On media:
Coldplay - Warning Sign"GOBLOK!" maki Arya tanpa tedeng aling-aling.
Akbar melirik kearah Arya yang duduk tak jauh darinya, disusul Edo setelahnya. Warung Mamang tidak seramai biasanya karena anak-anak sibuk menyaksikan pertandingan classmeeting yang diadakan di dalam sekolah.
"Demi Allah, Bar?" tanya Jaya tak percaya.
"Iya."
"Demi apa lo nyium dia?"
"Ck!"
"Bilang dulu, 'demi Allah' gitu."
"Demi Allah," kata Akbar menuruti ucapan Jaya. Tubuhnya ia bungkukkan dengan kedua siku bertumpu pada lutut. Kepalanya terasa pening. Karena ia betul-betul merasa bersalah sekaligus khawatir. Ia tidak mau jauh dari Bita.
Tapi disisi lain, ia belum siap jika harus kehilangan Lula.
"Lo kesurupan Mbak Yayuk kali ya, Bar!" sambung Edo seraya menggeleng-gelengkan kepala sambil mengunyah bala-bala kesukaannya.
"Bisa-bisanya lo anjing," tambah Arya masih tak habis pikir. "Lo nggak mikir apa?"
"Reflek, sumpah."
"Reflek apa goblok!" balas Arya terkekeh.
"Asli ini sih–" Akbar memijit keningnya sebentar. "Ah tai."
"Tapi enak nggak, Bar?" Suara Fingky langsung membuat keempat cowok itu sontak menoleh bersamaan. Edo langsung melempar cabe hijau yang baru ia gigit setengahnya kearah laki-laki bertubuh hitam manis itu.
"Si goblok!"
"Tolol."
"Kan gue nanya," bela Fingky tidak mau disalahkan.
Akbar diam saja. Pikirannya terlalu kalut untuk diajak bercanda. Wajah Bita malam itu, air matanya, isak tangisnya, nada marahnya. Rasanya semua betul-betul terekam dengan sempurna di otak Akbar.
"Emang lo nggak kasian Lula, Bar?"
Pertanyaan Edo langsung membuat Akbar tersadar bahwa perasaan Bita bukan satu-satunya hal yang harus ia pikirkan.
"Kalo lo cuma mau mainin Bita, mendingan jangan." Arya angkat bicara. "Mending buat gue."
"Anjing." Edo menepuk kepala Arya sambil tertawa kecil.
"Gue nggak mainin." Akbar menjilat bibirnya sekilas.
"And then?"
"Gue tuh–" Akbar menegakkan posisi duduknya. "Gue ngerasa semuanya tuh aneh. Dari awal gue liat Bita, gue langsung nge-frezee gitu lo pada pernah ngerasain nggak, sih? Gue bener-bener kayak beku. Nggak bisa gerak. Kayak liat demit aja. Cuma bedanya yang ini deg-degan nya nyenengin."
"Rasanya kayak liat Mbak Yayuk kali ya." Edo tampak berpikir.
"Diem anjing," balas Arya.
Akbar menggaruk pangkal hidungnya, "seumur-umur, baru kali ini gue nemu cewek yang bener-bener cocok sama gue. Maksudnya–"
"Maksudnya lo sama Lula nggak cocok?" potong Jaya.
"Jangan dipotong tai." Arya menghela napas jengkel.
"Lula baik. Tapi waktu sama Lula, ada saat dimana gue nggak bisa jadi diri gue sendiri. Ada saat dimana kadang gue nggak bisa ngobrolin hal-hal yang sebenernya pengen banget gue bahas karena pasti gak akan nyambung kalo diobrolin sama Lula.
"Tapi waktu sama Bita tuh, gue bener-bener bisa jadi diri sendiri. Gue bener-bener bisa ngomongin apapun. Bener-bener bebas. Dan sama Bita gue bisa ngelakuin hal-hal yang gabisa gue lakuin pas sama Lula."
