman berisi teh itu.

"Yaudah. Makasih, Bu,"

"Iya, Mbak." Ada jeda. "Saya mau ke Mas Ak— EH GUSTI ALLAH, MALAH KECEPLOSAN AKU!" pekiknya dengan aksen Jawa yang kentara.

"Apa, Bu?" Bita langsung mengerutkan dahinya. "Ini dari siapa?"

"Nggak, Mbak, saya permisi dulu."

Setelah bicara, Ibu berambut sebatas telinga itu langsung berjalan cepat memunggungi Bita. Dan untuk sementara ini, Bita menyimpulkan bahwa orang itu adalah penjual di kantin sekolahnya.
Tapi untuk apa dia repot-repot ke sini? Mengantar minuman? Saat jam istirahat pula?

Bita langsung bisa menebak mengapa botol minuman itu bisa ada di tangannya saat ini. Dan dengan perasaan bercampur aduk antara gemas dan senang, Bita mulai melangkah menuju kantin. Di langkah ke tiga sebelum sampai di belokan koridor, tangannya memutar tutup botol warna hijau itu ke arah kanan dan setelah benda itu terbuka, Bita meneguk isinya.

Hanya dua tegukan sampai tangan seseorang menyentuhnya.

"Ini, buat Mbak Bita."

"Hah?" Bita yang baru selesai meminum cairan teh di dalam mulutnya, reflek menoleh dan tanpa sadar memasang tampang paling bodoh sedunia. Perempuan itu langsung berpindah ke arah tangan kirinya yang ditarik paksa untuk menerima secarik kertas yang entah apa isinya.

"Lah? Pak? Ini apaan?" Suara Bita meninggi, ia berusaha memanggil lelaki setengah baya yang ia kenal sebagai cleaning service sekolah.

Bita mendengus kesal begitu orang yang dia ketahui bernama Pak Tatang justru berlalu sampai punggungnya mengecil dan menghilang ditelan tikungan menuju gerbang depan. Bita memutuskan melanjutkan perjalanannya ke kantin. Tangan kanannya masih memegang botol sementara tangan kirinya bersusah payah membuka lipatan kertas beserta dengan bantuan mulut.

Somebody ElseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang